Home / Horor / SUAMI GHAIB / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of SUAMI GHAIB: Chapter 11 - Chapter 20

42 Chapters

Apa yang terjadi?

"Kamu jangan ikut, jaga Sheila dan Rafa. Biar bapak yang ke hutan." Lelaki yang berumur lebih dari 50 tahun itu mencegah saat Sinta ingin ikut ke hutan."Hati-hati, Pak."Pak Wito berjalan dengan tergesa, tak memperdulikan tubuhnya yang mulai kelelahan karena tak terbiasa jalan terlalu jauh. Sudah beberapa ratus meter lelaki itu berjalan. Hingga ada suara deru motor dan seseorang yang memanggil namanya dari arah belakang dan membuat langkah kaki Pak Wito terhenti. Ia pun menoleh dan mendapati beberapa warga yang menyusul dirinya. "Ayo naik, Pak Wito," ajak salah seorang bapak-bapak yang berkendara sendirian. Sedangkan yang lainnya tetap melajukan kendaraanya menuju hutan.Lelaki paruh baya itu lantas naik dan motor kembali melaju. Tak hanya khawatir, mereka pun di buru oleh waktu karena hari mulai senja. Semburat merah mewarnai langit, cahaya matahari perlahan mulai meredup karena sang Surya sedikit demi sedikit mulai tenggelam."Pegangan Pak Wito," seru bapak yang mengendarai motor
Read more

Perut menonjol.

"Selamat pagi Mas Ardi," sapa Syahril, pemuda yang tinggal di seberang rumah Sinta. Pemuda itu tengah berdiri seraya memanaskan sepeda motornya."Mau berangkat sekolah?" Ardi yang tadinya menunduk memandangi ponselnya, kini menoleh ke arah pemuda tersebut seraya menarik sudut bibirnya menciptakan lengkungan tipis."Iya, Mas," jawab pemuda itu singkat.Ardi meraih tongkat kayu yang berada di sampingnya. Lelaki itu segera bangkit dan berjalan dengan tertatih menghampiri Syahril."Mau ke mana, Mas? Hati-hati." Pemuda itu nampak panik, melepaskan setang motor dan berlari menghampiri Ardi yang berjalan dengan bantuan tongkat kayu."Mau nitip ini." Ardi meraih ponselnya yang mati dan menyerahkan kepada pemuda itu."Simpan di konter depan sana ya. Bilang saja punyaku," pungkas Ardi."Baik, Mas."Setelah memastikan pemuda itu pergi, Ardi kembali masuk ke dalam rumah. Usai kejadian tempo hari, salah satu kaki lelaki itu masih terasa kaku dan terkadang dadanya masih berdenyut nyeri. Baru saja i
Read more

Menantikan setiap malam.

Perut Sinta yang rata terlihat menonjol dan seperti ada sesuatu di dalamnya, akan tetapi wanita itu tak merasakan apa-apa. Hanya saja, saat telapak tangannya menyentuh permukaan kulit perutnya ada sesuatu yang bergerak-gerak.Benar apa kata Sheila-putrinya itu. Perutnya bergerak saat tangannya menyentuh lagi area perut yang menonjol. Matanya awas menatap tanpa berkedip, sampai-sampai dirinya terkesiap dan reflek memegang dadanya.Seperti ada bayi di dalam perutnya. Namun, anehnya ia tak merasakan apapun dan permukaan kulitnya pun rata hanya terdapat benjolan yang sesekali bergerak berpindah dari sisi kiri ke kanan.Sinta duduk dan menyingkap bajunya sampai memperlihatkan seluruh area perutnya. Ada sedikit rasa takut, akan tetapi ia memberanikan diri untuk tetap mengawasi sesuatu yang bergerak aktif tersebut."Penyakit apa ini? Mengapa aku tak merasakan pergerakan itu? Aku harus periksa ke bidan besok," gumam Sinta lirih. Hampir lima belas menit lamanya perut itu terus bergerak dan per
Read more

Jangan buka pintu saat Magrib.

"Berapa ini, Pak?" tanya Aldo. Tangannya memegang dua ponsel keluaran lama."Katanya suruh bayar 400 dan 300. Itu ponsel masih jaringan 3G, tetapi sudah mendukung aplikasi hijau untuk video call," jelas Pak Imron.Saat ini mereka sudah siap-siap hendak pulang dan salah satu teman sesama pekerja proyek menawarkan ponsel lamanya yang sudah tak dipakai."Saya tidak paham soal ponsel, Pak. Kira-kira masih bagus tidak ya?" Aldo terlihat menimang-nimang dan memikirkannya kembali."Sudah saya cek, semuanya masih normal. Lumayanlah harga segitu, kamu bisa leluasa teleponan dan video call dengan anak istrimu untuk mengobati rasa kangen." Lelaki yang umurnya terpaut beberapa tahun dari Aldo itu mencoba membujuk. Ya, dirinya merasa kasian karena Aldo selalu sungkan kepadanya apabila hendak menelepon anak-anaknya menggunakan aplikasi yang menampilkan wajah dari jarak jauh tersebut."Atau kamu bisa tawar lagi. Siapa tau dia mau memberi potongan. Dan ponsel lamamu bisa dijual nanti," sambung Pak Im
Read more

Kenapa lemas lagi?

Aldo berjalan mendekat. Namun, Rafa justru mundur hingga kakinya terkena pinggiran kursi."Ada apa, Rafa?" Seperti biasa, suara lelaki berpawakan tinggi itu terdengar lembut."Ba-bapak ... Bapak bukannya ada di dapur bersama ibu?" Bocah itu masih menatap sang bapak dari atas ke bawah. Pakaiannya sama persis, baju Koko berwarna cokelat dengan sarung menempel sebagai bawahan serta sajadah yang bertengger di pundak."Di dapur? Bapak kan baru pulang," jawab Aldo dengan dahi yang berlipat, sebab tak mengerti apa maksud ucapan putera pertamanya itu.Secepat kilat Rafa berlari menuju dapur dengan dada yang bergemuruh hebat. Sungguh, ia tak berhalusinasi dan bapaknya yang baru pulang itu juga nyata.Sesampainya di ambang pintu dapur, Rafa mengedarkan pandangan di setiap sisi ruangan yang berbentuk memanjang ke samping itu.Tak ada bapaknya di sini dan hanya ada Sinta, sang ibu yang tengah berdiri di dekat kompor menyeduh kopi. Terdengar suara denting sendok yang beradu dengan gelas."Bapak tad
Read more

Jangan buka pintunya!

"Ada sesuatu di dalam perutmu. Lihat itu! perutmu bergerak, Dek!" pekik Aldo. Tangannya menunjuk ke arah perut Sinta yang nampak bergerak."Kamu kenapa sih, Mas? Orang tidak ada apa-apa." Sinta meraba perutnya dan merasa tak ada yang aneh. Wanita itu lantas menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Sinta begitu kesal karena suaminya yang berhenti secara tiba-tiba dan semua omongannya itu."Apa kamu hamil, Dek? Mas melihat seperti ada siku yang menonjol, persis seperti saat dahulu kamu hamil Rafa dan Sheila. Tetapi, seingat Mas bayi bergerak di usia 5 bulanan." Aldo begitu heran dengan apa yang ia lihat barusan."Kalau hamil pastinya perutku besar." Sinta kembali memperlihatkan perut rampingnya. "Lihat ini. Perutku masih seksi. Dan satu lagi, aku masih lancar datang bulan, Mas," pungkas Sinta dengan raut wajah yang begitu masam.Aldo menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Tetapi ... Mas benar-benar melihatnya. Apa kamu tak merasakan apa-apa?" tanya Aldo."Tidak!" sahut Sinta dengan ketu
Read more

Kita mau kemana, Mas?

"Jangan buka pintunya, percayalah dia bukan Mas!" teriak Aldo dari seberang telepon.Gedoran di pintu semakin kencang, membuat wanita yang tengah berdiri mematung dengan ponsel yang masih menempel di daun telinganya itu semakin gemetaran."Tolong Mas, Dek! Buka pintunya!" Suara di luar sana terdengar ketakutan. "Jangan percaya jika ada yang menelepon! Itu bukan, Mas!" sambungnya lagi dengan tangan yang terus berusaha mendobrak pintu.Sinta dilanda ketakutan dan juga kebingungan. Mana yang harus dia percaya? Sementara dua-duanya memiliki suara yang sama persis seperti sang suami."Kamu masih di sana, Dek?" Terdengar suara dari balik telepon."I-iya Mas. Sinta harus bagaima-" ucapan Sinta terhenti tatkala sambungan telepon itu mati.Tut ... Tut ... Tut ..."Halo Mas! Halo!" Sinta melihat layar ponsel yang ia genggam berubah gelap karena kehabisan baterai. Tubuh wanita itu langsung beringsut mundur ketika pintu di dorong dengan keras."Cepat buka pintunya, Dek!" teriaknya dari luar sana.
Read more

Wajah pucat.

"Bukannya semalam kamu kesakitan? Mengapa sekarang menjulang tinggi lagi? Bahkan lebih dan lebih dari biasanya!" Sinta terkesima dengan apa yang ia lihat dan terpampang nyata di depan sana."Kamu hanya perlu diam dan menikmatinya. Aku tahu, kamu suka dan selalu menantikan momen ini bukan?" Lelaki itu bersuara lembut.Sinta hanya mengangguk pasrah, ia tak perduli jika saat ini ia berada di belakang rumah. Tepatnya di bawah pohon nangka yang bersebelahan dengan kandang ayam miliknya. Sinta pun tak menghiraukan bau yang bercampur aduk antara kotoran ayam serta bau menyengat lainnya. Ia sudah mabuk kepayang dengan semua perlakuan suami palsunya itu."Aku sangat mencintaimu," ucap Aldo palsu di tengah aktivitasnya. Kedua pasang mata itu saling bertatap-tatapan di tengah gelapnya malam.Angin pun turut berhembus kencang serta suara gaduh ayam yang seolah ikut ketakutan. Namun, tak menyurutkan Sinta untuk berhenti dan semakin terbuai dengan lelaki yang ia anggap suaminya itu."Aku tak akan m
Read more

Aku hamil?

"Aku tidak apa-apa, Mas." Sinta menyunggingkan senyum hingga menampilkan deretan gigi-gigi putihnya."Mas sangat khawatir, takut terjadi sesuatu padamu. Untung saja kamu menuruti perkataan Mas," Aldo berucap lirih. Matanya liar meniti tubuh istrinya dari atas sampai bawah. "Kamu beneran tidak apa-apa? Wajah mu benar-benar putih pucat lho. Tak seperti biasanya." Aldo kembali memastikan karena ia tak ingin istrinya kenapa-kenapa.Sinta hanya menggelengkan kepalanya pelan. Tanpa berucap sepatah kata pun, wanita itu melangkah menuju kamar dan diikuti Aldo dari belakang."Tadi kamu bersembunyi ya, Dek? Mas cari tidak ketemu dan tiba-tiba nongol di belakangku." Aldo masih mempertanyakan perihal tadi, sebab wanita itu tak kunjung menjawab.Langkah kaki Sinta terhenti dan berdiri tepat di depan lemari kaca. Perlahan tangannya meraih sisir dan mengayunkannya dengan pelan. Satu tangannya pun membelai rambut yang menjuntai panjang itu dengan lembut.Aldo mengernyitkan dahi dan ikut mendekat hin
Read more

Binatang buas.

"Kayaknya Mas tidak ikut berangkat kerja, Di."Kedua saudara itu tengah duduk di depan ruang rawat sang bapak. Sedangkan Sheila dan Rafa berada di dalam kamar tengah bercerita bersama Pak Wito. Keadaan pria tua itu sudah mulai membaik, hanya tangan kirinya saja yang belum sepenuhnya bisa digerakkan dengan sempurna."Memangnya kenapa, Mas?" Ardi menatap sang kakak yang mulai tertunduk dengan memijit keningnya pelan."Kalau soal bapak, Mas tidak perlu khawatir. Ardi bisa merawat bapak dengan baik. Lagi pula, sore nanti bapak sudah diperbolehkan pulang dan bisa rawat jalan. Mas fokus bekerja saja," sambung lelaki bertubuh tinggi itu.Aldo menggelengkan kepala dengan pelan. "Bukan itu. Semalam Mas merasakan kejadian aneh lagi. Mas takut jika tak ada Mas di rumah, gangguan-gangguan itu akan terjadi terus-menerus. Mas tak ingin keluargaku kenapa-kenapa." Aldo menghela napas dalam, lalu menghembuskan secara perlahan."Tetapi, hutangku juga sudah menumpuk di tempat juragan. Mas takut sewaktu-
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status