Semua Bab NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI : Bab 1 - Bab 10

38 Bab

1. Kembalikan

"Kembalikan semua yang pernah aku belikan untukmu! motor, rumah, handphone dan uang belanja yang aku beri ke kamu selama tiga tahun jangan sampai terlewat!" ujar laki-laki tampan yang ada di hadapanku."Lah, kamu sudah gil* ya Bang, aku ini mantan istri kamu, kok bisa-bisanya Abang minta semua. Seharusnya malah kita bagi harta gono gini," protesku"Ck ... Tidak ada harta gono gini, semua biaya kehidupan kamu selama tiga tahun, dari uangku semua. Kamu hanya berpangku tangan saja di rumah," dengus laki-laki yang enggan lagi kusebut namanya itu.Aku tidak tahu dengan jalan pikiran Bang Fahmi--mantan suamiku. Laki-laki itu yang sudah pergi meninggalkan rumah selama satu bulan itu kembali pulang ke rumah dan meminta semua yang dia berikan selama tiga tahun untuk dikembalikan, entah kesurupan sentan apa laki-laki itu.Sebelum dia pergi, laki-laki itu secara tidak langsung sudah menjatuhkan talak padaku."Kamu pulang saja ke rumah ibumu. Tidak usah menungguku. Karena setelah aku kembali, aku
Baca selengkapnya

2. Tersenyum Jahat

Aku tersemyum sambil berlalu masuk ke kamar untuk mengemasi pakaianku. Terdengar suara mereka semakin jauh. Aku rasa Bang Fahmi sudah membawa anak-anak ke warung Mbak Nana, warung langgananku, sekaligus tempatku berbagi cerita.Tujuanku adalah ke rumah ibu mertua. Tadi sebelum Bang Fahmi pulang ke rumah, ternyata dia mampir ke rumah ibu terlebih dahulu. Aku tahu karena ibu sempat mengirimkan pesan jika tak lama lagi Bang Fahmi akan pulang.Tempo hari, ibu memberiku wejangan agar aku memeberikan anak-anak pada Bang Fahmi semua agar dia bisa merasakan bagaimana mengasuh anak-anak seorang diri. "Kalau Fahmi ngusir kamu, berikan anak-anak sama dia, Mir. Biarkan dia merasakan bagaimana jadi kamu selama ini. Ibu gedek banget sama itu anak. Udah punya istri cantik, baik. Malah selingkuh sama anak SMA. Duh ... Ibu malu sama kamu, Mir." "Tapi kasihan, Bu. Mirna tidak tega harus pisah dari anak-anak," tolakku."Percaya sama ibu, Mir. Paling dua hari dia sudah angkat tangan," ujar Bu Anna--mer
Baca selengkapnya

3. Kejadian

"Rasakan kamu, Bang! Kamu belum tahu bagaimana aktifnya kedua anakmu."Di video itu aku lihat Fauzan dan Faisal lari kesana kemari, sementara Bang Fahmi terlihat kecapaian mengejar mereka. Sesekali dia mengusap peluhnya yang membanjiri wajahnya.Aku tersenyum puas, walaupun aku sangat merindukan kedua buah hatiku, tapi tak apa, biar Bang Fahmi merasakan bagaimana capainya aku mengasuh mereka seorang diri."Sial*n kamu Mirna, awas akan aku balas kamu," umpat Bang Fahmi.Entah darimana pembidik video ini berada, sehingga suara Bang Fahmi sangat terdengar jelas. Ah ... Ibu memang the best.Paginya, aku sengaja pulang ke rumah secara diam-diam untuk memantau keadaan anak-anak. Sebelum aku sampai di rumah, aku mampir terlebih dahulu di warung Mbak Nana."Kamu kemana to Mir, seharian nggak kelihatan. Itu aku lihat si Fahmi kualahan ngasuh anak-anak kalian," adu Mbak Nana."Ssstt ... Memang sengaja Mbak, aku biarkan Bang Fahmi ngasuh anak-anak sendirian, biar dia tahu rasanya jadi aku. Masa
Baca selengkapnya

4. Suara Perempuan

"Pergi kamu tanpa membawa apa-apa!" teriak ibu mertua, sementara aku hanya tersenyum miring di belakang Bu Anna."Apa-apaan in, Mirna? Bang Fahmi mulai menyalahkanku."Bu, ini bukan seperti apa yang Ibu lihat, ini salah paham.""Mirna, tolong jangan seperti itu. Foto siapa yang kamu edit? Jangan fitnah!" Bang Fahmi sebentar lari ke ibu, sebentar lari ke aku. Dia seperti cacing yang kepanasan."Hah? Fitnah? Mataku ini ciptaan Allah Bang. Mana bisa diedit.""Kurang kerjaan bener kalau Mirna mesti edit puluhan foto itu, Fahmi. Dia nggak cukup waktu untuk melakukan hal seperti itu, buang-buang waktu. Sekarang kemasi barang-barang kamu," teriak ibu berang."Bu, Fahmi kan anak kandung, Ibu. Kenapa malah Mirna yang di belain. Ibu nggak tahu kan kalau selama ini Mirna pemboros dan tidak bisa merawat tubuh dia sendiri, makanya Fahmi cari yang bening." Sakit rasanya mendengar penuturan laki-laki yang selama ini aku cintai."Tidak usah banyak bicara Fahmi. Sampai kapanpun menantu ibu, tetap Mirn
Baca selengkapnya

5. Kerepotan

Wanita yang aku tebak selingkuhannya itu Terus saja merengek. Berarti semalam perempuan itu tidur di rumah ini. Walaupun Bang Fahmi sudah menjadi mantan, rasanya sakit sekali ketika mendengar rumah yang kami jadikan tempat bernaung selama tiga tahun itu sudah ada pengganti diriku."Astaghfirullah Bang, belum juga menikah sudah dibawa pulang," gumamku."Bawa saja mobil tu. Mas mau antar anak-anak ke rumah ibu. Masih repot nih. Kamu bukannya bantu Mas malah enak-enakan gitu.""Mas, kamu bilang semalam kalau kamu ngundang aku kesini untuk nemenin kamu, karena istri kamu kabur. Eh ... Malah disuruh jagain bocil. Mana itu anak nakal banget. Nggak sanggup aku Mas," seru perempuan itu."Daftar kuliah kan bisa nanti jam sepuluan atau bareng Mas betangkat kerja. Sekarang kamu jagain dulu anak-anak, Mas mau mandi. Udah telat nih. Bisa kena SP Mas nanti. Dan bisa berinbas sama uang jajan kamu.""Huh ... Iya ... Iya."Kini aku pindah posisi dari belakang rumah ke samping rumah, untuk memperjelas
Baca selengkapnya

6. Mandi Lumpur

Laki-laki itu kemudian membawa kembali anak-anak masuk ke dalam mobilnya. Entah mau di bawa kemana mereka, ke kantor atau malah pulang ke rumah.Ingin rasanya aku mengikuti mereka, ingin melihat bagaimana seharian ini Bang Fahmi di repotkan dengan kedua anaknya yang sangat aktif.Segera aku keluar kamar dan bersiap mengikuti mereka. Namun sampai di depan pintu ibu menahanku."Mau kemana? Kok buru-buru gitu?'"Mau ngikutin Bang Fahmi, Bu.""Duduk manis di sini aja, Mir. Bantuin ibu. Sudah ada Ammar.""Oh, iya. Kan ada Ammar ya." Aku baru ingat kalau ada Ammar yang memata-matai Bang Fahmi. Segera aku kirim pesan untuk bujang setengah lapuk itu.[Tolong ikuti Bang Fahmi dan anak-anak]Pria itu terlihat online, dan pesanku juga sudah dia baca, tetapi dia tak membalasnya. Sekitar sepuluh menit berlalu, pria itu terlihat sedang mengetik [Tidak usah kamu kirim pesan, aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan, jadi kamu nggak usah ngatur-ngatur aku kayak tadi. Aku sudah tahu tugasku. Kamu cu
Baca selengkapnya

7. Perubahan

Puas rasanya melihat orang yang telah merenggut laki-laki yang aku cintai dikerjai habis-habisan oleh anakku sendiri.Aku salut dengan Ammar. Aku rasa pria bujang setengah lapuk itu yang memberikan briefing untuk kedua anakku. Mustahil rasanya jika mereka berdua bertindak atas kemauan mereka sendiri.Walaupun mereka sangat aktif, tapi tingkahnya tidak seaktif kali ini. Akupun sebagai ibu, jika mereka bertingkah sangat aktif, sudah pasti aku menyerah. Apalagi Bang Fahmi yang sama sekali tidak pernah menyentuh mereka semenjak mereka bayi.Dari dua hari waktu yang Bang Fahmi berikan untuk kami, mungkin hanya satu jam dia full bersama kami. Selebihnya dia sibuk dengan handphone-nya, teman-temannya dan mungkin juga gundik itu.Sakit saranya kalau mengingat hal itu, aku sudah seperti pembantu di rumah, bukan lagi di anggap istri. Aku sekarang baru sadar jika sikap Bang Fahmi dulu bukan karena dia capai, tapi karena memang dia sudah bosan terhadapku."Mir, kita mampir salon dulu ya." Suara B
Baca selengkapnya

8. Kegaduhan di Rumah Fahmi

Aku terus melenggang anggun melewati mantan suamiku yang kucel itu. Kulihat Tangannya ingin mencekal tanganku, namun buru-buru dia singkirkan. Mungkin dia ingat dengan perkataanku kamarin tentang mahram. Aku hanya tertawa tertahan."Mi-Mirna ...."Aku masuk ke dalam rumah ibu tanpa menghiraukan panggilan dari Bang Fahmi. Laki-laki tadinya selalu bergaya perlente itu tak berkedip ketika aku lewat tepat di depan wajah."Mau apa kamu ke sini?" tanya ibu dengan nada sewot."Lho ini juga kan rumah Fahmi, Bu. Masa Fahmi nggak boleh pulang ke sini.""Siapa bilang? Rumah ini kan yang bangun pakai uang ibu sama ayahmu dulu. Nggak ada sepeserpun uangmu ikut bangun. Jadi jangan seenaknya kamu bilang kalau ini rumahmu juga. Dari mana konsepnya?" papar ibu mertua yang membuat mantan suamiku itu menelan ludahnya."Itu kan yang kamu katakan sama Mirna?"Aku sengaja mendengarkan pembicaraan mereka dari balik jendela. Sementara anak-anak sudah asyik dengan mainannya di ruang tengah."Tapi kan Fahmi an
Baca selengkapnya

9. Mengusir wanita ular

"kita harus bicara, Mirna." Laki-laki itu berdiri menyambutku yang baru saja membuka pintu. Sementara anak-anak yang sepertinya masih mengantuk, aku suruh mereka masuk ke dalam rumah."Mau bicara apa?""Aku tidak sanggup mengasuh mereka seorang diri, Mirna. Aku setuju kalau kita bagi harta gono gini." Aku tersenyum miring. Sebatas itukah kemampuan meng-handle anak-anak."Tapi kamu kembalikan dulu nafkah yang aku beri dulu, baru kita bagi harta gono gini.""Astaghfirullah, Bang. Apa lagi sih ini? Kamu belajar hukum di mana? Kenapa seperti ini?bukannya kemarin Ibu sudah menjelaskan panjang lebar ya. Aku kira kamu udah paham. Ternyata makin nge-hank gini sih.""Kan sudah aku turuti permintaan kamu untuk bagi harta gono gini. Sekarang aku juga minta hak aku lah.""Bang, kalau kamu pagi-pagi kesini cuma mau bicara masalah ini, sebaiknya kamu pergi. Aku akan tetap tuntut kamu di persidangan nanti." Aku berbalik badan dan menutup pintu, kumudian menguncinya, tapi ternyata ada yang lupa. La
Baca selengkapnya

10. Air comberan

Wanita berambut panjang sepinggang itu mengaduh kesakitan. Berulang kali aku pukul pantatnya menggunakan sapu lidi, bak kucing yang ketahuan sedang mencuri ikan di kulkas. Sangat lancang bukan?"Auuu ... Sakit. Berhenti!""Pergi kamu. Ngapain kami tidur di rumah ini? Pergi!" teriakku."Stop! Sakit ini.""Pergi kamu!" Aku terus memukuli wanita tak tahu malu itu."Hei Mbak! Jangan kasar gitu sama orang. Pantas aja suaminya lari ke aku. Orang istirnya aja kayak singa begini," cibir perempuan itu."Sama perempuan seperti kamu mah pantas dikasari." Aku tak berhenti mengayunkan sapu lidi ini ke badan perempuan itu."Udah Mbak! Stop! Aku teriak nanti. Kamu bisa ditangkap karena udah mukulin orang.""Teriak aja sana kalau berani. Ayo teriak!" Aku mendorong wanita itu sampai di pintu kamar. "Ayo teriak!" ujarku menantang wanita gatal itu"Kenapa? Nggak berani? Ayo sana teriak!""Dasar, Nenek-Nenek!" sungutnya."Hei betina! Cepat pergi, sebelum aku teriaki kamu maling, karena ini rumahku!""Ck
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status