Home / Romansa / MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of MENIKAH DENGAN PACAR SAHABAT: Chapter 11 - Chapter 20

75 Chapters

10. Selamat Tinggal Tanah Kelahiran

Andai rejekiku sudah habis diturunkan dari langit, tentu amalanku juga akan tertutup untuk menaikkan ke sana. Itu pertanda, namaku tinggal kenangan di pahatan batu nisan. -----Motor berhenti di masjid, tak jauh dari lorong masuk ke kampung halamanku. Rumah ibadah ini memang paling sering kusinggahi ketika masih kuliah dulu, sampai marbotnya sudah mengenalku. Aku mengambil wudu sebelum masuk, dan langsung melaksanakan dua rakaat. Meski jauh dari kriteria wanita solihah, diri berusaha menjalankan sunnah sebagai pengganti ibadah wajib yang tertinggal. Ya, beginilan caraku mengharap ketenangan. Apalagi dalam masalah yang besar menekan jantung seperti sekarang. Andai tak ada setitik iman di dalam dada, mungkin aku sudah mencari jembatan untuk melompat ke bawah, mengakhiri segala derita, atau minum obat terlarang untuk mengosongkan pikiran. Astagfirullah hal adzim. Jangan sampai Ya, Allah. Selesai mendirikan rakaat, badan kusandarkan di tiang msjid sambil memegang ponsel. Siapa tahu a
last updateLast Updated : 2023-07-04
Read more

11. Was-was

Dalam perjalanan, tak ada pembicaraan yang menjurus antara aku dan Reta tentang masalahku, begitupun setelah salat berjamah qashar di mushalah yang disediakan. Mungkin dia menunggu kesiapan dan ketenanganku.Reta terkadang mengajak melucu atau menggoda tukang jajanan di kapal, hingga membuat aku dan penumpang lain ikut tertawa. Anak itu memang supel, energik, lincah, dan berjilbab modis. Sungguh berbanding terbalik denganku yang pendiam, introvert, dan berbusana longgar dengan jilbab lebar. Mungkin itu juga salah satu alasan Mas Rio jauh lebih memilih Marta daripada aku. Ah, mengingat sejoli tak bernurani itu, menciptakan pergolakan di dadaku. Kapal Feri bersandar setelah kurang enam jam melewati lautan. Hari telah gelap, jam menunjuk delapan malam. Setelah beristirahat dan makan sejenak, kami melanjutkan perjalanan dengan mengendarai mobil khusus penumpang. Jam sebelas tiga puluh, kami berpindah mobil lagi. Kali ini Reta berdebat dengan sopirnya."Kenapa nggak sekalian aja nyampe, b
last updateLast Updated : 2023-07-06
Read more

12. Alurnya Beda, Sakitnya Sama

"Di dalam kulkas banyak sayur dan makanan lainnya. Kamu masak itu juga," ujarnya membuyarkanku dari terpakuan, "Oo, ya, saya Gading, kakaknya Reta," katanya mengulurkan tangan, aku spontan bernafas lega. "S-saya Bulan, Mas," jawabku gagap efek salah sangka, pun tetap kutangkupkan tangan depan dada sebagai tanda penghormatan. Dia menarik lengannya kemudian berlalu dengan senyum samar di bibirnya.Setelah masakan jadi aku membangunkan Reta yang masih tidur-tiduran tanpa melepas mukena. "Makan, yuk!" Matanya langsung membulat mendengar kata makanan. "Yes!" serunya spontan bangkit. Aku menggeleng melihat polahnya. Anak ini, untung badannya tidak gemuk. Baru saja hendak menghempaskan bokong di kursi makan, Reta berlari saat mendengar suara mesin mobil menyalah, pun aku mengikutinya mengira ada kejadian. "Makasih yah, Bang! Lope-lope buat yu," katanya setelah meraih sebuah kunci dan beberapa lembar uang merah dari Mas Gading. Lelaki berpakaian dinas itu tersenyum masam, lalu mengangguk k
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

!3. Hamil di Tanah Rantau

Dua pekan kemudian toko di samping 'Reta's Shoes" terpampang nama 'Pare Bangunan.' isinya berbagai macam alat-alat bangunan. Tehel, palfon, seng, wastafel, de el.el. terlalu banyak kalau disebutin, datang saja sendiri lihat, tokonya di jalan trans, pinggir jalan umum. Pengadaan barang bangunan ini tidak terlalu rumit. Namaku yang sudah dikenal di pusat pengambilan barang, sangat memudahkan. Apalagi aku pake nama toko keluarga di Parepare, jadi kesannya seperti cabang. Hanya harga yang naik sedikit karena jarak pengiriman. Cukup modal kepercayaan saja, setiap bulan tak boleh telat transfer walau cuma sehari. Nikmat mana yang aku dustakan? Semua usaha kami tempuh dalam Jangka lima bulan untuk mengiklankan toko, bukan kaleng-kaleng. Mempromosikan lewat FB, tiktok, intagram, koran, ke pasar-pasar, semua instansi, memasang baliho dari berbagai ukuran sepanjang jalan kenangan. Tim kampaye pemiliihan anggota dewan, kalah oleh kami. Semua pengendara yang melewati toko dapat kertas promosi.
last updateLast Updated : 2023-07-07
Read more

14. Berdamai dengan Takdir

Hening ....Hanya suara isakan aku dan Reta terdengar. Pelan Mas Gading duduk melantai dekat dinding, sama tempatku bersandar. Dia menatapku dari jarak dua meter. "Semua orang ada masalahnya, Bulan. Tapi menyelesaikan persoalan dengan mengakhiri hidup tidak benar. Apa bedanya kita dengan orang kafir? Hanya siksa abadi di neraka yang kita dapat setelahnya. Sungguh merugilah dengan amal ibadah selama ini." Kalimat lelaki enam tahun di atasku itu, sukses membuat badanku berguncang hebat. "Banyak orang di luaran sana menginginkan anak, sampai operasi dengan mengeluarkan dana ratusan juta. Karena itu harta termahal di dunia. Kenapa kamu menolaknya? Tak sedikit orang yang bisa melahirkan, mendidik, dan menghidupi darah daging mereka dengan status orang tua tunggal. Kenapa kamu malah down begini? Jangan membiarkan sakit hati, membuatmu menyesal seumur hidup. Pikirkan orang tua, saudara-saudara, Reta, bahkan aku yang menyangimu."Mas Gading menatapku kian teduh. Lalu merangkai senyuman da
last updateLast Updated : 2023-07-10
Read more

15. Inikah Saatnya Raga Diambil?

"Kamu nggak perlu pulang, Ta. Biar aku yang antar Bulan periksa," telepon Mas Gading ke Reta, sosoknya tiba-tiba muncul dengan pakaian dinas, mobilnya sudah diparkir di pinggir jalan, saat aku duduk menunggu di teras sambil melihat perkembangan toko lewat aplikasi di HP. Nampaknya lelaki yang dikagumi banyak wanita itu, tahu jadwal kontrolku. "Tidak usah merepotkan diri, Mas. Apa kata orang nanti pegawai pemerintah, kok, keluyuran di jam kantor?" ujarku memasukkan ponsel di saku."Paling aku jawab, lagi antar istri," Dehgt, jawaban Mas Gading sukses membuatku tersedak dengan liur sendiri, pun wajahku memerah akibat batuk. Apakah ini alasan dia bersikap aneh akhir ini? Ini tidak boleh tejadi, kesalahan besar jika yang kupikirkan itu benar."Ayok! Ntar, aku dapat hadiah kata mutiara dari atasan kalau telat pulang," ujarnya menyadarkanku dari terpakuan. Ah, kenapa lelaki aneh ini semakin aneh, yang semakin membuatku salah kaprah."Bulan nggak bisa, Mas. Fitnah!" tolakku halus. Wajahnya
last updateLast Updated : 2023-07-13
Read more

16. Kenang Pahit yang Tak Lekang Waktu

"Cara gendong bayi bukan gitu, Bang!" Sini, sini, ma tante, Sayang. Jangan mau ke Om Gading, gara-gara dia kamu hampir celaka." Reta mendekat dan mengambil alih bayi di gendongan Mas Gading, yang memang terlihat tegang, nyaris tidak goyang di duduknya. Wajarlah, belum pengalaman. Dia menarik senyum kecut mendengar kalimat terakhir adiknya. Aku terpaksa melahirkan caesar. Stres hampir menyebabkan pendarahan. Untung kejadiaannya tidak jauh dari rumah sakit, jadi cepat ditangani. Tak mampu membayangkan andai .... Ah, sudahlah, tak perlu disesali. Yang penting malaikat kecilku telah lahir dengan selamat. Mas Gading terlihat menunduk, kuyakin ucapan Reta sukses membuat dia bersalah. Aku tak tahu kenapa wanita bergincu merah itu sangat marah. Toh, kami tidak ngapa-ngapain. Tak membuncit lagi ini perut, aku nggak mungkin merampas calon suaminya. Apalagi...? Huft, cinta memang sering membuat orang buta, pun membuat kehilangan simpati, Seperti Mas Rio dan ...? Arght ...! Inilah efek luka d
last updateLast Updated : 2023-07-14
Read more

17. Salah Sangka Berujung Malu

Kami pulang setelah tiga hari di rumah sakit. Aqiqah dimasukkan ke pondok pesantren sekitar lima puluh kilo dari rumah Reta. Lokasinya berada di kaki bukit yang dapat kami tangkap mata dari sini. Itu kata Mas Gading yang sempat beberapa kali ke sana. Ada dua alternatif melakukan sunnah ini, menghemat tenaga, juga bersedekah makanan pada anak-anak penghapal Kalam Ilahi di pondok tahfidz, semoga semuanya bernilai pahala di hadapan Allah.Ulul Azmi, dipanggil Azmi, itulah nama yang diberi Reta, sementara Mas Gading tidak komplein. Aku setuju menerima saja, selain artinya bagus, Azmi juga adalah nama penyanyi berbasic sholawatan, Gus Azmi. Hatiku senyumi-senyum sendiri membayangkan putraku akan seperti dia. Tumben juga dua saudara itu tidak berdebat dulu atas pemberian nama itu? Malah seperti kompak? Padahal, sejak Azmi lahir, mereka berdua paling heboh, pun pendapatnya harus terjadi. Atau jangan-jangan di balik nama itu ada sesuatu yang istimewah? Entahlah."Adeknya Nailah ..." Gadis ke
last updateLast Updated : 2023-07-16
Read more

18. Abinya Nailah

Cepat melajukan motor yang kuambil saja tadi. Mudah-mudahan tidak dituduh seperti yang kulakukan pada abinya Nailah. "Maaf, maaf banget, Mas. Aku benar-benat kepepet tadi," ujarku dengan menangkupkan tangan sebagai permohonan maaf pada lelaki yang memakai helm, yang sementara celingak-celinguk mencari motornya, dari penampilan kemungkinan pegawai koperasi.Dia kemudian berlalu setelah memeriksa roda duanya, lalu berlalu tanpa sepata kata, yang sukse membuatku merasa bersalah. Lengkaplah sudah keteledoranku ini hari.Sore hari, Reta dan Mas Gading belum pulang. Biasanya di waktu-waktu begini mereka berebutan menggendong Azmi, keluar jalan-jalan atau kadang membawanya bercengkrama depan rumah. Kali ini aku memutuskan membawanya sendiri, minimal duduk-duduk di teras.Baru berapa menit meletakkan bokong sambil melantunkan salawat pelan, dadaku berdebar keras melihat mobil putih menuju ke mari. Semakin dekat irama jantung menggila mengetahui siapa pengemudinya. Orang yang kutuduh tadi sia
last updateLast Updated : 2023-07-18
Read more

19. Efek Tak Mengakui Kecerobohan

"Sudah tanya abi dan Simbah?" tanyaku yang diangguki Nailah cepat."Hore ..., kita lets go!" Heboh Azmi dan Nailah ketika motor telah melaju. Sampai di tujuan, toko sudah terbuka. Pak Saleh menjadi orang kepercayaanku mengurus dan menjaga beserta semua isinya, kecuali bagian kasir hanya aku dan Reta yang boleh di area sana. Mungkin kalau darurat, lelaki kepala empat itu akan jadi pengganti. Toko diistirahatkan selama waktu salat. Semua pekerja diminta menunaikan kewajibannya sebagai hamba. Bukan sok agamais yang dikejar. Menjalankan perintah, itu yang kami mau biasakan."Ada yang nyari di luar, Bu!" ujar Pak Saleh dari luar bersamaan dengan suara ketukan pintu. Ah, bapak itu, sudah kuminta jangan panggil ibu, masih juga tak bisa berubah. Padahal umurku belum terlalu tua, dua puluh empat tahun tujuh bulan, jauh dibawa usia Pak Saleh. Terserah beliau sajalah, yang penting dia bahagia. Atas toko bangunan ini, sengaja direnov. Ada satu kamar pribadiku bersama anak-anak, satu kamar unt
last updateLast Updated : 2023-07-20
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status