Home / Pernikahan / Bukan Wanita Impian Suamiku / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Bukan Wanita Impian Suamiku: Chapter 21 - Chapter 30

108 Chapters

Bab 21. Lupa Ingatan?

Kaki ini menderap saat melihat Daniel di ruang tunggu dengan kepala menunduk. Pasti dia marah kepadaku. Aku membiarkan dia menungguku tanpa ada kabar apapun.“Daniel, Sayang.”“Eh, Mama,” serunya langsung mendongakkan kepala. Wajahnya menunjukkan senyuman. Aku menepuk dada, merasa lega. Dia ternyata terpekur dengan ponsel di tangan. “Sudah pemeriksaannya?” Aku duduk di sebelahnya. Menatap anak lelakiku yang ternyata sudah bisa sendiri. Bayanganku dia akan merengek dan kesal kepadaku, tidak terbukti,“Sudah, Ma. Tinggal dipanggil untuk penjelasan. Untung Mama sudah__,” ucapnya terhenti. Pandangan teralihkan dariku, dengan tubuh dicondongkan ke depan.“Om Dokter?” Mata Daniel terlihat berbinar dengan senyuman tercipta sempurna. Anakku akan beranjak berdiri, tetapi dia mengisyaratkan untuk tetap duduk. Justru sekarang dia duduk di sebelah Daniel.“Apa kabar, Jagoan?”Aku mengernyit. Nada suaranya terdengar bersahabat. Berbanding terbalik kalau berbicara denganku. Seakan bertemu teman l
Read more

Bab 22. Tanpa Pikir

“Aku bisa mengurus Daniel. Kalau kamu harus pergi, tinggalkan saja dia sama saya,” ucap lelaki ini semakin membuatku tidak habis pikir.Ingin menolak niat baiknya, tapi keadaan sekarang memaksaku untuk kembali segera ke kantor. Biasanya, yang mengurus keperluan Daniel adalah Mas Ammar, dan aku mendapatkan kebebasan mempergunakan keseharianku untuk mengejar dari deadline ke deadline lainnya.Sekali lagi aku menatapnya, memastikan kalau orang ini bisa dipercaya.Kami bersama di hitungan beberapa menit ini, menunjukkan dia orang baik. Memang dia kadang-kadang bersikap kaku dan sinis, mungkin itu pembawaannya saja. Kekesalan yang dia timbulkan, justru menggantikan rasa sakit di hati ini. Sejenak, aku melupakan masalah yang akan meledak ini.“Kenapa? Kamu tidak percaya dengan saya? Takut Daniel aku celakai?”“Bukan seperti itu.”“Terus apa? Kamu ingin aku mengurungkan niat mengantar Daniel?”“Saya hanya tidak ingin mengganggu saja. Lebih baik Daniel menggunakan taxi online.”Tubuhnya berge
Read more

Bab 23. Gila

Aku tidak bisa berkata-kata. Umpatan yang sudah berjubal di mulut ini, seakan hilang begitu saja. Aku hanya bisa berdiri diam dengan menatap lelaki yang sudah belasan tahun hidup bersamaku.Seketika, aku merasa dia orang asing, dan aku tidak mengerti apa-apa tentang dia.Anak perempuan itu berlari masuk ke rumah, setelah Mas Ammar membisikkan sesuatu. Kemudian dia mendekat, dan sekarang kami berdiri berhadap-hadapan.“Aida, apa yang kamu lakukan di sini?”Wajah ini mendongak ke arahnya, menatapnya lekat. ‘Apakah ini Mas Ammarku?’ Kening ini berkerut, dan kembali air mata ini menetes.“Seharusnya aku yang bertanya, apa yang dilakukan suamiku di rumah orang?” Mata ini nanar menatapnya. Sekuat tenaga aku menahan sesak di dada yang nyaris meledak.“Aida. Kita pulang dan akan aku jelaskan di rumah.” Dia memberi tatapan memohon pengertian. Aku menggeleng sambil menepis tangannya. Aku tidak mau ditipu olehnya lagi seperti saat dia berkelit tentang foto-foto itu.“Kenapa kamu berbohong dengan
Read more

Bab 24. Salah

Berbicara dengan orang berakal pendek memang susah. Dia merasa benar dan orang lainlah yang salah. Aku tertawa keras sambil menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian memberikan tepuk tangan sambil mengalihkan pandangan ke Mas Ammar.“Hebat! Hebat sekalian kalian. Pasangan yang cocok. Kalian yang berkhianat, tapi kalian tetap merasa hebat. Apa tidak malu tinggal di lingkungan ini? Eh, Diana! Kamu mengenalkan sebagai siapa kepada tetangga? Perempuan simpanan Ammar Hamdan? Atau …. perempuan penggoda suami orang?” ucapku sambil tersenyum miring. Perempuan seperti ini tidak boleh diberi angin. Mendapat kesempatan, dia akan berganti menggigit.“Kamu, ya!” serunya sambil menderap ke arahku. Tangannya terangkat dan siap terayun. Aku mengelak, dan dia terhuyun saat mendapati ruangan kosong.Gila! Dia sudah mulai main kasar. Tangan ini terkepal keras, dan mataku menangkap orang yang berdiri di luar pagar semakin banyak. Ini sekempatan bagiku. Akan aku tunjukkan balasan tanpa berbuat kasar kepadan
Read more

Bab 25. Syarat

Dia dulu tidak seperti ini. Mas Ammar laki-laki yang sempurna sebagai suami dan anakku. Suamiku itu dulu bekerja pada perusahaan swasta dengan pendapatan yang lumayan, cukup untuk penghidupan kami bertiga.“Aida. Daniel sudah beranjak dewasa. Kamu bisa mulai serius dengan pekerjaanmu.” Kala itu aku masih menjadi arsitek freelance. Mengaplikasikan keahlianku saat ada pekerjaan dari perusahaan jasa arsitek. Aku belum berani mempunyai bendera sendiri, karena terbentur waktu mengurus keluarga.Atas izin Mas Ammarlah aku berani mengurus perizinan untuk memulai mempunyai nama sendiri. Cipta Megah Architects, namanya. Lamba laun, namaku mulai dikenal dan dicari. Keberhasilanku ini berbanding terbali dengan waktu untuk keluarga. Terlebih saat aku mulai merambah menangani sipil yang dibantu oleh Laila. Aku lebih di kantor dibandingkan di rumah.“Aku tidak apa-apa. Justru aku bangga mempunyai istri yang luar biasa ini. Toh Daniel bisa bersamaku,” ucapnya saat aku menyatakan rasa bersalah.Keada
Read more

Bab 26. Musuh

Mata ini masih menatapnya tanpa berkedip. Kepalaku masih belum mencerna dengan apa yang dimaksud. “Kalau kamu tidak setuju, jangan harap mendapatkan apa yang kamu mau,” ucapnya kemudian berbalik pergi. Debum suara pintu dibanting begitu mengagetkan. Aku hanya bisa menatap pintu kamar tamu sambil mengelus dada. Aku mulai menyadari apa yang dia maksud. Perkataannya itu sama saja menguasai semua aset yang sudah terkumpul. Semua atas nama dia, termasuk rumah ini. Apa ini berarti dia mengusirku kalau kami jadi bercerai? Kembali mata ini menatap pintu yang tertutup rapat. Aku tidak menyangka Mas Ammar bersikap seperti itu. Merasa tidak terima, aku langsung berdiri dan membuka pintu dengan kasar. “Mas Ammar! Maksud kamu apa!?” teriakku. Dia tertawa. “Kamu sebagai wanita pintar harusnya tahu apa yang aku maksud,” ucapannya sambil mendekatkan wajah dan menatapku lekat. Wajahnya terlikat kaku membeku. Tidak ada jejak keramahan di sana. Aku seperti berhadapan dengan orang asing, “Kamu akan
Read more

Bab 27. Cita-Cita

Saat menolong seseorang, aku tidak pernah berharap balasan. Bagiku itu demi kemanusiaan. Seperti malam itu. Aku pulang lembur dari kantor. Sebelum memasuki areal pemukiman, aku mendapati seorang perempuan berebut tas dengan tiga orang laki-laki. Kalau dilihat penampilannya, laki-laki itu bukan orang baik-baik. Jalanan sepi, dan hanya mobil ini yang melintas saat itu. “Tolong! Tolong saya!” Tanpa pikir panjang, mobil aku arahkan mereka. Lampu menyorot dan mereka dikejutkan dengan bunyi klakson panjang. Aku berharap, yang aku lakukan memancing orang untuk datang. Benar, beberapa sepeda motor berhenti, dan laki-laki bertampang kasar itu melarikan diri. Baru aku berani keluar dari mobil, mendapati perempuan dengan rambut diikat itu meringkuk di trotoar. Tangannya mendekap tas dengan tubuh gemetar dan terdengar isakan darinya. “Kamu tidak apa-apa?” “Tidak, Bu. Te-terima kasih,” ucapnya. Pengendara yang berhenti tadi, memastikan kalau semua baik, kemudian berpamitan untuk melanjutkan
Read more

Bab 28. Buang

“Aku tidak ingin ada yang mengganggu saat kita seperti ini,” bisik Mas Ammar sambil mempererat rangkulan di pundak ini. Kebiasaan kami saat bersantai di rumah. Daniel sudah masuk kamar, dan kami menonton televisi di ruang tengah.Kalau sudah dia mendekatkan diri, biasanya jemarinya tidak mau diam. Keasyikanku menonton terusik dengan tangannya yang menyelusup di pakaian ini. Kalau sudah seperti itu, menandakan dia menuntut lebih.Alasan ini yang digunakan dia dulu untuk memindahkan Diana dari rumah ini.“Ada temanku yang membutuhkan orang yang bersih-bersih rumah. Diana kan bisa? Dari pada dia tinggal di sini. Aku tidak nyaman kalau saat malam ada orang lain selain kita.”Ucapannya begitu masuk akal. Aku menyetujuinya dan menyerahkan urusan ini kepadanya. Toh, tempat tujuan Diana bekerja adalah teman Mas Ammar. Sejak itu, aku tidak menemui perempuan itu lagi.“Nyonya. Beberapa pakaian sudah saya siapkan,” ucap Bik Yanti sambil menyeret satu koper besar. Aku menyuruhnya untuk menyiapkan
Read more

Bab 29. Pilihan

Tidak tersisa rasa untuknya sekarang. Semua luruh tidak berbekas. Pertama dia menghianatiku, kemudian merampas harta, dan sekarang mencoba menganiaya. Tidak ada lagi alasan untuk bertahan dengan lelaki yang sudah tega mengangkat tangannya.Suara Daniel yang berteriak menyelamatkan aku. Anak lelakiku itu langsung menarik diri ini untuk menjauh dari Mas Ammar. Dia menjadikan tubuhnya tameng untukku. Menghalangi Mas Ammar yang masih terlihat marah.Tubuh ini gemetar. Bukan karena takut, tetapi kaget karena tidak menyangka Mas Ammar segila ini.“Papa tidak malu memperlakukan Mama seperti ini?! Mama itu perempuan, Pa, yang seharusnya dilindungi. Bukan malah dipukul karena ingin menutupi kesalahan! Papa tidak malu?!”Seakan tertumpah semua amarah yang dia pendam, Daniel menatap nyalang ke Mas Ammar. Wajahnya memerah dengan bibir gemetar, sorot matanya pun menunjukkan kebencian yang sangat.Mas Ammar tertawa. Kedua tangan di pinggang menunjukkan keangkuhannya.“Hei, Aida! Lihat hasil didika
Read more

Bab 30. Yakin

Aku menatap kertas yang masih berada di atas meja. Mata ini mengitari ke sekeliling yang terlihat lengang. Sepi dan terasa kosong. Masih teringat jelas kejadian kemarin. Rintihan Daniel memaksa Mas Ammar menyudahi pembicaraan. “Aku akan kembali lagi besok! Ingat itu!” serunya, kemudian menendang kursi. Terlihat marah karena yang dimaui tidak terlaksana. Dia pergi setelah deru mobil terdengar menjauh. Dibantu Bik Yanti, aku membantu Daniel berpindah ke dalam kamarnya. Tubuhnya deman dan sesekali mengigau. Aku memberinya obat dan mengompres dahinya. “Nyonya. Jangan pergi dulu, ya. Kasihan Mas Daniel,” ucap Bik Yanti, dan aku sambut dengan anggukan. Ditemani dialah, aku semalaman menjaga Daniel. * [Deman Daniel sudah turun?] pesan dari Dokter Burhan. Dari kemarin dia menyatakan rasa bersalah karena membiarkan Daniel pulang. Apalagi setelah mengetahui anakku itu deman. Hampir setiap jam dia mengirim pesan memastikan keadaan Daniel. [Daniel baikan. Sekarang sudah seperti biasa. Teri
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status