Pen masih bergetar. Bagaimana bisa, dia lupa jika tubuhnya berwujud Ana. Anggara malah menepuk-nepuk wajahnya berkali-kali. Dia menarik pipi wajah Ana, seakan ingin menarik kulitnya."Aww, perih!" teriak Pen. "Udah, hehe," lanjutnya meringis. Pen berusaha membuat kemarahan Anggara mereda. Mungkin dengan cara yang melintas di pikirannya saat ini bisa dia lakukan. "Ana, atau siapa kau. Setan, kunti, dedemit? Argh, cepat akui saja!" bentak Anggara. Namun, dia mengernyit saat melihat wajah Ana. Pen memasang wajah memelas. Mulutnya ke bawah seperti badut saat menangis."Jangan berpura-pura. Kau tidak bisa mengelabuiku. Ayolah, aku tidak bisa melihat wajah itu." Anggara semakin memegang kepalanya ketika Pen mulai sesenggukan. Dia tidak bisa melihat wanita menangis. Apalagi anaknya sendiri.Sebelum bertemu dengan Pen, Anggara sosok yang sangat dingin dan super jutek. Semua orang dianggapnya rendah. Bahkan saat berjalan pun, dia tidak pernah memandang semua orang. Tapi, semua berubah sejak d
Terakhir Diperbarui : 2023-07-23 Baca selengkapnya