Home / CEO / Presdir Tampan Itu Ayah Anakku / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Presdir Tampan Itu Ayah Anakku: Chapter 21 - Chapter 30

298 Chapters

Selamat Tinggal

"Jangan ikut campur urusanku." Rangga menegaskan sekali lagi, lalu pergi.Tepat setelah Rangga duduk di depan kemudi, ponsel pintarnya bergetar. Nama Belinda terpampang di layar. Rangga sengaja mengabaikan panggilan Belinda, lalu mulai meninggalkan tempat itu. Belum sampai beberapa meter, Belinda kembali menghubungi.Rangga hanya membiarkan panggilan Belinda mati dengan sendirinya. Tetapi, Belinda tak akan berhenti sampai Rangga mengangkat telepon.Dia menepikan mobil sambil menunggu Belinda kembali menghubungi. Setelah mengatur napas, Rangga akhirnya mengangkat panggilan itu.'Sayang ... kenapa tidak diangkat-angkat? Kamu ada di mana sekarang? Aku mencarimu di kantor, tapi kamu tidak ada. Masih ingat 'kan, dua jam lagi kita ke rumah Kakek?'"Ya," jawab Rangga singkat.'Cepat jemput aku di kantormu. Aku tidak mau diantar Dion,' rengek Belinda.Rangga memutus sambungan telepon tanpa menanggapi. Bertemu Julian sudah membuat Rangga merasa sangat sebal, ditambah lagi Belinda yang terus me
Read more

Bukan Penculikan

"Om, ayo ke cini ...."Ketegangan di antara kedua Cakrawala itu menghilang. Rachel menarik tangan mereka sampai masuk ke ruangan bermain miliknya.Dua pria dewasa tampan itu tampak canggung duduk bersama di tengah ruangan bernuansa merah muda. Tetapi, apa daya? Bocah itu hampir menangis jika salah satu dari keduanya pergi.Hadiah-hadiah dari Rangga dan Julian tertata rapi bagaikan pajangan piala di lemari setinggi satu meter. Dalam sekejap, semua mainan itu ditarik ke lantai oleh gadis kecil itu."Om Tampan yang jadi mamanya, Om Ganteng jadi papanya." Rachel menyerahkan dua boneka untuk mereka berdua."Pfft ... Om Tampan memang seperti ibu-ibu." Julian terkekeh-kekeh, lalu dalam sekejap wajahnya berubah jijik dan seakan-akan ingin memuntahkan sesuatu dari mulutnya. "Ugh, barusan aku memanggil apa? Menggelikan ...."Wajah Rangga merah padam. Kedua tangannya mengepal kuat sampai otot-otot mencuat."Kenapa kamu mainan ini, Rachel?" tanya Rangga datar sambil meletakkan kembali boneka yang
Read more

Anakku Bukan Anakmu

"Vina ... Apa yang kamu lakukan?!" Rangga menggeram marah.Vina menutup mata ketika melihat tangan Rangga mengepal dan bergerak ke arahnya. Namun, tak terjadi apa pun setelahnya. Dia membuka mata dan melihat Rangga yang hanya membuang napas dengan kasar dan kesal.Rangga yang mendapatkan tamparan di pipi, tetapi tangan Vina yang terasa nyeri. Vina terlalu marah dan tanpa sadar tangannya bergerak sendiri. Beruntung, Rachel tak melihat perbuatannya.Saat Julian berpamitan tadi, Vina sedang membersihkan sampah-sampah di toko. Dia hanya mencuci tangan sebentar, lalu kembali ke rumah untuk membawa Rachel bersamanya.Menurut Julian, Rangga juga ada di sana. Namun, Vina tak dapat menemukan siapa pun di rumahnya.Vina lantas menelepon nomor Dion dan diberi tahu keberadaan Rachel. Dengan tergesa-gesa, Vina menyusul mereka.Vina mengitari area taman bermain yang cukup besar dengan panik. Hingga akhirnya, dia menemukan sosok ayah dan anak itu sedang duduk sambil berpelukan di bawah pohon rindang.
Read more

Menggandeng Bunda dan Ayah

"Katakan saja kepada kakekku kalau kamu berani."Vina semakin geram karena Rangga tak takut oleh ancamannya. Rangga seharusnya tak akan berani pada Mahendra. Tapi, Rangga tampak tenang dan tak menghiraukan ancaman Vina."Saya tidak main-main!" bentak Vina.Rangga merogoh saku jas, mengambil lipatan amplop yang telah dia persiapkan. Dia yakin jika Vina tak akan berisik lagi setelah membacanya. Rangga menyodorkan amplop itu tanpa berkata-kata. Lalu, Vina merebutnya sambil melirik sinis pada Rangga. "Apa ini?""Baca sendiri."Entah mengapa, perasaan Vina menjadi tak nyaman. Ia sebentar ragu untuk membuka isi dalam amplop itu. Rangga pasti telah menyiapkan sesuatu untuknya.Tak ingin menerka-nerka, Vina mengeluarkan selembar kertas dari dalam amplop. Dia membaca tulisan di dalamnya dengan hati-hati.'Probabilitas Rangga Cakrawala sebagai ayah biologis dari Rachel Diantha adalah 99,99 %.'Jantung Vina seolah-olah berhenti berdetak. Tangannya bergetar sambil meremas hasil tes DNA tersebut.
Read more

Kenyataan Pahit

'Ayah ada di sini. Maafkan Ayah karena tidak tahu di mana Rachel berada selama ini. Mulai sekarang, Rachel harus memanggilku Ayah atau Papa saat Bunda tidak ada. Ayah tidak mau Bunda memarahi Rachel.' Rachel teringat bisikan Rangga sebelum Vina menemukan mereka ketika di taman bermain kemarin.Rachel membekap mulutnya sendiri. Menyadari jika dirinya berbuat kesalahan. Iris mata Rachel bergerak ke arah Vina dan Rangga bergantian.'Ayah? Apa aku barusan salah dengar?' batin Vina.Rangga melirik Vina dengan canggung. Ternyata, Vina juga sedang menatap dirinya sangat tajam dan seakan-akan menuntut jawaban."Kamu mengajari Rachel memanggilmu ayah?" tanya Vina.Rangga tak menjawab dan bergegas meninggalkan Vina, lalu menggendong Rachel menuju rumah. Dia tak menyalahkan Rachel, hanya saja, Rangga malas berdebat dengan Vina."Maaf, Ayah," bisik Rachel penuh penyesalan.Rangga mengusap-usap rambut Rachel. "Rachel tidak salah, tidak perlu minta maaf. Sekarang, Rachel mau makan apa?""Telul cama
Read more

Ajakan Kencan

"Itu ... datang!" seru Rachel antusias.Rachel melompat turun dari kursi dan berlari ke arah pintu. Sebuah mobil berhenti sejenak, lalu kembali melaju. Senyuman di wajahnya memudar, mobil tersebut bukan milik seseorang yang Rachel tunggu.Rachel meremas erat kedua tangannya sambil menunduk ketika kembali ke dalam. Putri kecil Vina itu tampak lesu dan tak bersemangat.Sudah tiga hari Rangga tak berkunjung dan tak memberi kabar. Rachel selalu menanti kehadirannya. Setiap kali ada mobil melintas, bocah kecil itu selalu mengira bahwa ayahnya yang datang.Terkadang, Rachel merengek dan mengajak Vina untuk menemui ayahnya. Vina terus menolak dengan berjuta alasan sehingga Rachel lelah meminta.Sekali lagi, Rachel hanya bisa menelan kekecewaan. Rachel mulai berpikir jika Rangga tak sungguh-sungguh menyayangi dirinya."Bunda ... kenapa Om Tampan tidak datang?" tanya Rachel dengan air muka sedih."Om sedang sibuk bekerja, Sayang. Main sama Bunda saja, ya." Rachel mengerucutkan bibir, sebelum m
Read more

Rumah Baru

"Ha? Siapa Anda sok-sokan melarang-larang saya? Anda bukan atasan saya lagi, bukan keluarga saya, bukan apa-apa saya!"Pandangan mereka saling beradu cukup lama. Meskipun Vina agak takut, dia tak ingin menghindari tatapan Rangga."Lakukan saja apa yang aku katakan," ujar Rangga dengan nada suara yang sangat menekan. Rangga menjadi marah karena Vina tak segera mengindahkan ucapannya dan justru berbalik membentaknya."Lepaskan saya! Julian sudah menunggu terlalu lama!" pekik Vina seraya mengentak kedua tangan sambil bernapas terengah-engah. Matanya terbuka semakin lebar yang diarahkan kepada Rangga.Mereka terdiam cukup lama dengan posisi yang masih sama. Hingga akhirnya, Rangga melepaskan tangannya."Jangan menyesal," ucap Rangga dingin, lalu berjalan menuju kamar bermain, menyenggol bahu Vina sedikit kasar.Dari kamar bermain, Rangga masih bisa melihat kepergian Vina. Raut kemarahan Vina saat berhadapan dengan Rangga tadi, berubah ketika berbicara dengan Julian. "Bodoh," gumam Rangga.
Read more

Ingin Keduanya

"Ini lumah aku, Bunda. Ayah membelikan untukku."Rachel melipat tangan di depan dada dan dagunya sedikit mendongak, terlihat sekali dia sedang menyombongkan hadiah dari ayahnya. Jika tak sedang bersama Rangga, Vina pasti sudah tertawa oleh sikap Rachel. Vina mengecup kening Rachel guna menutupi bibirnya yang hampir terbuka karena tawa.Rachel telah bertekad agar terus bisa bersama ayahnya. Dia tak ingin melihat Rangga tenggelam atau pergi ke surga. Dengan sedikit bujukan tak langsung dari Rangga juga tentunya.'Ayah tidak akan tenggelam atau pergi ke surga asalkan Rachel mau menemani Ayah selamanya.' Satu kalimat yang dilontarkan Rangga itu, mungkin akan tercetak jelas dalam ingatan Rachel dalam waktu yang lama.Di seberang ruangan, Rangga duduk di kursi pijat sambil sesekali melirik mereka dari celah pintu. Dia tersenyum tipis karena bangga oleh kecerdasan putrinya."Rumah Rachel 'kan bersama Bunda. Masa Rachel tega mau meninggalkan Bunda dan Nenek. Nanti, kalau Bunda sama Nenek sedi
Read more

Dibangunkan Ayah dan Bunda

"Apa kamu tega membiarkan anak kita hidup tanpa kasih sayang orang tua lengkap?" Rangga bertanya setengah sadar.Setelah semalam tak bisa menjawab pertanyaan Rachel, Rangga terus memikirkan apa yang putri kecilnya inginkan. Dan pagi-pagi buta, Vina telah berada di depan pintu depan. Pertanyaan impulsif itu meluncur begitu saja dari mulutnya. Rangga mengira jika Vina datang untuk membawa Rachel dan kembali melarang dirinya bertemu dengan sang putri."Apa Anda mengigau?" Vina menatap Rangga dari atas sampai bawah bolak-balik dua kali.Rangga yang biasanya terlihat berwibawa dan berkarisma, kini hanya mengenakan celana kain selutut dan kaos tipis. Rambutnya pun masih acak-acakan. 'Mungkin dia habis mimpi buruk,' batin Vina."Jangan melarangku bertemu dengan Rachel lagi. Rachel sangat membutuhkan ayahnya," tegas Rangga."Saya barusan bilang, lain kali, Anda harus minta izin kepada saya atau Ibu saya jika mau mengajak Rachel pergi. Saya tidak melarang Anda. Dilarang pun percuma ... karena
Read more

Gara-Gara Tantrum

"Mulai sekarang, Rachel tidak boleh menginap lagi," tegas Vina.Vina datang ke rumah Rangga setelah terlambat menjemput dan Rachel sudah tidak ada di playgroup. Dia sangat marah walau hanya dengan melihat wajah Rangga.Vina sudah tak melarang Rangga bertemu dengan Rachel. Hanya saja, Rangga tak pernah minta izin atau sekedar memberi tahu jika mau mengajak Rachel pergi."Dia sendiri yang ingin tinggal di sini." Rangga bersedekap dan mengangkat bahu."Ibu saya belum bertemu Rachel dari kemarin. Ibu pasti akan melaporkan ke polisi kalau sampai tahu Rachel tidak pulang semalam dan hari ini."Vina tak menunggu jawaban Rangga. Dia menyenggol lengan Rangga supaya menyingkir dari pintu, kemudian masuk ke kamar Rachel.Rachel masih sibuk bermain-main sendirian. Vina lantas menggendong Rachel tanpa aba-aba. Mainan yang tadinya dibawa Rachel sampai terjatuh dan hancur berkeping-keping."Bunda ... mainanku tatuh ...." Rachel meronta-ronta ingin turun."Nanti Bunda belikan. Kita pulang sekarang, Sa
Read more
PREV
123456
...
30
DMCA.com Protection Status