Semua Bab Dinikahi Profesor Galak: Bab 11 - Bab 20

155 Bab

11. Selalu tak Terduga

Uhuk! Uhuk! Intan langsung tersedak setelah mendengar ucapan Zein. Mereka memang sudah dijodohkan. Namun, jangankan pernikahan, pertunangan saja belum dibahas. "Lho, kenapa, Tan? Hati-hati makannya!" ucap Dimas, tanpa dosa. Ia belum tahu bahwa Intan adalah calon istri Zein. Zein menyunggingkan sebelah ujung bibirnya saat melihat reaksi Intan setelah mendengar ucapannya barusan. Ia senang menggoda Intan seperti itu. ‘Pasti kamu senang karena pernikahan kita akan segera terlaksana, kan?’ batin Zein. Ia selalu over percaya diri. Intan pun segera mengambil air mineral dan meneguknya. "Gak apa-apa, Dok," jawab Intan setelah tenggorokkannya kembali netral. Namun wajahnya terlihat merah padam. 
Baca selengkapnya

12. Selalu ada Kejutan

Deg! Tubuh Intan membeku kala Zein mengukungnya dari belakang. Apalagi saat ini tangannya sedang digenggam oleh Zein. Bukan hanya Intan. Seluruh orang yang ada di ruangan tersebut pun sangat terkejut. Ini kali pertama mereka melihat Zein seperti itu. Bahkan selama ini Zein seolah tak pernah ingin disentuh oleh orang lain. "Lemaskan tangannya! Jangan kaku," ucap Zein di telinga Intan. Intan bahkan dapat merasakan embusan napas hangat profesor itu. Napas Intan pun tercekat dibuatnya. Aroma tubuh Zein menguar hingga ke hidungnya. Membuat Intan semakin tidak fokus. Ia pun hanya menjawab ucapan Zein dengan anggukkan. Akhirnya Intan berusaha melemaskan tangannya. Meskipun sebenarnya saat ini ya
Baca selengkapnya

13. Calon Suami Sialan

Intan terkesiap saat mendengar Zein mengatakan bahwa pria itu akan membahas pernikahan dengannya. Ia sangat ingin protes. Namun Intan tidak berani melakukan hal itu. Sebab, tinggal beberapa hari lagi ia selesai koas. Intan khawatir jika dirinya terlalu menentang Zein, maka pria itu akan mempersulitnya atau mungkin memberikan nilai buruk padanya. Akan tetapi, ia tidak tenang jika hanya diam. Sebab, menurutnya ada yang salah jika mereka benar-benar menikah dalam waktu dekat. ‘Pernikahan apaan, sih? Lamaran aja belum. Tiba-tiba bahas pernikahan. Helo … emang siapa yang mau nikah sama situ?’ batin Intan, kesal. "M-maaf, Prof. Maksudnya mau bahas pernikahan siapa, ya?" tanya Intan. Sebenarnya pertanyaan itu merupakan sind
Baca selengkapnya

14. Karena Orang Tua

Jantung Intan terasa seperti hampir meledak saat Zein mengatakan bahwa ia adalah istrinya. Meski Zein menyebalkan. Namun sebagai seorang gadis, disebut istri oleh pria, membuat Intan sangat nervous. Intan memalingkan wajah karena khawatir Zein melihat wajahnya merona dan hidungnya kembang kempis karena hampir kehabisan oksigen. ‘Kenapa dia harus ngomong begitu, sih? Kan aku jadi malu,’ batin Intan. Zein tersenyum kala melirik ke arah Intan. Ia sangat puas telah mengusili Intan seperti itu. Zein memang sengaja mengatakan bahwa Intan adalah istrinya. Ia hanya ingin tahu bagaimana reaksi gadis itu. Ternyata sangat menyenangkan melihat Intan malu. "Sudah cukup. Itu saja," ucap Zein pada pelayan. Akhirnya pelayan pun pergi dan m
Baca selengkapnya

15. Kegigit

Napas intan seketika terhenti untuk beberapa saat. Ia sangat terkejut mendengar ucapan Zein yang mengatakan bahwa dia ingin melamar Intan satu minggu lagi. "Maaf, Prof. Tapi apa itu tidak terlalu cepat?" tanya Intan, memberanikan diri. Padahal sebelumnya ia sudah mendengar bahwa Zein ingin menikahinya bulan depan. Namun jika lamaran minggu depan, ia merasa itu terlalu cepat. "Kamu punya waktu 7 hari dan sebentar lagi kamu sudah selesai koas. Lagi pula persiapan untuk lamaran tidak terlalu repot. Saya rasa 1 hari cukup untuk mempersiapkan semuanya," jawab Zein, santai. Intan menelan saliva setelah mendengar ucapan Zein. Sebab, bukan itu masalah utamanya. Namun persiapan mental yang lebih berat dari sekadar persiapan materi. Apalagi sampai saat ini sikap Zein masih seperti iblis.
Baca selengkapnya

16. Sangat Aneh

'Hah? Merepotkan dia bilang? Apa aku gak salah denger? Perasaan tadi aku udah nolak dan dia yang maksa. Tapi kenapa dia bisa bilang aku merepotkan?' batin Intan. Zein pun duduk dan melanjutkan makannya tanpa dosa. Hal itu membuat Intan semakin kesal. Sudah bibirnya sakit, ditambah harus mendengar ucapan Zein yang sangat pedas itu. Rasanya ia ingin melemparkan saus ke wajah Zein. Hidungnya bahkan sampai kembang kempis saking kesalnya. Jika tidak ingat bahwa Zein adalah konsulennya, mungkin Intan sudah meninggalkan resto tersebut saat itu juga. Beberapa saat kemudian Zein sudah selesai makan. Ia berdiam sejenak, kemudian mengajak Intan pulang. "Saya sudah selesai, mari pulang!" ajak Zein. Ia tidak ingin berlama-lama di tempat itu.
Baca selengkapnya

17. Profesor Iblis

Intan tercengang saat melihat Zein sedang asik makan bersama ibunya. "Mau ke mana, Tan? Kamu kan belum sarapan. Sini sarapan dulu! Nak Zein aja baru sarapan lho, ini," ucap ibu Intan. Sementara itu Zein pura-pura sibuk makan dan tak menghiraukan Intan. Akhirnya Intan pun menghampiri mereka dan duduk di hadapan Zein. "Pantas saja kamu suka sakit. Ternyata kamu sering melewatkan sarapan?" gumam Zein. Ia begitu menikmati makanan yang dimasak oleh Intan dan ibunya. Namun sebagian besar makanan itu diolah oleh Intan. Intan tidak menjawab ucapan Zein, ia langsung melahap makanan miliknya karena tidak mungkin berdebat dengan profesornya itu. "
Baca selengkapnya

18. Tertatih

Diusir seperti itu di hadapan orang banyak, antara malu dan kesal Intan bingung harus melakukan apa. Sehingga ia tercenung karena terlalu shock. Namun, mendengar Zein membentak Intan seperti itu, salah seorang dokter residen menghampiri Intan. Lalu menariknya perlahan. "Lebih baik kamu keluar sekarang! Daripada nanti Prof semakin murka," ucap dokter tersebut. Ia tidak ingin kegiatan operasi mereka gagal hanya karena Zein marah.. "Tapi, Dok. Salah aku apa?" tanya Intan. Ia berusha memertahankan harga dirinya. Intan tidak merasa melakukan kesalahan. Sehingga ia tidak terima diusir begitu saja oleh Zein. "Kamu enggak salah, tapi mungkin Prof sedang punya masalah lain. Jadi lebih baik kamu yang me
Baca selengkapnya

19. Digendong

"Jangan, Prof!" ucap Intan. Ia tidak enak hati jika kakinya dilihat oleh Zein."Ck! Ini perintah!" ucap Zein, kesal.Akhirnya Intan pun menuruti permintaan Zein. Ia menyerahkan sebelah kakinya itu pada Zein."Sini!" ucap Zein. Ia mengambil kaki Intan dan menaruh kaki itu di salah satu lututnya. Kemudian Zein melepaskan sepatu yang Intan kenakan."Ya ampun, sampai memar begini? Kamu jatuh di mana?" tanya Zein sambil menatap Intan. Ia tak tega melihat calon istrinya terluka seperti itu.Intan pun gelagapan. Ia bingung hendak menjawab apa. "Euh, di tangga," sahutnya. Intan tak mungkin jujur bahwa dirinya baru saja menendang dinding. Akan terdengar konyol sekali, bukan?"Tahan sedikit!" ucap Zein. Lalu ia menyentuh memar tersebut untuk mengecek seberapa parah lukanya.Belum sempat Zein bertanya, Intan sudah memekik kesakitan."Aww!" Kakinya refleks menendang ke bagian tengah selangkangan Zein, hingga Sang profesor terbelalak."Arghh! Masa depanku." Zein mengerang kala senjatanya tak senga
Baca selengkapnya

20. Cash Back

"Iya maaf, Prof. Saya gak biasa pakai perhiasan, jadi bingung mau jawab apa," sahut Intan, memelas. "Ya sudah, nanti kamu bisa pilih sendiri mana yang kamu suka," ucap Zein. Ia terkesan otoriter dan menyebalkan. Namun Zein tetap memberikan kesempatan pada Intan untuk memilih. Secara tidak langsung ia menghargai pilihan calon istrinya itu. "Baik, Prof," sahut Intan. Ia tidak menyangka Zein akan memperlakukannya seperti itu. Sehingga Intan pun merasa dihargai. Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di parkiran sebuah ruko. Beruntung Zein bisa memarkirkan mobilnya tepat di depan toko perhiasan yang ia tuju. Setelah memarkir mobilnya, Zein turun dan berjalan ke arah pintu Intan. Sebelum Zei
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
16
DMCA.com Protection Status