All Chapters of Baby CEO: Kehamilan yang Tak Diinginkan: Chapter 21 - Chapter 30

59 Chapters

21. Berdamai

"Pa," sapa Hans saat menghampiri ayahnya di balkon. Udara malam terasa membelai wajahnya. Dani mengembuskan napas kasar dari mulut, bingung bagaimana menyampaikan maksudnya. Dia benar-benar turut prihatin melihat putra semata wayangnya itu dibenci oleh istrinya. Kehidupan rumah tangga mereka, entah bagaimana nasibnya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Dani membuka percakapan. "Hmm. Sedikit lega. Setidaknya pernikahan ini berjalan dengan lancar dan Eva sama sekali tidak membuat keluarga kita malu. Dia bisa berdamai di depan kolega bisnis kita." "Tapi Mama tetap saja terguncang, Hans. Sikap Eva berubah jadi lebih dingin dibandingkan sebelumnya. Kamu akan menemui kesulitan yang jauh lebih kompleks nantinya." Hans tersenyum pahit dan berkata, "Itu tidak lebih buruk dibandingkan aku tidak bisa memilikinya, Pa. Bagaimanapun juga, itu risiko karena aku sudah menyakitinya. Mungkin itu memang balasan yang tepat untuk kebodohanku malam itu." Dani bergerak mendekati Hans, menepuk pundaknya. "Pa
Read more

22. Bukan Gadis Manja

"Di mana pakaian kotormu?""Apa?"Hans harus memastikan indra pendengarannya berfungsi dengan baik saat pagi hari berhadapan dengan Eva. Wanita itu mengetuk pintu kamarnya dan menanyakan pakaian kotor."Kulihat ada mesin cuci di belakang. Sebagai seorang istri, sudah seharusnya aku mencuci pakaian suamiku."Hans tak lantas merespons, butuh waktu lama untuk loading otaknya. Dia tidak pernah membayangkan Eva akan melakukan tugas keseharian seperti itu."Kau tidak perlu melakukannya, Eve. Biarkan asisten rumah tangga saja yang—""Di mana?!" sela Eva dengan wajah tanpa ekspresi, datar dan menginginkan jawaban secepatnya.Karena melihat Hans tetap bergeming di posisinya, Eva memilih memasuki kamar pria itu setelah mengucap permisi sewajarnya. Mata indahnya langsung berkeliling, sebelum memasuki kamar mandi dan membawa keranjang berisi baju yang dipakai Hans kemarin."Eve ....""Menyingkirlah!" tegas Evalia saat Hans menghadang langkahnya, menahan keranjang itu dari sisi yang lain."Aku meni
Read more

23. Simbiosis Mutualisme

"Mau makan apa?" tanya Hans setelah seorang pramusaji memberikan buku menu kepada mereka."Terserah kamu saja.""Ada alergi makanan?""Aman.""Baiklah."Hans mengangguk, segera memesan paket lengkap untuk mereka berdua. Terlebih dahulu, dia meminta satu cup es krim sebagai makanan pembuka."Aku tidak tahu makanan apa yang bagus untuk wanita hamil, maupun makanan yang tidak boleh diberikan. Lain kali, tolong beri tahu aku.""Semua makanan baik selama tidak berlebihan. Selama kamu bukan seorang pemilih, anakmu juga seharusnya bisa makan segalanya."Tarikan napas panjang terlihat detik berikutnya. Hans tidak tahu bagaimana menghadapi Eva jika mode acuh tak acuhnya sedang kambuh."Apa yang ingin kamu bicarakan?" Akhirnya kata itu yang terucap dari bibir Hans setelah satu dua menit berlalu tanpa ada yang bersuara. Eva sudah menghabiskan makanan manis di atas mangkuk, juga memakan ceri yang digunakan sebagai topping.Eva yang semula menghempaskan punggung ke belakang, kembali menegakkan tub
Read more

24. Perhatian

"Hari ini jadwal pemeriksaan kandungan ke dokter. Aku sudah membuat janji temu dengan Dokter Bina, salah satu seniorku di kampus dulu," ucap Hans begitu menghampiri Eva di meja makan di satu pagi yang cerah.Hari itu, tepat satu bulan Hans dan Eva berbagi atap yang sama. Artinya, kandungan wanita itu memasuki bulan ketiga di mana pada sebagian orang sedang menderita morning sickness yang parah."Kapan kau ada waktu?" imbuh Hans sambil menarik kursi dan duduk di tempat yang biasa digunakan olehnya. Meski susah payah mengendalikan perasaan, tetap saja rasa cinta pria itu justru semakin bertambah. Degup jantung Hans berdetak begitu cepat saat Eva membantunya memakai dasi kemarin pagi."Kapan saja bisa, tapi mungkin lebih baik mencari waktu pribadi. Menghindari bertemu orang yang mengenal kita berdua. Aku tidak pandai berbohong, malas juga mencari alasan jika ada yang bertanya.""Bagaimana jika sepulang bekerja? Seharusnya Bina bisa memiliki waktu khusus sebelum memeriksa pasien lain.""K
Read more

25. Demam

"Satu sendok lagi. Ayo buka mulutmu," pinta Eva sambil menebalkan kesabarannya. Baru dua suap, Hans sudah menggeleng, menolak bubur nasi yang masuk ke mulutnya."Sudah cukup. Aku kenyang," ucap Hans lemah. Wajahnya pucat pasi dengan bibir sedikit gemetar. Dia menolak pergi ke rumah sakit, tapi juga menolak obat apa pun yang diberikan oleh Eva. Lebih-lebih saat akan disuntik, dia berteriak histeris karena takut dengan jarum. Bulir air mata sampai membasahi wajahnya, mengiba menunjukkan penolakannya."Kalau seperti ini terus, kamu tidak akan sembuh. Bukankah pekerjaan menumpuk di kantor?!" Eva yang mulai jengkel, menatap sebal ke arah Hans yang bersikap keras kepala. Dia bahkan sampai berkacak pinggang demi menunjukkan rasa gemasnya."Panggilkan saja Mama. Aku akan sembuh setelah dia datang merawatku."PLAK!Alih-alih menuruti permintaan Hans, justru sebuah tepukan yang mendarat di perut pria itu, membuatnya mengaduh tertahan. Eva yang memang keras tabiatnya, berbanding terbalik dengan
Read more

26. Mulai Terbuka

"Tuhan, jika kebersamaan ini hanya mimpi, aku tidak ingin terbangun selamanya," gumam Hans sambil menatap wajah cantik yang masih terlelap di hadapannya.Dia berkali-kali terjaga, khawatir Eva akan menjauh dari tubuhnya. Rasa kantuk yang sempat mendera, entah ke mana rimbanya. Berjam-jam Hans memusatkan perhatiannya kepada wajah Evalia Ayu Lesmana yang benar-benar ayu itu, menikmati setiap jengkalnya seolah tak ada waktu esok maupun lusa.Dalam diam, Hans berkali-kali tersenyum. Dia hampir tidak pernah sakit selama ini, tapi entah kenapa pagi tadi merasa mual yang teramat sangat sampai membuatnya muntah. Meski merasa tidak nyaman pada awalnya, tapi dia justru bersyukur setelahnya.Eva menjadi orang pertama yang paling memedulikannya, menungguinya tanpa lepas perhatian sedetik pun darinya. Wanita itu bersikap lebih lembut, melunak dan tak mengarahkan tatapan sengit seperti sebelum-sebelumnya. Entah karena iba, atau yang lainnya. Tetap saja, Hans bahagia karena Eva bersedia menyuapinya s
Read more

27. Ciuman Kedua

"Kemarilah. Ayo duduk."Hans beranjak dari kursinya dan mempersilakan Eva duduk di sofa. Penat yang semula memenuhi kepala, seketika itu juga seolah sirna. Kedatangan Eva membuat pria itu bersemangat."Aku bawakan makanan untukmu, khawatir kamu tidak bisa makan makanan sembarangan."Sebenarnya Hans sudah baik-baik saja. Dia tidak lagi muntah-muntah seperti kemarin meski masih ada sedikit rasa mual. Namun, dia tidak akan membuang kesempatan langka ini, mendapat perhatian dari sang istri tercinta."Kau sendiri sudah makan?" tanya Hans sambil duduk, memperhatikan wanita yang menggunakan jas warna putih melingkupi tubuh mungilnya."Gampang. Aku bisa makan kapan saja.""Mana boleh seperti itu," sela Hans cepat sambil berdiri. Dia beranjak, menghubungi seseorang melalui telepon ekstensi di atas meja dan berbicara beberapa patah kata."Apa saja yang ada di kantin eksekutif. Antar ke ruanganku sekarang!"Eva meneguk ludahnya dengan paksa, merasa sungkan dengan yang baru saja Hans lakukan. Sika
Read more

Bab 28

Tok tok!Suara kayu diketuk membuat Eva mengangkat wajahnya, menilik ke arah pintu yang terbuka. Liliana melongok sambil tersenyum.“Eva, kamu belum pulang?” tanya Lili dengan wajah semringah seolah baru saja mendapatkan berita bagus.Evalia mengangkat tangan kirinya dan menatap arloji mungil yang tampak begitu cocok dengan kulitnya yang kuning langsat.“Belum. Sebentar lagi.”“Setelah ini mau ke mana?” imbuhnya antusias. Sebenarnya, dia sudah mendengar dari Felix perihal Hans yang berniat mengajak Eva ke suatu tempat. Jadi, dia sengaja datang ke sini, siapa tahu wanita hamil itu membocorkan sedikit rencananya bersama sang suami.“Ada janji dengan seseorang.”“Siapa?” Liliana semakin antusias, tapi memasang sikap pura-pura tidak tahu.“Teman,” jawab Eva acuh tak acuh yang membuat Liliana kecewa. Namun, wanita itu segera mengubah raut wajahnya. Dia paham karena Eva memang sengaja menyembunyikan hubungannya dengan Hans.“Kalau begitu, aku pulang dulu, ya. Sampai jumpa.”Eva mengangguk,
Read more

Bab 29

“Bagaimana kencannya?” tanya Felix begitu sambungan telepon video antara dirinya dengan Hans tersambung. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu tidak bisa kembali ke sini?” cecar Hans kemudian, mengabaikan pertanyaan sahabatnya. Alih-alih menjawab, Felix justru tertawa. “Sudah kuduga. Kamu pasti akan mengkhawatirkanku.” “Shit!” umpat Hans sambil menggertakkan giginya, hampir saja membuang ponsel di tangannya. “Katakan ada apa?!” kejarnya tak sabar. “Bukan apa-apa, hanya sedikit urusan yang membuatku harus tetap di sini.” “Aku akan menyusulmu besok pagi dengan penerbangan paling pagi kalau kau tidak mengatakannya!” Felix menunjukkan senyum simpul, membuat matanya yang sipit seolah terpejam. Kekhawatiran Hans cukup beralasan, karena lima menit lalu dia mengirimkan pesan bahwa dia akan tinggal di Singapura selama setidaknya lima bulan dan mungkin tidak akan kembali ke Indonesia lagi. “Hey!” Hans semakin tidak sabar, menatap Felix yang masih tampak memikirkan sesuatu. “Bisnis keluargaku
Read more

Bab 30

Saat Hans keluar dari kamarnya, aroma masakan langsung tercium hidungnya. Dia tahu, pasti Eva sedang berkutat di dapur seperti pagi-pagi sebelumnya. Namun, dugaaan Hans salah. Tidak ada siapa pun di sana.“Selamat pagi, Tuan.”Seorang asisten rumah tangga yang bertugas membersihkan rumah, menyapa Hans sambil menundukkan kepala. Alat kebersihan tergenggam di tangannya.“Di mana istriku?”“Nyonya ada di kolam renang.”“Kolam renang?”Wanita paruh baya itu tampak mengangguk dengan keraguan di wajahnya.“Saat saya datang, Nyonya baru saja selesai memasak dan pergi ke kolam untuk berenang. Saya sudah mencoba membujuknya untuk naik, tapi—”“Aku sudah naik,” sela Eva dengan suara agak keras, muncul dari pintu samping yang menghubungkan rumah mewah itu dengan halaman di mana kolam berada.“Nyonya ….”Tanpa mengindahkan tatapan Hans yang masih mengerutkan keningnya, Eva melewati pria itu begitu saja, masuk ke kamar untuk membilas tubuhnya.Menyadari Eva mengabaikannya, Hans hanya bisa menghela
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status