Home / Lainnya / Wanita Hamil di Restoran Suamiku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Wanita Hamil di Restoran Suamiku: Chapter 41 - Chapter 50

120 Chapters

Bab 41 - Rencana Diniarti dan Bu Rita untuk Melumpuhkan Lawan

Rancana Diniarti dan Bu Rita untuk Melumpuhkan LawanPoV Irwan"Mau gimana lagi. Anak kita butuh biaya hidup. Ibu juga sudah gak punya apa-apa, Pa. Eh, maaf. A Irwan, maksudnya."Ya, dulu ketika Khiara lahir, aku yang memintanya memanggilku Papa. Tapi setelah bercerai, ini kali pertama kami bertemu lagi.Diniarti semakin cantik. Bahkan tubuhnya terlihat lebih berisi dan proposional. Menggemaskan, membuatku tak sanggup menahan jiwa kelelakianku."Temani aku malam ini. Aku akan membayarmu lebih.""Dengan senang hati. Dini pun rindu pada A Irwan. Tapi, A, Dini gak pernah lakukan ini pada pelanggan lain. Dan Dini tidak berKB.""Aa janji, gak akan buat kamu hamil."Malam kami pun berlalu begitu indahnya, di sebuah villa di puncak yang tak jauh dari kotaku.****[Aku ingin kembali. Berat rasanya melepaskanmu begitu saja.] Diniarti mengirim pesan chat, katanya tahu nomorku dari Haris--temanku.Segera kuhapus pesan itu sebelum terbaca oleh Nadia, ibu dari anak kandungku--Allisya.Singkat ceri
last updateLast Updated : 2023-06-24
Read more

Bab 42 - Eksekusi

EksekusiPoV Irwan"Yes, berhasil!" isyaratku pada Diniarti yang masih menjagaku dari kemungkinan yang terjadi. Bisa saja, ada warga yang ronda atau melintas. Kami harus hati-hati, bukan.Aku meminta Diniarti untuk segera ikut masuk, setelah memastikan situasi di dalam aman. Pak Bagustyo masih terlelap, saatnya aku mengecek kamar suster.Pintu kamar Pak Bagustyo tentu saja tidak dikunci, demi memudahkan suster yang hendak mengecek kondisinya dua jam sekali. Suster itu biasa mengecek jam dua belas malam dan jam dua, artinya, saat ini dia baru saja terlelap sebab baru jam tiga kurang.Tepat sekali dugaanku. Suster itu tengah memejamkan mata. Sepertinya, dia sedang lelap sekali. Aku malah curiga, suster ini tidak mengecek kondisi Papa mertuaku dengan benar sesuai janjinya pada Nadia. Nyatanya, dia sangat lelap dalam buaian mimpinya.Perlahan namun pasti, kutempelkan sapu tangan yang sudah kuolesi dengan obat bius ke hidungnya. "Biar tambah lelap," gumamku seraya tersenyum lebar.Aku kemb
last updateLast Updated : 2023-06-25
Read more

Bab 43 - Tamparan Keras di Hati Irwan

Tamparan Keras di Hati IrwanPoV IrwanAku hampir depresi, sampai harus menggunakan obat penenang. Meski Papa mertuaku sudah tiada dan kasusnya sudah ditutup tanpa penyelidikan, tetap saja rasa sesal itu selalu menghantui.Dalam bayanganku, seharusnya Bu Rita dan Diniarti saja yang kubuat pergi untuk selamanya. Bukan orang baik seperti Papa mertua.Allah ... aku menyesal. Sekarang, aku tak bisa berbuat apa-apa. Bu Rita dan Diniarti sudah mengantongi kebusukanku. Bagaimana bisa aku tidak menuruti mereka, jika ancaman selalu diteriakkan oleh keduanya.[Pa, pulang dari resto langsung ke sini. Ada yang ingin Ibu bicarakan.] Pesan masuk dari Diniarti. Aku abai. Malas meladeninya lagi, selama hati ini selalu merasakan pedihnya penyesalan terbesarku.[Kalau kamu gak dateng, Ibu sudah siap dipenjara bersama.] Selalu ancaman dan ancaman yang Diniarti katakan untuk membuatku tunduk padanya.**"Ada apa?" tanyaku dengan nada datar, bahkan enggan menoleh pada mereka.Empat bulan sudah kepergian Pa
last updateLast Updated : 2023-06-26
Read more

Bab 44 - Siapa Emir?

Siapa Emir?PoV AuthorDalam heningnya malam, seorang wanita memilih menyendiri di balik jendela yang sengaja daunnya ia buka setengah. Hawa dingin mengusap lembut wajah ayu yang tak henti-hentinya membasah oleh air mata.Bahkan ketika nyamuk-nyamuk hitam dari luar kamarnya turut mengerubungi, menggigitnya penuh nafsu, seolah ia tak merasakannya.Lubang luka di hatinya terlalu dalam, hingga ia kesulitan merasakan rasa yang lainnya. Pedih, sakit, merasa menjadi makhluk yang paling menderita. Hanya air mata yang mampu menjadi teman, di setiap malam yang menyudutkannya pada sebuah penyesalan."Papa ... Nadia sudah jebloskan ketiganya ke dalam penjara. Negara kita punya hukum, Pa. Jika saja Nadia boleh memilih, tentu Nadia ingin mereka ma_ti saja. Nadia ingin mereka merasakan apa yang Papa rasakan malam itu." Hatinya terus menjerit mengucap sesal yang tak kunjung selesai."Seandainya Nadia tidak dengan mudah jatuh cinta dan percaya pada Mas Irwan, mungkin sekarang Papa sudah sembuh. Ini s
last updateLast Updated : 2023-06-27
Read more

Bab 45 - Tentang Emir

Tentang EmirPoV Author"Emir?" gumam Nadia, tak asing dengan wajah pemuda yang kini tengah menjabat tangan Pak Adnan."Lho, Nadia?" tanya Emir, pria yang Nadia kenal dengan nama lain."I-iya. Kamu ngapaian?" tanya Nadia gugup. Ia merasa canggung sebab, pernah beberapa kali mengabaikan pesan chat dari pria di balik meja pelayanan masyarakat itu."Kerja lah, masa cari istri. Oh, ya, jadi klien Pak Adnan ini Nadia?" tanya Emir, usai menjawab pertanyaan Nadia."Kalian sudah saling kenal?" tanya Pak Adnan, menoleh pada Nadia dan Emis bergantian."Sudah, Pak. Kebetulan--""Hanya sebatas saling kenal saja, Pak," sambar Nadia, memotong ucapan Emir.'Kenapa namanya jadi Emir. Dia bilang padaku, Fachri. Ah, sepertinya laki-laki gak bener ini. Nama saja dia manupulasi,' batin Nadia, kemudian membuang pandangan ke arah luar.Emir Muhammad Fachri adalah pria bermobil mewah yang beberapa hari ini pernah tak sengaja menabrak mobil Nadia. Pria itu memperkenalkan diri pada Nadia dengan nama akhiranny
last updateLast Updated : 2023-06-28
Read more

Bab 46 - Kondisi Khiara

Kondisi Khiara"Ya, sudah. Tolong jangan dilambat-lambatin, ya, Mir. Kami permisi dulu," ujar Pak Adnan yang memang tak mungkin mengucap salam."Ya. Kami pamit. Assalamu'alaikum," ucap Nadia, berinisiatif mengucap salam, sebab tahu nama tengah Emir tak mungkin berasal dari non muslim.**"Kalian kenal di mana?" tanya Pak Adnan di tengah perjalanan yang mulai terik oleh cahaya mentari."Oh, itu__" Nadia pun menceritakan peristiwa sore itu, yang membuatnya tak sengaja harus berkenalan dengan Emir."Ha ha ha ...kayak orang gak punya saja, kamu, Nad. Kerusakan lama, kamu limpahkan pada Emir." Pak Adnan terbahak beberapa saat, menertawakan tingkah Nadia yang ia anggap konyol."Habisnya sombong, sih, jadi orang. Mentang-mentang pake mobil mewah," ketus Nadia."Memangnya dia sombong gimana?" selidik Pak Adnan lagi. Paham dengan sikap baik dan ramah Emir selama ini, rasanya tak mungkin jika pemuda itu bersikap sombong."Ya ..." Nadia berpikir beberapa saat. Sore itu, ia sangat geram pada Emir
last updateLast Updated : 2023-06-29
Read more

Bab 47 - Merawat Khiara

Merawat Khiara"Emm ... oke, deh. Tapi janji, jangan sampai anak Mama yang cantik ini kelelahan. Mama gak mau, sampai Allisya sakit." Nadia pun menampakkan wajah yang tak kalah sendu. Kekhawatiran jelas terlihat di kedua netranya.Nadia pun segera menelepon Ima dan Mbak Nani, ingin meminta tolong pada mereka mengambilkan seragam sekolah Allisya dan segala macam keperluannya untuk di rumah sakit."Bu, saya gak berani masuk kamar Ibu," kata Mbak Nani di ujung telepon."Masuk aja, Mbak, gak pa-pa. Ambilkan baju ganti saya sama sabun cuci muka saya di kamar mandi," pinta Nadia, memercayai kedua orang pekerjanya."Emm ... video call, ya, Bu. Biar Ibu bisa lihat saya masuk dan keluar dari kamar Ibu." Mbak Nani yang memang tak pernah masuk ke kamar Nadia pun, sangat ketakutan ada sesuatu yang hilang dan dialah yang menjadi tersangkanya."Ya, sudah, gimana menurut Mbak Nani saja." Nadia sedikit terkekeh, kagum dengan kesopanan Mbak Nani.Mbak Nani pun mengalihkan panggilan ke panggilan video,
last updateLast Updated : 2023-06-30
Read more

Bab 48 - Pertolongan Emir

PoV Author"Lho, kamu di sini? Sendirian?" tanya seseorang yang tak sengaja Nadia tabrak.'Kebetulan atau apa, ini? Mengapa harus bertemu di sini,' batin Nadia, bukannya segera menjawab."Hei, malah bengong!" tegur orang itu, seorang pria muda yang tak lain adalah Emir."Oh. Itu ... aku sedang menjaga temannya Allisya. Maaf, aku buru-buru." Nadia bergegas melangkah, hendak meninggalkan pria itu. Tanpa sadar, kartu tunggu yang ia masukan ke dalam saku gamis justeru terjatuh di hadapan Emir."Tunggu, Nadia! Kartumu jatuh," tukas Emir, setengah berlari mengejar Nadia."Oh, terima kasih." Nadia mengambilnya, lantas segera berbalik hendak melangkah lagi."Buru-buru banget? Mau ke mana?" Rupanya Emir malah mengikuti langkah cepat Nadia."Jangan ikuti, plis. Aku sedang buru-buru," mohon Nadia, merasa sedikit risih dengan keberadaan Emir.Emir mengangguk. Cukup tahu diri jika wanita yang ia dekati terus menolak. Pria itu pun tak lagi mengikuti Nadia, melainkan kembali pada tujuan utamanya.Ke
last updateLast Updated : 2023-07-01
Read more

Bab 49 - Bagai Sebuah Petuah

Bagai Sebuah PetuahPoV Author[Terima kasih. Tapi, tahu dari mana jika saya belum tidur?] balas Nadia.[Whatsapp-mu online, Bu Nadia. Oh, ya, anak-anak sudah tidur?] tanya pria si pengirim pesan itu.[Kenapa, memangnya?] tanya balik Nadia. Sesekali ia tersenyum, mengingat kejadian tadi ketika menuduh pria itu sebagai penjahat pe_do_fil.[Tak apa. Kamu tidak tidur?] balas pria itu lagi.[Mendadak tidak mengantuk.] Nadia mengirim pesan balasan, kemudian melirik jam dinding rumah sakit sudah menunjukkan pukul 23.30 sudah hampir tengah malam.[Kutraktir minum kopi, mau?] tawar pria itu, yang tak lain adalah pria yang telah menolong anaknya dari serangan Khiara.[Yang ada, saya gak tidur sampai pagi, Pak.] Tanpa sadar, Nadia melengkungkan senyuman tipisnya, setelah mengetik balasan itu.[Susu jahe, mungkin? Biar badan hangat dan pikiran menjadi relaks,] balas pria itu, Emir.[Boleh juga. Aku juga mendadak laper.][Tapi, maaf. Aku tidak bisa meninggalkan anak-anak, meskipun mereka sedang t
last updateLast Updated : 2023-07-02
Read more

Bab 50 - Pertimbangan Nadia

Pertimbangan NadiaPoV Author"Ya, aku pun berpikir begitu. Tapi aku yakin jika dengan cinta, sifat buruknya akan berangsur hilang." Nadia menatap kosong ke arah lorong gelap. Ia membayangkan Khiara tumbuh bersama dengan gadis kecilnya, menjadi kakak-beradik yang saling menghargai dan menyayangi."Kamu benar. Bahkan harimau sekalipun, bisa melunak jika setiap hari dilatih dengan penuh cinta. Hanya saja ... watak manusia lebih keras dibanding hewan buas sekalipun." Emir menatap wajah Nadia yang tengah melamun dalam gelayut dilemanya."Batu saja akan berlubang, jika sering tertimpa air." Nadia menoleh, bertemu pandang dengan tatapan lekat Emir. Keduanya bergegas saling membuang pandang."Begini, Nadia. Menurutku, apa tidak sebaiknya kamu periksakan Khiara ke psikolog?" usul Emir lagi. Pria itu tetap saja tidak bisa melihat sisi baik dalam diri Khiara, usai pertengkaran sore tadi dengan Allisya.Pandangan Emir terhadap Khiara tentu berbeda, tanpa pemakluman Khiara itu masih kecil. Berbed
last updateLast Updated : 2023-07-03
Read more
PREV
1
...
34567
...
12
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status