Home / Pernikahan / WARISAN YANG DIRAMPAS / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of WARISAN YANG DIRAMPAS : Chapter 71 - Chapter 80

82 Chapters

71. Bu Nuning

"Kata Bi Nurma kalian kerja di bengkel?""Ya Ma, bukan kerja sih, aku cuma bantu-bantu dan banyak ngeliatin Paman Fikri dan karyawannya kerja. Kalau cuma tambal ban sih, aku udah bisa. Tapi untuk benerin mesin masih jadi asisten," jelas Reno sambil berbinar, menandakan kalau ia sama sekali tidak terpaksa mengerjakannya."Siapa yang nyuruh kalian bekerja seperti itu?""Nggak ada, kok, aku yang mau. Daripada aku engga ada kerjaan di rumah, lebih baik aku diam di bengkel. Sekalian bisa dapat ilmu. Nanti kalau sudah selesai SMA, aku bisa kerja. Siapa tahu aku bisa membiayai kuliahku sendiri."Mbak Ira terdiam mendengar ucapan Reno yang penuh harapan tentang pendidikannya. Mungkin ia merasa tidak mampu membiayai sekolah anak keduanya itu."Saya permisi ke belakang dulu, Mbak," pamit Mas Fikri merasa tidak berkepentingan diam di sini."Ya," jawab Mbak Ira singkat."Sekarang Mbak Ira percaya 'kan, kalau mereka tidak dipaksa. Lagi pula, mereka tinggal di sini sudah hampir satu bulan. Kalau ak
Read more

72. Rahasia Ibu

"Aku Nuning. Wahyuningsih," ucap wanita itu dengan suara yang hampir tidak terdengar. Hampir tidak percaya, untuk beberapa saat, aku hanya memandangi wanita yang baru saja mengaku bernama Wahyuningsih itu.Apa benar ini ibu kandungku? Wajar jika aku tidak mengenalinya, sebab belum sekalipun aku bertemu dengan beliau. Wajah yang kulihat di foto saat mereka menikah tiga puluh tahun yang lalu sama sekali berbeda dengan yang sekarang ada di hadapanku. Aku memakluminya, tiga puluh tahun itu bukan waktu yang sebentar, aku saja sudah seperti ini, tentu banyak perubahan yang terjadi pada Ibu."Apa benar Ibu adalah Bu Nuning yang dari Cirebon itu?" Aku ingin memastikan bahwa pengakuan wanita ini memang benar."Kalau ayahmu bernama Nur Rahman dan ibu sambungmu bernama Farida, berarti benar kamu adalah anakku. Anak yang tidak bisa kuasuh dan kubesarkan. Bahkan untuk menemuinya pun aku tidak diizinkan." Bu Nuning menunduk, jelas terlihat kalau wanita ini sedang mencoba kuat.Sekarang aku merasa
Read more

73. Ingin Kamu

Pov IraDengan perantara Salsha, akhirnya hari ini aku bertemu dengan Anjas di sebuah rumah makan. Sejak aku menikah, ini pertama kalinya aku bertemu berdua dengannya. Biasanya kami berkumpul rame-rame dengan teman-teman, itu pun aku harus berbohong pada Mas Usman sebab dia mengetahui perihal hubunganku dengan Anjas sewaktu kuliah dulu. Sebenarnya aku ragu bertemu dengan pria ini lantaran aku yang dulu meninggalkannya lalu menikah dengan mas Usman. Saat itu Anjas hanya seorang sarjana yang baru saja wisuda dan belum memiliki pekerjaan, sementara Mas Usman sudah siap nikah dan punya pekerjaan. Jelas saja aku memilih pria mapan bukan yang makan saja masih menerima bantuan dari orang tuanya.Tak kusangka karir Anjas meroket hingga kekayaannya bisa melebihi kami. Selain bekerja di perusahaan asing, Anjas juga merintis usaha kulinernya berupa beberapa resto. Beberapa waktu yang lalu pria ini pun kerap menyindirku yang dulu meninggalkannya demi seorang pria mapan. Saat ini pun sebenarnya
Read more

74. Membalas

Setelah memarkir mobil di halaman rumah utama, aku bergegas menuju bagian belakang bangunan ini, di mana Mas Usman pasti tengah menungguku. Ponselnya sudah bisa menyala, tadi sebelum aku pergi dia mencoba menggunakannya ternyata bisa dengan tangan kiri. Aku memintanya untuk menghubungiku jika Mas Usman ada keperluan mendesak. Tapi sampai aku selesai bertemu dengan Anjas, Mas Usman tidak ada menelepon. Itu artinya dia baik-baik saja di sini.Pintu ruangan tempat kami tinggal masih tertutup rapi, persis seperti tadi saat kutinggalkan. Itu artinya tidak ada orang yang masuk ke sini setelah aku pergi. Namun sesaat sebelum aku membuka kunci, aku mendengar suara dari dalam. Suaranya Mas Usman, sepertinya dia sedang meneleponku. Lama kutunggu, tidak ada panggilan masuk ke ponselku. Karena penasaran, aku menajamkan pendengaran. Tapi Mas Usman sepertinya tengah berbincang walau dengan suara tidak jelas. Tapi dengan siapa? Walau penasaran aku tidak buru-buru membuka pintu, malah aku tempelkan
Read more

75. Fakta Suamiku

Tak lama kemudian sebuah foto muncul dan aku sontak terbelalak. Bukan foto Rani yang dikirim oleh kontak ini, melainkan poto seorang wanita bersama seorang anak kecil. Dan sepertinya wajah ini familiar di mataku, tapi siapa?Astaga! Ini 'kan Zara bersama anaknya yang bernama Zidan. Zara yang kutemui mondar-mandir di depan ruang perawatan Mas Usman tempo hari. Saat itu dia bercerita kalau Zidan ingin bertemu dengan Papanya yang sudah meninggal dan dulu dirawat di ruangan Mas Usman. Lalu ... ini apa?Jangan-jangan cerita Zara itu bohong, dia hanya mencari alasan supaya tidak ketahuan. Apa mungkin Zara dan Mas Usman ada hubungan dan anak itu .... Tiba-tiba pikiran buruk memenuhi kepalaku. Dia memanggil Mas Usman dengan sebutan Papa. Aku merasa tubuhku jadi ringan untuk saja tidak sampai hilang kesadaran. Astaga! Kenapa aku bisa tertipu oleh perempuan lugu seperti Zara. Aku membuang napas perlahan lalu mengusap dada. Aku harus tetap tenang dan mengorek informasi dari Zara sendiri.Kuberi
Read more

76. Sepakat

Aku memejamkan mata sambil menjerit. Dalam pikiranku, motor itu pasti tertabrak oleh mobilku. Baru setelah itu aku sempat menginjak rem hingga roda pun berhenti berputar. Aku membuang nafas kasar sambil menajamkan pandangan ke depan. Tidak ada motor yang tergeletak di depanku, apa mungkin motor itu berada di bawah mobil. Karena panik aku keluar dan langsung melihat ke kolong, namun tidak ada apa-apa. Sementara klakson yang berasal dari mobil di belakangku terus-menerus berbunyi."Nyari apa, Bu?" tanya seorang pedagang kaki lima yang berjualan di pinggir jalan."Barusan saya lihat ada motor nyelonong keluar dari gang. Saya tidak sempat menginjak rem, saya kira motor itu tertabrak." Aku masih sedikit menunduk memperhatikan bawah mobil."Oh, motor barusan yang dikendarai anak-anak? Itu udah lari, Bu. Dia tancap gas, sempat kami teriaki juga. Untung saja dia tancap gas, kalau nggak dia pasti kena bemper mobil Ibu," ujar Abang itu sambil memperagakan dengan tangannya.Aku membuang napas le
Read more

77. Perhatian

Aku kembali mengernyit, pasalnya aku tidak tahu di mana letak pabrik itu. Apakah dekat dengan tempat tinggalku atau jauh. Aku juga sedang berpikir kalau aku bolak-balik sayang uang untuk ongkosnya ditambah lagi waktu yang terbuang."Tempatnya masih dekat sini, kamu juga tidak akan kehilangan banyak waktu untuk bolak-balik." Anjas seperti yang mengerti apa yang sedang aku pikirkan. Tapi benar juga, untuk kedepannya Aku bingung dengan biaya hidup kami. Jika aku tidak menerima tawaran ini, maka aku harus mencari pekerjaan lain. Pada akhirnya sekarang memang aku yang harus mencari nafkah. Lagi pula, jika bekerja pada orang lain, belum tentu bisa mendapatkan keringanan seperti ini."Baiklah, aku terima tawaran kamu." Aku sudah memutuskan dan mengatakannya setelah selesai makan. Pertimbangannya adalah, Anjas itu temanku, dia sudah memberi keringanan dan aku bisa bernegosiasi sama dia. Baik itu masalah pekerjaan ataupun uang."Oke, kamu tidak perlu membicarakannya dulu dengan suamimu."Aku t
Read more

78. Sikap Diah

Aku tidak berani menoleh hingga go-jek yang membawaku berhenti di depan rumah Halim. Kutahu mobil pria itu terus mengikutiku dan melesat setelah memastikan aku sampai pada tujuan.Mas Usman tengah tertidur ketika aku masuk ruangan. Letak ponselnya pun berubah, aku yakin mereka berkomunikasi lagi ketika aku pergi tadi. Sakit kembali kurasakan, tapi mereka juga pasti lebih tersiksa menahan rindu. Sambil menunggu Mas Usman bangun aku mulai mencari-cari rumah kontrakan yang murah dan dan bagus. Tak kalah penting juga lokasinya tidak jauh dari sini. Tak lupa aku juga mengecek saldo yang tadi ditransfer oleh Anjas. Ternyata jumlahnya lumayan besar. Dia bilang ini dua kali lipat dari harga mobil itu. Aku sendiri tidak paham berapa harga mobil tersebut. Kalau dibilang tidak enak, jujur saja aku tidak enak menerima uang sebanyak itu dari Anjas. Meskipun akadnya jual beli, tapi itu lebih banyak dari harga seharusnya. Saat ini memang aku sangat membutuhkan uang itu minimal Aku punya tempat tin
Read more

79. Terpaksa Membayar

Diah terus memaksa, meskipun aku sudah menolak. Bahkan mobilnya tidak bergeser satu senti pun. Karena tak enak, juga khawatir ia curiga, akhirnya aku masuk mobil."Mbak Ira sebenarnya mau ke mana, sih?" tanya Diah ketika aku sudah duduk di sampingnya dan mobil pun melaju."Mau ke depan," jawabku singkat."Iya orang jalan itu pasti ke depan, kalau ke belakang itu namanya mundur. Dari tadi ditanya, jawabnya ke depan mulu." Diah terdengar kesal. Aku menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal, bingung juga apakah harus terus terang pada Diah bahwa aku akan melihat rumah kontrakan atau diam saja."Aku mau melihat rumah kontrakan." Akhirnya aku memilih untuk jujur."Jadi sudah dapat?" tanya Diah datar."Belum sih, semalam aku coba nyari-nyari di media sosial dan ada beberapa yang sepertinya sesuai dengan keinginan. Jadi rencananya hari ini mau lihat-lihat dulu.""Kalau begitu sekalian aku anterin saja, biar nanti kalau Mbak Ira pindah aku jadi tahu tempat tinggal kalian."Aku menoleh, me
Read more

80. Kisah Ibu

Pov NurmaSebelum subuh Ibu sudah bangun. Ketika aku turun, bahkan Ibu sudah berada di dapur. Sepertinya dia akan menyiapkan sarapan. Ada rasa tidak enak melihatnya harus sibuk pagi-pagi buta di rumah anaknya sendiri."Biar aku saja, Bu. Ibu duduk saja, ya. Sekarang 'kan sudah ada aku, Ibu tidak perlu bekerja lagi." Tak tega aku melihatnya harus mengerjakan pekerjaan rumah."Tidak apa-apa, Ibu sudah biasa mengerjakannya. Jadi kalau Ibu diam saja malah merasa tidak enak," jawabnya bersemangat."Ya sudah, tapi Ibu jangan mengerjakan yang berat-berat, ya."Aku tidak ingin mematahkan semangatnya, yang penting Ibu tidak merasa tertekan. Akhirnya kubiarkan dia mengerjakan sebagian pekerjaan, meskipun tetap saja aku yang dominan. Mungkin dengan cara itu Ibu bisa sedikit terhibur, menghabiskan waktu bersamaku yang selama tiga puluh tahun ini tidak pernah dia dapatkan."Siapa yang menyukai kerupuk?" tanya ibu ketika melihat satu toples besar kerupuk di meja makan."Kami semua suka, Bu. Dulu Ma
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status