“Yah, sebentar ya. Ini teman Runa telepon,” ujar Aruna setelah melihat layar ponsel miliknya yang berdering. Erwin mengangguk lalu memperhatikan putri tersayangnya itu berdiri lalu berjalan sedikit menjauh agar tidak mengganggu sang ayah. “Yup Diya. Ada apa? Mau nagih kopi?” tembak Aruna langsung begitu ia menggeser layar untuk menerima panggilan. ‘Wah, tau aja nih!’ Ardiya lalu terdengar terkekeh ringan menanggapi salam pembuka dari Aruna. “Iyalah. Yang pertama aja udah kaya debt collector, nagih-nagih terus,” cela Aruna main-main. ‘Hehehe iya juga sih. Emang kamu ada waktu?’ “Hari ini kebetulan memang izin untuk absen kerja, sih.” ‘Nah kebetulan. Tapi ini serius, aku mau traktir kamu makan, Run.’ “Wah! Dalam rangka apa?” Kedua alis Aruna terangkat sedikit. ‘Dalam rangka berterima kasih, karena hadiah pilihan kamu itu, disukai mamaku!’ jawab Ardiya riang. “Oh, beneran?” ‘Serius.’ “Emm… tapi…” Aruna berpikir sejenak. Ia teringat aturan yang ditetapkan Brahmana. Apakah ia t
Read more