Home / Romansa / Papaku Masih Perjaka / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of Papaku Masih Perjaka: Chapter 81 - Chapter 90

95 Chapters

Bab 81 : Kehilangan Pendengaran

“Otak Maha tidak ada gangguan, tapi tulang telinganya retak dan gendang telinganya sedikit luka, maka dari itu dia kehilangan pendengarannya. Kondisi ini menyebabkan sinyal suara tidak bisa sampai ke otak, akibatnya dia tidak bisa mendengar dengan jelas.” Sabrina jelas tak menyangka, meski otak Maha tidak ada gangguan tetap saja dia tidak bisa lega. Ia syok mengetahui fakta putranya kehilangan sebelah pendengaran. “A-a-apa ini permanen? Apa ada cara untuk menyembuhkan Maha?”tanya Gama. Ia sudah memikirkan akan membawa anak itu berobat kemanapun asal pendengaran Maha bisa kembali normal. “Tidak, karena Maha masih kecil maka kemungkinan besar fungsi telinganya akan kembali normal, jadi tidak perlu terlalu cemas, saya akan merekomendasikan dokter THT terbaik untuk Maha. Dia belum merasa sakit mungkin karena efek obat anti nyeri yang saya berikan, atau memang dia anak yang kuat jadi tidak merasakan sakit,” ucap dokter dengan senyum kecil di wajah. Sabrina menghela napas lega, tangannya
last updateLast Updated : 2023-06-04
Read more

Bab 82 : Poli Kandungan

Semua orang pergi, hanya tinggal Sabrina, Gama dan juga Maha yang berbaring di ranjang sambil menonton kartun dari tablet yang dibawakan papanya dari rumah. Sabrina memilih duduk selonjoran di sofa, tangannya sibuk dengan ponsel di group berbalas pesan kelas putranya. Ia sedang menceritakan kejadian yang dialami Maha, tak disangka respon ibunda Kenzo terbilang cukup mendukung Sabrina. [Sudah kalau ibu Maha mau lapor ke polisi, laporin aja! aku pasti akan mendukung, hal seperti ini bisa menimpa anak yang lain kalau dibiarkan ]Sabrina tersenyum, dia tak sadar sejak tadi Gama terus memperhatikan gerak-geriknya. Sabrina hanya sarapan sedikit pagi tadi, beberapa menit yang lalu dia meminta izin Gama keluar dan saat kembali berhasil membuat suaminya itu heran, bukannya membeli makanan berat seperti dugaan Gama, dia malah membeli rujak garam dari abang-abang yang biasa mangkal di seberang rumah sakit. Gama pun semakin curiga, mungkinkah Sabrina benar-benar sedang mengandung?“Papa, sudah!
last updateLast Updated : 2023-06-05
Read more

Bab 83 : Ini Adik

Keringat dingin Sabrina bercucuran, rasanya lebih menegangkan dari saat pernikahannya dan Gama beberapa bulan lalu. Sabrina duduk tegak manatap ke arah dokter, sedangkan Gama sempat melempar senyum sebelum sang dokter bertanya.“Kapan terakhir Anda mendapat menstruasi?”Sabrina bingung, dia bahkan tidak menghitung setiap bulanannya, hanya saja dia tahu tanggal biasanya dia mendapatkan haid pertama.“Saya lupa Dok,” jawabnya bingung. “Tapi kalau biasanya saya mendapat tamu di tanggal empat.”“Ini sudah hampir tanggal empat lagi Ibu, sudah sepertinya tidak perlu di tes. Anda pasti hamil,” jawab dokter dengan senyum di wajah.“Hamil?” Gama melongo, dia menoleh Sabrina yang terus menatap wajah sang dokter. Gadis itu tak berani menoleh padanya.“Di sini perawat menulis Anda sudah tespek tapi ragu dengan hasilnya, satu dua garis samar dan satu hanya garis satu,” kata dokter.“Kenapa juga harus Anda baca dengan jelas tulisan perawat itu di depan suami saya, Dok,” gumam Sabrina di dalam hati.
last updateLast Updated : 2023-06-06
Read more

Bab 84 : Surat Untuk Maha

“Selamat datang ke rumah Maha.”Baru saja membuka pintu, Maha sudah disambut keluarga besar yang begitu sangat menyayanginya. Nampak ruang tamu rumah Gama dihiasi dengan balon dan dekorasi dengan tulisan ‘welcome home’.Maha yang sebelah telinganya masih tertutup perban pun tertawa. Bocah itu menghambur ke pelukan Tama yang membungkuk sambil melebarkan tangan.“Cucu Opa yang paling ganteng,” puji Tama sambil menggoyang-goyangkan Maha yang ada di gendongannya.“Opa aku berat, aku sudah gendut.”Semua orang tertawa mendengar apa yang bocah lima tahun itu ucapkan, Maha mungkin sadar bahwa Tama sudah tua, jadi menggendongnya seperti itu bisa-bisa membuat pinggang kekeknya terkilir. Pada akhirnya Tama menurunkan Maha, menggandeng bocah itu untuk melihat apa yang sudah disiapkan orang-orang untuknya.“Apa aku ulangtahun lagi?” tanya Maha melihat begitu banyak kado tertata di meja.“Bukan sayang, ulangtahun itu ya setahun sekali. Ini kado karena Maha pintar, mau mendengarkan dokter, perawat
last updateLast Updated : 2023-06-07
Read more

Bab 85 : Meminta Penjelasan

Pagi itu, dua orang yang pernah bersiteru kompak bersatu. Sabrina ditemani ibunda Kenzo datang ke sekolah bersama beberapa wali siswa untuk melayangkan protes. Laporan sudah diproses pihak kepolisian, bahkan kabarnya Naura dan Bagaskara sudah datang untuk diperiksa.Meski kurang dari sepuluh wali murid yang datang, tapi suasana sangat menegangkan apa lagi mereka didominasi ibu-ibu yang menolak keras tindakan sang kepala sekolah.“Keluar Bu Patty, jangan bersembunyi, Anda pikir kami akan diam saja mengetahui ada murid dibawa paksa dari sekolah tanpa sepengetahuan orang tua?” teriak ibunda Kenzo di depan ruang guru.Lima satpam yang dimiliki oleh sekolah itu pun tak bisa meredam amarah ibu-ibu, mereka hanya bisa meminta agar ibu-ibu tidak anarkis dan membuat suasana sekolah menjadi tidak kondusif. Sementara itu, guru-guru sibuk untuk mengunci murid mereka di dalam kelas, karena beberapa bocah yang ingin tahu sudah melongok ke jendela akibat keributan itu. “Olla ada mamimu,” celetuk sal
last updateLast Updated : 2023-06-08
Read more

Bab 86 : Mahameru Tahu

Sabrina mengikat rambutnya berniat turun ingin memastikan siapa yang malam-malam datang, tapi Gama lebih dulu mencegahnya. Di kehamilan Sabrina yang masih trimester pertama, dia ingin mengurangi aktivitas istrinya yang dipikir bisa membuat lelah, bahkan untuk antar jemput Maha, dia akan meminta bantuan Leo. “Biar aku, kalian di sini saja!" titah Gama. Meski begitu Sabrina dan Maha tidak mendengarkan, mereka ikut keluar tapi hanya melihat dari lantai atas.“Ibu!” Maha seketika memeluk Sabrina melihat Nuara. Bocah itu tiba-tiba ketakutan, menandakan ada yang tidak beres dengan mentalnya.“Ibu, ayo masuk ke kamar!” rengek Maha.“Tidak apa-apa, di sini ada Ibu juga Papa, Maha tidak perlu takut,” kata Sabrina mencoba menenangkan.Meski begitu, dia tetap membawa putranya masuk kembali ke kamar, dia tidak ingin sampai Maha terkena mental. Respon anak itu saat melihat Naura saja membuat dadanya berdetak tak karuan. Ada yang salah, Maha mungkin mengalami trauma.“Untuk apa malam-malam datang
last updateLast Updated : 2023-06-09
Read more

Bab 87 : Memberi Penjelasan

“Ibu nggak sayang aku,” raung Maha.Bocah itu terduduk sambil menangis. Sontak saja Sabrina semakin kalut. Bik Mun yang ikut menyusul ke lantai atas pun heran dengan tingkah Maha.“Maha, kenapa? nggak sayang gimana?” tanya Sabrina lagi, dia saling pandang dengan bik Mun. Wanita itu mengedikkan bahu tanda tidak tahu juga, kenapa anak sang majikan seperti itu.“Aku tidak mau punya adik!”Sabrina tercengang, sepertinya baru kemarin Maha berkata sayang, tak sabar melihat adiknya lahir, tapi kenapa hari ini sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat. Sabrina memilih berjongkok, tapi Maha malah berdiri. Tanpa sengaja bocah itu menyenggolnya hingga dia jatuh dan pantatnya mendarat kasar ke lantai.“Mas Maha!” pekik bik Mun yang langsung mendekat ke Sabrina. Membantu wanita itu untuk berdiri. “Mas Maha, Ibu Sabsab sedang hamil, nggak boleh ka …. “Sabrina mencegah bik Mun melanjutkan kalimatnya dengan cara meremas tangan wanita itu. Ia menatap Maha yang duduk di kursi belajar dengan raut
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Bab 88 : Persidangan

Duduk di dalam ruang sidang dan mendengarkan pihak lawan berbicara jelas sangat tidak mengenakkkan. Gama sudah ingin membantah semua ucapan dari pihak Bagaskara, sedangkan Sabrina beberapa kali menoleh ke arah pintu berharap Naura akan segera tiba. Wanita itu adalah satu-satunya kunci untuk membuat persidangan ini tak berlarut-larut. Persidangan kasus hak asuh seperti ini biasanya memakan waktu berbulan-bulan, bahkan sekitar sembilan sampai dua belas kali hingga putusan.Rudi Tabuti berkata, jika Naura sebagai ibu kandung langsung berkata tidak ingin memperebutkan Maha, maka jalan bagi Gama untuk memenangkan hak asuh sudah berada di depan mata.Pihak pengacara Bagaskara sudah selesai dengan gugatan, dan kini giliran Rudi untuk membela kliennya. Rudi menyampaikan semua bukti sejak awal, baik dari mulai Naura berbohong dan memberikan Maha ke Gama, sampai wanita itu yang berkata tidak ingin memperebutkan sang anak, karena tahu Maha akan jauh lebih bahagia bersama Gama dan Sabrina.“Ini a
last updateLast Updated : 2023-06-11
Read more

Bab 89 : Toko Es Krim

Butuh penjelasan yang agak memakan waktu saat Sabrina dan Gama menjemput Maha. Anak itu benar-benar takut mendengar nama Naura. Maha sampai memeluk erat Sabrina. Awalnya Maha senang karena akan diajak makan es krim bersama, tapi berubah takut kala Gama menyebut di sana sudah ada Naura yang menunggu.“Nggak mau, Maha nggak suka es krim,” ucap Maha. “Mau pulang aja.”Kebetulan di sana ada Embun yang juga menjemput Olla. Ia pun berusaha membantu Sabrina dan Gama dengan berkata, “Apa Olla mau ikut makan es krim? Nanti biar Mami jemput di rumah Maha.”Sabrina dan Gama menoleh Olla, harapannya kini bertumpu pada gadis kecil itu. Mereka merapal doa, berharap Olla mengangguk dan berkata iya.“Oke, aku mau ikut!”Embun tersenyum, dia menoleh ke Sabrina dan Gama yang nampak lega. Sabrina lantas bertanya lagi, jadi Maha mau ikut atau tidak.“Tenang saja Maha, ada aku!” kalimat menenangkan dari Olla seperti mantra bagi Maha. Bocah itu melepaskan pelukannya ke Sabrina dan berganti meraih tangan Ol
last updateLast Updated : 2023-06-12
Read more

Bab 90 : Pantai dan Kenangan

“Kamu memang anak tidak bisa diandalkan!”Kalimat kejam itu meluncur dari bibir Bagaskara, dia meminta Naura datang menemuinya dan hanya makian yang diperdengarkan. Ia sama sekali tidak menanyakan kondisi putrinya yang nampak begitu pucat.“Papa tidak akan bisa mengambil Maha dari Gama, dia akan menjadi putra Gama dan Sabrina selamanya,” kata Naura tanpa memandang Bagaskara.Tangan pria tua itu mengepal karena bantahan sang putri. Ia pun melempar vas bunga di dekatnya sampai hancur berkeping-keping.“Terserah! Lakukan sesukamu, aku bahkan tidak peduli kalau kamu mati sekalipun.”Bagaskara pergi meninggalkan Naura dan Adam di ruang tamu. Buliran kristal bening mengalir membasahi pipi Naura. Ia sangat menyesal karena sudah mengambil langkah yang keliru. Seharusnya dia tidak perlu datang ke Bagaskara karena meski bergelimang harta jiwanya terasa begitu hampa.Naura menoleh Adam, masih dengan air mata berlinang dan suara yang berat, dia mengajak suaminya pulang. Dari pada memikirkan tenta
last updateLast Updated : 2023-06-13
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status