Home / Pernikahan / WARISAN YANG DIRAMPAS / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of WARISAN YANG DIRAMPAS : Chapter 61 - Chapter 70

82 Chapters

61. Pulang Kampung

Setelah mengantar Rani dan Reno kembali ke rumah, aku dan Mas Fikri harus pergi ke tempat aktivitas masing-masing. Hari ini aku izinkan Reno tinggal di rumah untuk menemani Rani yang sepertinya sangat terpukul dengan kejadian ini. Bahkan Rani terlihat lebih sedih ketika melihat rumahnya terbakar daripada mendengar Papanya sakit. Dari sini aku bisa menyimpulkan, bahwa selama ini hubungan Bang Usman dengan anak-anaknya tidak begitu dekat. Begitupun dengan Mbak Ira. Anak-anaknya, terutama Rani dan Reno hanya sebatas takut kepada orang tua mereka. Itu sebabnya selama ini mereka cenderung penurut."Fikri, sepertinya Emak sudah sangat rindu kampung." Emak menyusul kami ke halaman ketika baru saja aku pamit ke pasar."Lho, katanya mau seminggu? ini belum juga genap sudah minta pulang." Mas Fikri mengurungkan langkahnya yang hampir saja sampai ke dekat mobil. Dari semalam Emak memang sudah terlihat rindu kampung ketika kami bakar jagung. Sepertinya sejak saat itu emak malah terus kepikiran k
Read more

62. Bukan Beban

"Iya. Saya sedang nemenin Gibran main bola di luar, tiba-tiba ada go-jek berhenti dan anak itu turun nanyain rumahnya Mbak Nurma. Aku bilang aja, rumahnya ini, tapi orangnya pada pergi. Dia juga nanyain Rani dan Reno, saya bilang mereka pergi juga. Dia minta alamat toko Mbak Nurma, katanya mau nyusul. Tapi setelah saya bujuk, akhirnya dia mau menunggu di sini. Saya suruh istirahat setelah makan. Kasihan sekali sepertinya dia tidak makan dari pagi," tutur Mbak Hesti panjang lebar.Mendengar penjelasan Mbak Hesti aku hanya mampu mengelus dada. Tepat seperti dugaanku. Itu juga yang menjadi alasan aku ingin mengajak Rendi ke sini. Mbak Ira dan Mbak Diah itu sama-sama perhitungan. Tidak ada istilah balas budi. Apalagi tanggung jawab. Maunya saat enak saja, apabila sedang kesusahan mereka sontak tidak saling kenal."Ya Allah, makasih banget ya, Mbak. Dia itu adiknya Rani dan Reno, Papanya sekarang ada di rumah sakit, semalam rumahnya kebakaran. Kemarin aku sudah ngajak dia ke sini tapi ibun
Read more

63. Zidan

Pov IraHari ini aku mendapat laporan dari Diah kalau kemarin Rendi tidak pulang ke rumahnya sehabis sekolah. Diah juga mengatakan, malam sebelumnya Rendi terus menerus mendapat telepon dari kakaknya yang mengajak Rendi tinggal bersama mereka. Kalau begitu, bisa jadi si Nurma yang menjemput Rendi ke sekolah.Nurma benar-benar ingin menguasai keluargaku. Kalau sampai Rendi tinggal bersama mereka juga, itu artinya semua anakku akan rusak. Bahkan bukan tidak mungkin mereka akan membenciku juga papanya. Ini tidak bisa dibiarkan. Tapi saat ini aku tidak bisa berbuat apa-apa. Diah juga tidak bisa kuandalkan, ia beralasan ketika aku minta tolong untuk menjemput Rendi di rumah Nurma. Aku hampir frustasi ketika melihat keadaan sekarang. Harapan Mas Usman untuk sembuh seperti biasa sangat kecil, mengingat orang-orang yang terkena stroke seperti ini sulit sekali disembuhkan. Sedangkan aku di sini hanya bengong tanpa bisa berbuat apa-apa untuk keluargaku. Bosan berada terus di ruangan ini sepan
Read more

64. Tak Ada Tempat

Jadi pantas jika mereka tidak merasa dekat dengan kami, hingga cenderung tidak peduli. Ketika Rani dan Reno kecil, aku sering menitipkannya pada ibu dan Nurma karena tidak ingin kehilangan momen bersama teman-temanku. Begitupun Mas Usman yang selama ini hanya kerja dan kerja hingga larut malam, bahkan kadang hari libur pun dia pergi ke luar kota. Hampir tidak pernah punya waktu untuk piknik bersama keluarga."Mbak Ira? Apa Mbak baik-baik saja?"Aku tersentak mendengar Zara bertanya sambil menyentuh tanganku."Ya, saya baik-baik saja. Maaf.""Mbak Ira sendirian menunggu suaminya?""Iya, anak-anak saya sudah besar, mereka bersekolah jadi tidak ada yang bisa menemani." Hatiku seperti tercubit ketika mengatakan itu. Mereka bukan karena sibuk bersekolah tapi memang tidak peduli."Alhamdulillah, sudah pada besar-besar itu artinya sudah bisa mandiri dan mengurus diri sendiri. Jadi, meskipun orang tua dalam keadaan sakit, kita tidak khawatir mereka akan terlantar. Saya malah bingung, setelah
Read more

65. Tanpa Belas Kasihan

"Maaf Mbak, aku sedang ada kerjaan. Nanti kita bicara lagi di rumah."Tanpa menunggu jawaban dariku, Halim mengakhiri panggilan.Aku beralih pada Mas Usman, sepertinya dia mendengar pembicaraanku dengan adiknya barusan."Tanggapan Halim, kok dingin ya, Pa. Masa iya dia tega menolak kita." Aku berbicara sendiri tanpa menoleh. Sekarang kami berada di ruang tengah rumah Halim.Mas Usman menjawab dengan bahasa yang tidak kupahami. Pria di atas kursi roda itu tertunduk, sepertinya ia menangis."Sudahlah, Mas, jangan cengeng! Permasalahan ini tidak akan bisa diatasi hanya dengan menangis. Sekarang Papa jangan banyak tingkah, kita bisa makan pun sudah untung. Setelah ini Mama harus memutar otak, mencari cara bagaimana supaya kita bisa tetap makan."***Menjelang magrib Diah dan Halim datang secara bersamaan. Anak-anak mereka pulang sekolah dari tadi, tapi kedua anak gadis itu pun sama sekali tidak merespon kehadiranku dan Mas Usman. Mereka langsung masuk ke kamar dan tidak keluar lagi, makan
Read more

66. Penunggu Pohon

Tepat ketika aku berada di bawah pohon tersebut, tiba-tiba tubuhku menegang ketika mendengar suara sesuatu yang terbang di atas kepalaku. Sontak aku berhenti, tubuhku tak bergerak tapi mata melirik ke kanan kiri. Panik. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku harus memberanikan diri untuk mendongak melihat makhluk apa yang barusan lewat di atas kepalaku hingga menimbulkan suara dan sedikit angin.Akan tetapi, baru saja aku akan mengangkat wajah ini, sesuatu jatuh mengenai hidungku. Apa makhluk itu sedang mengerjaiku. Tiba-tiba tengkukku terasa berat, jangan-jangan di atas sana ada makhluk yang sedang mengawasiku."Aaa .... "Bugh!!"Aduh!"Karena panik aku sontak mengambil langkah seribu. Tapi naas, puving block yang berada di bawah pohon rambutan ini ternyata banyak lumutnya lantaran jarang terkena sinar matahari disebabkan daunnya yang rindang. Aku terpeleset dan jatuh tengkurap, wajahku pun sukses mencium puving block. Untuk beberapa detik aku berdiam diri sebelum kemudian sus
Read more

67. Pembantu Julid

Setelah berkata seperti itu, Diah pun beranjak pergi dengan satu hentakan, menandakan kalau dia kesal.Aku beralih pada Bi Sarni setelah terdengar suara tawanya yang cekikikan."Ini lagi, puas melihat majikanmu marah-marah padaku?""Lagian, Bu Ira ini lebay banget." Bi Sarni kembali tertawa."Orang ketakutan dibilangin lebay?""Sebelum takut itu mikir dulu, Bu."Sarni berjalan ke arah meja makan hendak melanjutkan makannya. Tapi aku buru-buru meraih tangannya."Apa maksudnya mikir dulu?" Aku mengguncangkan lengannya.Sarni menarik tangannya dengan paksa hingga terlepas. Ia menatapku kesal."Bu Ira ... pohon rambutan itu sedang berbuah, udah pada mateng juga sebagian. Kalau malam-malam begini, di pohon itu banyak bergelantungan makhluk. Tahu 'kan makhluk apa yang doyan buah-buahan? Ke-le-la-war! Karena makhluk kasat mata itu mana doyan rambutan? Doyannya ibu-ibu cerewet seperti Bu Ira ini." Dengan lancangnya Sarni menunjuk ke arah dadaku."Kamu ngeledek?""Fakta, Bu!""Awas aja!""Apa?
Read more

68. Mantan Kekasih

"Ya sudah, terserah kamu saja. Mama cuma mau bilang kalau Mama mau menjual mobil supaya secepatnya pindah dari sini. Mama nggak tahan kalau harus tinggal di gudang terus, bau apek dan banyak nyamuk.""Maaf bukannya Rani tidak mau bantu, tapi saat ini Rani juga numpang. Mama seharusnya bersyukur biaya sekolah Reno dan Rendi ditanggung oleh Bi Nurma, padahal kalian sudah jahat sama dia. Coba Mama bayangkan, seandainya kami tidak tinggal di sini, mau di mana? Apa kami akan jadi anak jalanan. Om Halim yang Mama banggakan itu ternyata tidak bisa menolong kita di saat seperti ini. Seharusnya Mama minta maaf sama Bi Nurma dan suaminya, karena Mama sudah berbuat dzolim pada mereka.""Halah, sudahlah, Ran. Kamu nggak usah ceramah panjang lebar, yang sekarang Mama butuhkan itu bukan nasihat kamu, tapi tempat tinggal dan pekerjaan. Supaya Mama bisa melangsungkan hidup."Si Rani sudah mirip si Reno aja, sok-sokan menasehati Mamanya. Padahal dia belum tahu bagaimana pahitnya hidup. Anak kemarin so
Read more

69. Pov Nurma

"Ada telepon?" tanyaku sambil mengambil benda itu dari tanggal kecil Naya."Huum." Naya mengangguk beberapa kali."Dari siapa!" tanya Mas Fikri sambil mengintip."Dari Pak RT, tetangganya bu Nuning." Mataku berbinar melihat nomor itu, berharap ada kabar yang disampaikan oleh pria itu. Tak membuang waktu aku pun langsung menggeser tanda hijau dan segera mengucap salam."Maaf, Neng Nurma, jika saya mengganggu," ucap Pak RT setelah menjawab salamku."Sama sekali tidak menggangu, Pak. Gimana Pak, apa sudah ada kabar mengenai Bu Nuning." Aku langsung bertanya perihal kabar Bu Nuning, sebab urusanku dengan beliau hanya soal ibu kandungku itu."Eum ... begini Neng Nurma, tempo hari ada salah satu kerabat Wahyuningsih yang datang ke sini. Dia bilang kalau bu Nuning sudah tidak tinggal lagi bersamanya. Katanya ikut saudaranya yang lain. Tapi ketika saya mau nanya saudara yang mana dan di mana tinggalnya, dia keburu menerima telepon dan pergi. Hingga dia kembali ke kota, saya tidak ketemu lagi.
Read more

70. Asisten Rumah Tangga

"Mau ya, supaya kamu tidak capek dan bisa kerja dengan tenang. Atau kalau tidak mau mencari asisten, kamu berhenti di toko dan percayakan sama anak-anak." Mas Fikri kembali membujukku."Aku tidak bisa melepaskan toko begitu saja pada anak-anak, mereka itu masih perlu diawasi." Aku sendiri tidak bisa memilih antara toko dan anak-anak. Meski memang Naya dan Nisa adalah prioritas, tapi toko itu juga baru saja dirintis."Ya sudah, kalau begitu cari asisten rumah tangga saja."Karena Mas Fikri terus mendesak, akhirnya aku setuju untuk mencari asisten rumah tangga. Awalnya aku menghubungi agen tapi tidak menemukan orang yang cocok. Rata-rata mereka masih muda dan berpenampilan kurang sopan. Alasanku yang sebenarnya tidak mau mempekerjakan orang yang masih muda itu bukan karena takut Mas Fikri tergoda. Aku percaya kepada suamiku itu. Hanya saja aku mengutamakan orang yang berpengalaman, terutama dalam pengasuh anak. Selain itu, minimal orang yang mengerti agama, supaya bisa mengajari anakku
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status