Home / Pernikahan / Dinikahi Profesor Galak / 13. Calon Suami Sialan

Share

13. Calon Suami Sialan

Author: Just Mommy
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Intan terkesiap saat mendengar Zein mengatakan bahwa pria itu akan membahas pernikahan dengannya. Ia sangat ingin protes. Namun Intan tidak berani melakukan hal itu.

Sebab, tinggal beberapa hari lagi ia selesai koas. Intan khawatir jika dirinya terlalu menentang Zein, maka pria itu akan mempersulitnya atau mungkin memberikan nilai buruk padanya.

Akan tetapi, ia tidak tenang jika hanya diam. Sebab, menurutnya ada yang salah jika mereka benar-benar menikah dalam waktu dekat.

‘Pernikahan apaan, sih? Lamaran aja belum. Tiba-tiba bahas pernikahan. Helo … emang siapa yang mau nikah sama situ?’ batin Intan, kesal.

"M-maaf, Prof. Maksudnya mau bahas pernikahan siapa, ya?" tanya Intan. Sebenarnya pertanyaan itu merupakan sind
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dinikahi Profesor Galak   14. Karena Orang Tua

    Jantung Intan terasa seperti hampir meledak saat Zein mengatakan bahwa ia adalah istrinya. Meski Zein menyebalkan. Namun sebagai seorang gadis, disebut istri oleh pria, membuat Intan sangat nervous.Intan memalingkan wajah karena khawatir Zein melihat wajahnya merona dan hidungnya kembang kempis karena hampir kehabisan oksigen.‘Kenapa dia harus ngomong begitu, sih? Kan aku jadi malu,’ batin Intan.Zein tersenyum kala melirik ke arah Intan. Ia sangat puas telah mengusili Intan seperti itu.Zein memang sengaja mengatakan bahwa Intan adalah istrinya. Ia hanya ingin tahu bagaimana reaksi gadis itu. Ternyata sangat menyenangkan melihat Intan malu."Sudah cukup. Itu saja," ucap Zeinpada pelayan.Akhirnya pelayan pun pergi dan m

  • Dinikahi Profesor Galak   15. Kegigit

    Napas intan seketika terhenti untuk beberapa saat. Ia sangat terkejut mendengar ucapan Zein yang mengatakan bahwa dia ingin melamar Intan satu minggu lagi."Maaf, Prof. Tapi apa itu tidak terlalu cepat?" tanya Intan, memberanikan diri.Padahal sebelumnya ia sudah mendengar bahwa Zein ingin menikahinya bulan depan. Namun jika lamaran minggu depan, ia merasa itu terlalu cepat."Kamu punya waktu 7 hari dan sebentar lagi kamu sudah selesai koas. Lagi pula persiapan untuk lamaran tidak terlalu repot. Saya rasa 1 hari cukup untuk mempersiapkan semuanya," jawab Zein, santai.Intan menelan saliva setelah mendengar ucapan Zein. Sebab, bukan itu masalah utamanya. Namun persiapan mental yang lebih berat dari sekadar persiapan materi. Apalagi sampai saat ini sikap Zein masih seperti iblis.

  • Dinikahi Profesor Galak   16. Sangat Aneh

    'Hah? Merepotkan dia bilang? Apa aku gak salah denger? Perasaan tadi aku udah nolak dan dia yang maksa. Tapi kenapa dia bisa bilang aku merepotkan?' batin Intan.Zein pun duduk dan melanjutkan makannya tanpa dosa. Hal itu membuat Intan semakin kesal. Sudah bibirnya sakit, ditambah harus mendengar ucapan Zein yang sangat pedas itu. Rasanya ia ingin melemparkan saus ke wajah Zein.Hidungnya bahkan sampai kembang kempis saking kesalnya. Jika tidak ingat bahwa Zein adalah konsulennya, mungkin Intan sudah meninggalkan resto tersebut saat itu juga.Beberapa saat kemudian Zein sudah selesai makan. Ia berdiam sejenak, kemudian mengajak Intan pulang."Saya sudah selesai, mari pulang!" ajak Zein. Ia tidak ingin berlama-lama di tempat itu.

  • Dinikahi Profesor Galak   17. Profesor Iblis

    Intan tercengang saat melihat Zein sedang asik makan bersama ibunya."Mau ke mana, Tan? Kamu kan belum sarapan. Sini sarapan dulu! Nak Zein aja baru sarapan lho, ini," ucap ibu Intan.Sementara itu Zein pura-pura sibuk makan dan tak menghiraukan Intan.Akhirnya Intan pun menghampiri mereka dan duduk di hadapan Zein."Pantas saja kamu suka sakit. Ternyata kamu sering melewatkan sarapan?" gumam Zein. Ia begitu menikmati makanan yang dimasak oleh Intan dan ibunya. Namun sebagian besar makanan itu diolah oleh Intan.Intan tidak menjawab ucapan Zein, ia langsung melahap makanan miliknya karena tidak mungkin berdebat dengan profesornya itu."

  • Dinikahi Profesor Galak   18. Tertatih

    Diusir seperti itu di hadapan orang banyak, antara malu dan kesal Intan bingung harus melakukan apa. Sehingga ia tercenung karena terlalu shock.Namun, mendengar Zein membentak Intan seperti itu, salah seorang dokter residen menghampiri Intan. Lalu menariknya perlahan."Lebih baik kamu keluar sekarang! Daripada nanti Prof semakin murka," ucap dokter tersebut. Ia tidak ingin kegiatan operasi mereka gagal hanya karena Zein marah.."Tapi, Dok. Salah aku apa?" tanya Intan. Ia berusha memertahankan harga dirinya.Intan tidak merasa melakukan kesalahan. Sehingga ia tidak terima diusir begitu saja oleh Zein."Kamu enggak salah, tapi mungkin Prof sedang punya masalah lain. Jadi lebih baik kamu yang me

  • Dinikahi Profesor Galak   19. Digendong

    "Jangan, Prof!" ucap Intan. Ia tidak enak hati jika kakinya dilihat oleh Zein."Ck! Ini perintah!" ucap Zein, kesal.Akhirnya Intan pun menuruti permintaan Zein. Ia menyerahkan sebelah kakinya itu pada Zein."Sini!" ucap Zein. Ia mengambil kaki Intan dan menaruh kaki itu di salah satu lututnya. Kemudian Zein melepaskan sepatu yang Intan kenakan."Ya ampun, sampai memar begini? Kamu jatuh di mana?" tanya Zein sambil menatap Intan. Ia tak tega melihat calon istrinya terluka seperti itu.Intan pun gelagapan. Ia bingung hendak menjawab apa. "Euh, di tangga," sahutnya. Intan tak mungkin jujur bahwa dirinya baru saja menendang dinding. Akan terdengar konyol sekali, bukan?"Tahan sedikit!" ucap Zein. Lalu ia menyentuh memar tersebut untuk mengecek seberapa parah lukanya.Belum sempat Zein bertanya, Intan sudah memekik kesakitan."Aww!" Kakinya refleks menendang ke bagian tengah selangkangan Zein, hingga Sang profesor terbelalak."Arghh! Masa depanku." Zein mengerang kala senjatanya tak senga

  • Dinikahi Profesor Galak   20. Cash Back

    "Iya maaf, Prof. Saya gak biasa pakai perhiasan, jadi bingung mau jawab apa," sahut Intan, memelas."Ya sudah, nanti kamu bisa pilih sendiri mana yang kamu suka," ucap Zein.Ia terkesan otoriter dan menyebalkan. Namun Zein tetap memberikan kesempatan pada Intan untuk memilih. Secara tidak langsung ia menghargai pilihan calon istrinya itu."Baik, Prof," sahut Intan.Ia tidak menyangka Zein akan memperlakukannya seperti itu. Sehingga Intan pun merasa dihargai.Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di parkiran sebuah ruko. Beruntung Zein bisa memarkirkan mobilnya tepat di depan toko perhiasan yang ia tuju.Setelah memarkir mobilnya, Zein turun dan berjalan ke arah pintu Intan. Sebelum Zei

  • Dinikahi Profesor Galak   21. Zein Sakit Hati

    Sontak saja Zein dan Intan tersedak saat mendengar ucapan Rani. Bahkan air yang Intan minum sampai keluar dari hidung saking kagetnya."Lho, Intan. Kamu kenapa?" tanya Rani. Ia pun terkejut melihat reaksi Intan sampai seperti itu.Uhuk! Uhuk! Uhuk!Intan belum bisa menjawab pertanyaan Rani karena ia tersedak cukup parah.Rani mengambilkan tisu untuk Intan dan Intan pun menerimanya. Lalu mengelap mulut dan hidungnya yang basah itu."Ya ampun ... sampai segitunya. Maaf ya Mamah bicaranya di momen yang gak tepat," ucap Rani. Ia merasa bersalah karena bicara saat Intan sedang minum.Wajah Intan sampai merah padam karena tersedak tadi. Ia pu

Latest chapter

  • Dinikahi Profesor Galak   86. Bahagia (S2)

    Hati Ira berdebar-debar kala diminta untuk tes kehamilan oleh ibunya. Ia tak menyangka akan secepat ini mendapatkan momongan. Meski hasilnya belum pasti, tetapi entah mengapa Ira yakin bahwa dirinya memang mengandung.“Kamu ada test pack, gak?” tanya Rani.Ira menggelengkan kepalanya. “Enggak, Mah,” jawabnya.“Ya udah nanti Mamah suruh Bibi beli dulu. Atau kamu mau langsung cek ke rumah sakit?” tanya Rani.“Test aja dulu deh, Mah. Kalau ke rumah sakit, takut hasilnya gak sesuai harapan,” jawab Ira.“Ya udah. Tapi kamu sarapan dulu, ya! Jangan sampai sakit karena telat makan!” nasihat Rani.“Iya, Mah. Terima kasih,” sahut Ira, sambil tersenyum.Setelah itu Rani meninggalkan kamar tersebut, kemudian ia meminta Bibi untuk membeli test pack. “Bi, tolong beliin test pack, dong!” ucap Rani pada ART-nya.“Lho, Mamah hamil?” tanya Muh, kanget.“Yang bener aja, masa Mamah hamil?” timpal Zein yang masih ada di sana.“Kalian ini! Bukan buat Mamah,” ucap Rani, gemas.“Terus buat siapa, dong?” tany

  • Dinikahi Profesor Galak   85. Telat (85)

    “Hehehe, ampun, Ndan!” ucap anak buah Bian sambil cengengesan.“Ya udah, kali ini aku beneran pergi. Assalamualaikum,” ucap Bian. Kemudian ia meninggalkan istrinya itu.“Waalaikumsalam. Hati-hati, Sayang,” sahut Ira.Ia menatap kepergian suaminya itu. “Semoga kamu cepat kembali, Bi. Aku gak sanggup kalau harus pisah terlalu lama lagi,’ batin Ira.“Duh, jadi pingin nikah,” ledek anak buah Bian.“Ya udah, tinggal mengajukan!” sahut Bian, santai.“Yah, saya kan bukan Komandan yang bisa sat set sat set. Mau nikah juga pengajuan dulu, belum lagi prosesnya yang lama,” keluh anak buah Bian.“Ya iya sih masalah utama mah belum ada calonnya! Hahaha,” ledek anak buah Bian yang lain.Mereka semua pun tergelak.Beberapa jam kemudian Ira sudah tiba di rumah Muh kembali. Saat ini ia sedang bersantai di kamarnya, sambil memainkan ponsel.“Kok dia belum ngabarin aku, ya?” gumam Ira.Ia gelisah menanti kabar dari suaminya itu. Padahal Bian tidak sempat untuk memberi kabar pada Ira. Sebab setibanya di

  • Dinikahi Profesor Galak   84. Berpamitan (S2)

    “Mas ... jangan maksa begitu, dong! Lagian kan demi kebaikan Aydin. Aku juga gak akan tenang ninggalinnya,” ucap Intan. Ia tidak enak hati pada mertuanya.“Hehehe, Papah bercanda, kok. Ya udah kalian pergi aja! Biar Aydin sama kami. Lagian Zein kan beberapa bulan terakhir sibuk persiapan alih jabatan, pasti butuh refreshing. Pergilah!” ucap Muh.“Alhamdulillah, gitu dong, Pah! Terima kasih, ya,” ucap Zein. Ia sangat senang karena diizinkan pergi oleh Muh.Zein pun menghampiri dan menggendong anaknya. “Sayang, maaf ya Ayah pergi dulu. Nanti kalau kamu sudah lebih besar, Ayah janji akan ajak kamu jalan-jalan. Oke,” ucap Zein, kemudian ia mencium pipi anaknya.Intan geleng-geleng kepala melihat kelakuan suaminya itu. “Kalau begitu aku mau pumping dulu ya, Mas,” ucapnya.“Iya, Sayang. Pumping yang banyak biar anak ayah gak kelaparan,” ucap Zein, sambil menggoda anaknya.Rani dan Muh tersenyum melihat keluarga kecil itu. Mereka bahagia karena kini anaknya begitu harmonis. Padahal dulu dua

  • Dinikahi Profesor Galak   83. Merengek (S2)

    “Enggaklah! Udah mendingan buruan packing biar kamu gak telat. Perjalanan dari sini ke Jakarta kan gak sebentar!” ucap Ira. Meski mengatakan tidak, tetapi ekspresi wajahnya terlihat sangat kecewa.“Iya, Sayang. Maaf, ya,” ucap Bian. Ia terus meminta maaf karena rasa bersalahnya. Apalagi jika melihat wajah Ira seperti itu. Sebab dirinya telah merusak momen penting.Setelah selesai packing, Bian dan Ira meninggalkan kamar mereka. Kemudian Bian check out di lobby."Kamu tunggu di sini, ya!" pinta Bian, saat Ira sudah berada di mobil."Iya," jawab Ira, singkat.Bian pun meninggalkan mobil, kemudian melakukan check out. Tak lupa Bian menjelaskan bahwa akan ada Zein yang menggantikannya. Ia pun meminta kamarnya dibersihkan dan dihias dengan bunga seperti untuk orang bulan madu."Jadi ini tidak ada biaya tambahan, kan?" tanya Bian."Tidak ada, Mas. untuk buangnya kami berikan free," sahut resepsionis. Mereka memberikan free karena Bian telah memesan hotel dengan kelas kamar paling tinggi sel

  • Dinikahi Profesor Galak   82. Terpaksa Pulang (S2)

    “Tau tuh, siapa tadi yang iseng basahin meja, ya?” canda Bian. Ia sengaja ingin membuat istrinya kesal.Namun kemudian Ira teringat. “Ya ampun, ini karena ulah kamu ya, Bi?” tuduh Ira, sambil ternganga. Ia ingat bagaimana tadi dirinya yang baru naik dari kolam itu langsung direbahkan di atas meja.“Gak salah? Kan kamu yang tadi rebahan di sini,” sahut Bian, santai. Ia sengaja menyudutkan istrinya.“Tapi kan kamu yang bawa aku ke sini!” Ira tidak mau kalah. Ia tak terima disalahkan seperti itu. Sebab memang Bian yang merebahkannya di atas meja.“Ya udah, mendingan makan aja jangan debat! Kan udah lapar,” ucap Bian. Ia pun membuka makanan tersebut dan menyendoknya.“Berarti orang itu lihat, dong?” tanya Ira sambil menyendok makanan. Ia masih tidak enak hati memikirkan meja yang basah tersebut.“Iyalah. Dia kan punya mata,” jawab Bian, tanpa dosa. Berbeda dengan Ira, Bian tak peduli. Baginya orang tadi pasti sudah biasa menghadapi hal seperti itu.“Hiiih, kamu ini!” Ira kesal.“Udah maka

  • Dinikahi Profesor Galak   81. Ini Bulan Madu (S2)

    “Mau ngapain, sih?” tanya Ira. Ia yakin suaminya pasti menginginkan sesuatu.Bian langsung menarik Ira. “Biasakan sama suami itu langsung nurut! Jangan suka ngebantah, nanti tuman!” ucap Bian, gemas.“Ya abisnya kamu suka aneh-aneh, sih,” ucap Ira, manja.“Apanya yang aneh? Namanya suami istri begini tuh wajar, Sayang,” ucap Bian, sambil merangkul pinggang Ira. Kemudian merapatkan tubuh mereka.Ira tersenyum. Ia sangat gemas melihat tingkah suaminya itu. “Tuh, kan. Kamu maaah. Emang wajar, sih. Tapi ini masih siang. Aku risih mesra-mesraan siang hari begini, ihh,” keluh Ira.“Dulu waktu masih pacaran, kamu gak risih. Kenapa sekarang malah menghindar,” bisik Bian, nakal. Kemudian ia menggigit telinga istrinya itu.“Bi!” tegur Ira. Ia malu disebut seperti itu oleh suaminya. Ketika sedang berpacaran mereka memang cukup sering bermesraan. Namun hanya sebatas bibir, tidak lebih. Mungkin karena belum halal, jadi mereka masih sangat menggebu-gebu.Sedangkan saat ini mereka sudah menikah dan

  • Dinikahi Profesor Galak   80. Berendam (S2)

    Ira mendorong Bian secara perlahan. “Berarti nanti kamu bisa gak pilih aku, dong?” tanyanya, saat Bian melepaskan tautan bibir mereka.Bian menatap Ira. “Kamu kan tau kalau aku sudah bersumpah untuk menjadikan tugas negara sebagai prioritas?” Ia balik bertanya.Wajah Ira langsung murung. “Iya,” lirihnya. Ia tidak bisa protes untuk hal itu. Apalagi mereka sudah beberapa kali membahas hal itu.“Maaf ya, Sayang,” ucap Bian sambil menangkup pipi Ira. Ia pun bingung karena tidak bisa berbuat apa-apa. Mengatakan janji manis pun tidak mungkin jika tak sesuai kenyataan.“Yah, mau gimana lagi. Udah risiko aku,” ucap Ira, pasrah.Sebenarnya ia hanya ingin jawaban gombal. Namun nyatanya Bian tidak bisa seperti itu. Sehingga Ira kecewa.“Dari pada mikirin yang enggak-enggak. Mending kita kerjakan yang iya-iya,” ucap Bian, genit.Ira mengerutkan keningnya. “Apa?” tanyanya.Bian melirik ke arah tempat tidur.Ira langsung menyipitkan matanya. “Ya ampun, Bi. Ini masih siang, lho,” keluh Ira.“Masalah

  • Dinikahi Profesor Galak   79. Masih Ngambek (S2)

    “Siap aku salah!” ucap Bian. Ia tidak ingin berdebat lagi dengan istrinya. Saat ini ia hanya bisa mengakui kesalahannya. Bian tidak mau sampai bulan madunya gagal karena hanya hal sepele.“Aku kecewa sama kamu,” ucap Ira sambil memalingkan wajah.Meski sedang kesal, melihat Bian mau mengakui kesalahannya membuat Ira senang. Baginya Bian mau mengaku saja sudah cukup, tetapi rasa kesalnya masih ada walaupun ia tidak marah lagi.“Yank, itu camilannya mau di makan, gak?” tanya Bian. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan.“Gak!” jawab Ira, ketus.‘Haduh! Pake ketemu dia segala, sih. Jadi kacau gini kan bulan madunya. Gawat banget kalau sampe dia ngambek terus,’ batin Bian.‘Apa iya cewek tadi cuma temen lama dia? Tapi kenapa tatapannya ke aku sinis banget? Aku gak yakin,’ batin Ira. Kemudian ia memicingkan matanya ke arah Bian. Ia ingin menelisik apakah Bian berbohong padanya atau tidak.‘Semoga dia gak nanya macem-macem lagi, deh,’ gumam Bian dalam hati.Ira yang sedang kesal itu akhirnya t

  • Dinikahi Profesor Galak   78. Merajuk (S2)

    Bian terkekeh. “Ya udah jalan dulu ya, Bang. Dari pada bulan madunya gagal nanti. Bahaya,” ucap Bian.“Oke, hati-hati!” sahut Zein. Ia pun tersenyum melihat tingkah adiknya itu. Zein merasa Ira tidak jauh berbeda dengan dirinya.Akhirnya mereka pun pergi.“Sayang, mau beli camilan dulu, gak?” tanya Bian. Ia khawatir istrinya akan bosan jika tidak ada makanan ringan.“Boleh, deh. Kalau gitu nanti mampir di minimarket aja dulu!” jawab ira.“Siap!” sahut Bian. Mereka pun menuju ke minimarket sebelum melanjutkan perjalanan.“Beli di situ aja ya, Yank?” tanya Bian saat melihat ada minimarket di depan.“Ya udah, ada parkirannya, kan?” sahut Ira.“Ada, tuh!” jawab Bian. Ia pun mengarahkan mobilnya ke minimarket tersebut. Kebetulan parkirannya sedang kosong, sehingga mobil Bian bisa masuk.“Kamu mau ikut turun atau nunggu di sini?” tanya Bian, saat hendak turun dari mobil.“Aku nunggu aja, deh,” sahut Ira. Ia malas jika harus turun. Sebab di luar, matahari cukup terik.“Ya udah, mau beli apa?

DMCA.com Protection Status