Share

6. Mandi Lumpur

Author: Ayaa Humaira
last update Last Updated: 2023-04-29 12:30:26

Laki-laki itu kemudian membawa kembali anak-anak masuk ke dalam mobilnya. Entah mau di bawa kemana mereka, ke kantor atau malah pulang ke rumah.

Ingin rasanya aku mengikuti mereka, ingin melihat bagaimana seharian ini Bang Fahmi di repotkan dengan kedua anaknya yang sangat aktif.

Segera aku keluar kamar dan bersiap mengikuti mereka. Namun sampai di depan pintu ibu menahanku.

"Mau kemana? Kok buru-buru gitu?'

"Mau ngikutin Bang Fahmi, Bu."

"Duduk manis di sini aja, Mir. Bantuin ibu. Sudah ada Ammar."

"Oh, iya. Kan ada Ammar ya." Aku baru ingat kalau ada Ammar yang memata-matai Bang Fahmi. Segera aku kirim pesan untuk bujang setengah lapuk itu.

[Tolong ikuti Bang Fahmi dan anak-anak]

Pria itu terlihat online, dan pesanku juga sudah dia baca, tetapi dia tak membalasnya. Sekitar sepuluh menit berlalu, pria itu terlihat sedang mengetik

[Tidak usah kamu kirim pesan, aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan, jadi kamu nggak usah ngatur-ngatur aku kayak tadi. Aku sudah tahu tugasku. Kamu cukup duduk manis di rumah, nanti aku pasti kirim hasilnya. Paham!]

"Astaghfirullah, ini anak benar-benar nggak ada sopan-sopannya sama sekali," gerutuku.

"Kenapa, Mir?" tanya ibu heran.

"Ini si Ammar, ngeselin banget. Orang Mirna kirim pesan minta tolong ikutin anak-anak kok malah ngomel-ngomel," sungutku.

"Anak itu memang kayak gitu. Udah nggak usah dimasukkan ke hati." Aku mengangguk, menuruti saran dari ibu mertua. Walaupun hatiku masih sangat dongkol.

Sekitar lima menit, Ammar mengirimku beberapa video yang membuat terkejut dan naik darah. Ingin rasanya aku menyudahi permainan ini. Bagaimana tidak, di video pertama memperlihatkan kedua anakku main di luar sendirian, sementara tak terlihat Bang Fahmi menjaga mereka.

Tak berapa lama, anak-anak menghidupkan air kran yang ada di depan rumah, hingga depan halaman depan rumah terlihat banjir, belum lagi mereka yang main di kubangan air itu.

Di video kedua memperlihatkan keadaan di dalam rumah disana terlihat Bang Fahmi tengah tidur di sofa ruang tamu, tapi video yang kedua ini bukan diambil dari kamera ponsel, tetapi seperti kamera CCTV, karena dari gambar dan konsistensi videonya yang tenang serta bidikan dari arah atas yang membuatku menyimpulkan kalau itu kamera CCTV, tapi kapan Ammar pasang semua CCTV itu?

Cukup lama Fauzan dan Faisal bermain di kubangan air hingga tubuh mereka penuh dengan tanah, bahkan tanah. Baju yang mereka pakai sudah tidak berupa baju lagi.

Ingin rasanya aku tertawa, tapi aku juga merasa kasihan dengan anak-anakku yang bermain tanpa pengawasan orang tua. Bagaimana kalau ada orang jahat dan menculik mereka, apalagi saat ini sedang musim penculikan anak-anak, bahkan beberapa waktu yang lalu sudah sampai di sekolah anaknya temanku.

"Kenapa lagi, Mir? Kok gelisah gitu?"

"Lihat nih, Bu! Mirna udah nggak sanggup ngelanjutin permainan ini, kasihan anak-anak main air begini tanpa pengawasan orang tua." Aku memperlihatkan video yang baru saja dikirim oleh Ammar.

Bukannya prihatin dengan perasannku yang di rundung dilema, ibu malah tetawa terpingkal-pingkal melihat kedua cucunya berlumurkan tanah yang sudah berubah jadi lumpur.

"Kok Ibu malah tertawa," rajukku.

"Cucu-cucu ibu lucu, Mir." Ibu semakin terkekeh ketika mereka mulai mengambil tanah dan membalurkannya ke dinding rumah.

"Tapi mereka main sendirian, Bu. Bang Fahmi tidur di dalam. Gimana kalau ada orang jahat mau nyulik mereka. Tak disangka, tawa ibu semakin pecah ketika aku adukan kekhawatiranku.

"Kenapa itu tambah tertawa?" sungutku. Aku merajuk seperti anak kecil yang minta mainan pada ibunya.

"Kamu lucu, Mir. Terus kamu anggap apa orang yang mengambil video itu? Hahahaha ...."

"Astaghfirullah, iya juga. Kan ada Ammar." Aku garuk-garuk kepalaku yang tak gatal.

"Sudah sana pakai jilbab, antar ibu ke sekolahan, mau antar katering." Ibu berlalu ke dapur dengan tawanya yang masih terdengar, bahkan telihat di sudut netranya hingga mengeluarkan air bening.

Sementara aku masuk ke kamar yang biasanya aku dan anak-anak pakai ketika menginap di rumah ibu, masih senyum-senyum tak jelas.

"Mir, udah kamu dandanya? Lama banget, nggak dandan saja banyak laki-laki klepek-klepek sama kamu," ledek ibu mertua. Wanita yang masih terlihat cantik itu memang suka sekali meledeku. Padahal aku ini masih menantunya.

"Ibu nih. Ngeledekin melulu, nama Ban Fahmi aja masih utuh tertera di buku nikah."

"Dahlah, Mir. Pusing ibu kalau mikirin Fahmi. Malu ibu sebenarnya sama kelakuan Fahmi, Mir. Beruntung ibu punya mantu kayak kamu."

"Terimakasih ya, Bu." Hatiku mendadak mellow.

"Udah ah, ibu nggak mau nangis-nangis. Yuk berangkat. Ini kunci mobil." Aku meraih kunci mobil yang ibu berikan, kemudian berjalan menuju mobil yanh sudah terparkir di teras rumah.

Semua katering sudah masuk kedalam mobil, para ibu-ibu tetangga komplek yang membantu ibu, memang sangat gesit dan rapi dalam bekerja. Itu alasan yang membuat mereka bertahan lama bekerja dengan ibu. Apalagi ibu juga sangat loyal terhadap para karyawannya.

Aku masuk kedalam mobil dan duduk di balik setir, sementara ibu duduk di sampingku. Sebenarnya aku masih sering gugup kalau haru mengendarai mobil sendiri, tapi ibu sering memberiku semangat.

"Suami itu kalau nggak di ambil wanita lain ya di ambil Allah, makanya kita sebagai wanita harus bisa mandiri, Mir, tapi bukan berarti kita meremehkan suami kita. Di depan suami kita tetap harus manja dan jadikan suami merasa kita sangat membutuhkan dia. Padahal apapun itu kalau kepepet pasti kita bisa lakukan semua. Contohnya saja angkat galon. Sebenarnya kita kuat angkat galon sendiri, tapi kalau ada suami, biarakan suami yang angaktin. Jangan membuat suami kita menjadi tidak berguna karena kemandirian kita."

"Tapi itu semua nggak berlaku untuk Bang Fahmi kan, Bu. Soalnya semakin Mirna manja-manja sama dia, semakin dia menganggap Mirna yang nggak berguna."

"Oh iya ya. Kecuali satu laki-laki itulah, Mir." Lagi-lagi ibu terkekeh panjang. Akupun menimpali dengan tawa terbahak.

Sekitar sepuluh menit berkendara, kami sudah sampai di halaman gedung Sekolah Dasar Islam Terpadu Bakti Bunda. Aku bergegas turun untuk membatu menurunkan dua ratus boks katering.

Ibu hanya menerima katering untuk anak-anak kelas satu dan dua, sementara untuk kelas atas dari katering lain.

Sebenarnya pihak sekolah menginginkan katering ibu dari kelas satu sampai kelas enam, tetapi ibu menolak karena tidak sanggup jika harus meyediakan setidaknya delapan ratus katering setiap hari.

"Pembayaran sudah saya transfer ya. Bu," ucap seorang guru pada ibu.

"Iya, Bu terimakasih," jawab ibu dengan ramah.

Setelah berbasa-basi sebentar, kemudian kami pamit untuk pulang.

Di dalam mobil aku mengecek gawaiku yang sudah di penuhi oleh pesan dari Ammar. Ada lima video baru masuk dalam aplikasi perpesanan. Aku lantas membuka satu persatu video yang di kirim oleh Ammar.

Seketika tawaku pecah ketika melihat ada seorang perempuan datang dengan pakaian rapi, kemudian anak-anakku yang masih bermandikan lumpur menyambutnya dan langsung bergelendot di tubuh wanita berbadan ramping. Wanita itu tak lain adalah selingkuhan Bang Fahmi.

"Maaaas ... Lihat anak-anakmu ini!" teriak perempuan itu dengan suara melengking. Dan terdengar juga suara Ammar terkekeh menahan tawa di balik kamera.

Kulihat anak-anak semakin menjadi, mereka melempari perempuan itu dengan tanah lembek hingga wajahnya yang full make up itu penuh dengan lumpur.

"Rasakan," gumamku.

****

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jee Esmael
Hahahaa makin seru deh.. bikin ngakak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    7. Perubahan

    Puas rasanya melihat orang yang telah merenggut laki-laki yang aku cintai dikerjai habis-habisan oleh anakku sendiri.Aku salut dengan Ammar. Aku rasa pria bujang setengah lapuk itu yang memberikan briefing untuk kedua anakku. Mustahil rasanya jika mereka berdua bertindak atas kemauan mereka sendiri.Walaupun mereka sangat aktif, tapi tingkahnya tidak seaktif kali ini. Akupun sebagai ibu, jika mereka bertingkah sangat aktif, sudah pasti aku menyerah. Apalagi Bang Fahmi yang sama sekali tidak pernah menyentuh mereka semenjak mereka bayi.Dari dua hari waktu yang Bang Fahmi berikan untuk kami, mungkin hanya satu jam dia full bersama kami. Selebihnya dia sibuk dengan handphone-nya, teman-temannya dan mungkin juga gundik itu.Sakit saranya kalau mengingat hal itu, aku sudah seperti pembantu di rumah, bukan lagi di anggap istri. Aku sekarang baru sadar jika sikap Bang Fahmi dulu bukan karena dia capai, tapi karena memang dia sudah bosan terhadapku."Mir, kita mampir salon dulu ya." Suara B

    Last Updated : 2023-04-29
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    8. Kegaduhan di Rumah Fahmi

    Aku terus melenggang anggun melewati mantan suamiku yang kucel itu. Kulihat Tangannya ingin mencekal tanganku, namun buru-buru dia singkirkan. Mungkin dia ingat dengan perkataanku kamarin tentang mahram. Aku hanya tertawa tertahan."Mi-Mirna ...."Aku masuk ke dalam rumah ibu tanpa menghiraukan panggilan dari Bang Fahmi. Laki-laki tadinya selalu bergaya perlente itu tak berkedip ketika aku lewat tepat di depan wajah."Mau apa kamu ke sini?" tanya ibu dengan nada sewot."Lho ini juga kan rumah Fahmi, Bu. Masa Fahmi nggak boleh pulang ke sini.""Siapa bilang? Rumah ini kan yang bangun pakai uang ibu sama ayahmu dulu. Nggak ada sepeserpun uangmu ikut bangun. Jadi jangan seenaknya kamu bilang kalau ini rumahmu juga. Dari mana konsepnya?" papar ibu mertua yang membuat mantan suamiku itu menelan ludahnya."Itu kan yang kamu katakan sama Mirna?"Aku sengaja mendengarkan pembicaraan mereka dari balik jendela. Sementara anak-anak sudah asyik dengan mainannya di ruang tengah."Tapi kan Fahmi an

    Last Updated : 2023-04-30
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    9. Mengusir wanita ular

    "kita harus bicara, Mirna." Laki-laki itu berdiri menyambutku yang baru saja membuka pintu. Sementara anak-anak yang sepertinya masih mengantuk, aku suruh mereka masuk ke dalam rumah."Mau bicara apa?""Aku tidak sanggup mengasuh mereka seorang diri, Mirna. Aku setuju kalau kita bagi harta gono gini." Aku tersenyum miring. Sebatas itukah kemampuan meng-handle anak-anak."Tapi kamu kembalikan dulu nafkah yang aku beri dulu, baru kita bagi harta gono gini.""Astaghfirullah, Bang. Apa lagi sih ini? Kamu belajar hukum di mana? Kenapa seperti ini?bukannya kemarin Ibu sudah menjelaskan panjang lebar ya. Aku kira kamu udah paham. Ternyata makin nge-hank gini sih.""Kan sudah aku turuti permintaan kamu untuk bagi harta gono gini. Sekarang aku juga minta hak aku lah.""Bang, kalau kamu pagi-pagi kesini cuma mau bicara masalah ini, sebaiknya kamu pergi. Aku akan tetap tuntut kamu di persidangan nanti." Aku berbalik badan dan menutup pintu, kumudian menguncinya, tapi ternyata ada yang lupa. La

    Last Updated : 2023-05-01
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    10. Air comberan

    Wanita berambut panjang sepinggang itu mengaduh kesakitan. Berulang kali aku pukul pantatnya menggunakan sapu lidi, bak kucing yang ketahuan sedang mencuri ikan di kulkas. Sangat lancang bukan?"Auuu ... Sakit. Berhenti!""Pergi kamu. Ngapain kami tidur di rumah ini? Pergi!" teriakku."Stop! Sakit ini.""Pergi kamu!" Aku terus memukuli wanita tak tahu malu itu."Hei Mbak! Jangan kasar gitu sama orang. Pantas aja suaminya lari ke aku. Orang istirnya aja kayak singa begini," cibir perempuan itu."Sama perempuan seperti kamu mah pantas dikasari." Aku tak berhenti mengayunkan sapu lidi ini ke badan perempuan itu."Udah Mbak! Stop! Aku teriak nanti. Kamu bisa ditangkap karena udah mukulin orang.""Teriak aja sana kalau berani. Ayo teriak!" Aku mendorong wanita itu sampai di pintu kamar. "Ayo teriak!" ujarku menantang wanita gatal itu"Kenapa? Nggak berani? Ayo sana teriak!""Dasar, Nenek-Nenek!" sungutnya."Hei betina! Cepat pergi, sebelum aku teriaki kamu maling, karena ini rumahku!""Ck

    Last Updated : 2023-05-01
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    11. Perjodohan

    Aku tersenyum jahat di dalam mobil. Rasanya puas sekali aku bisa mengerjai kedua pasangan selingkuh itu. "Mirnaaaa," teriak laki-laki itu. Mungkin dia baru sadar jika akulah yang ada di dalam mobil itu. Aku bergegas turun dari mobil untuk membeli kue lupis kesukaannya Tante Anni. Kulihat sekilas laki-laki itu mengejarku. "Mirna, apa-apaan kamu ini. Lihat bajuku dan baju Nina jadi kotor begini. Kamu juga tega-teganya mukulin Nina pakai sapu dan ngusir dia dari rumah!" bentak laki-laki itu setelah mendekatiku."Peduli apa aku sama kalian? Itu rumah anak-anak, jadi aku berhak mengusir perempuan itu! Emang siapa dia, istri kamunjuga bukan kan cuma simpanan!""Gara-gara ulah kamu, aku jadi belikan dia emas.""Lho ... Lho ... Kok jadi gara-gara aku? Gundikmu saja yang matre!""Dia bukannya matre, tapi berkelas! Itu karena kamu mukulin dia, jadi dia merajuk dan minta hadiah emas. Sini ganti rugi! Kamu harus ganti uang untuk membeli emas karena ulah kamu.""Yaa Allah, kemanalah otak laki-l

    Last Updated : 2023-05-02
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    12. Tiba-tiba berubah

    Tante Anni menahanku untuk menginap di rumahnya, katanya dia sangat rindu sekali dengan Fauzan dan Faisal. Tante Anni memang pernah membawa anak-anak nginap di rumah ini, tetapi waktu itu ada ibu mertua yang menemani.Kalau sekarang aku menginap di sini, apa kata orang, sedangkan di sini ada bujang setengah lapuk itu. Duh ... Bisa jatuh harga diriku."Lain Kali aja Tante, lagian nggak enak kalau Mirna ikut nginap di sini, apa kata orang nanti," tolakku."Isssh kepedean, siapa juga yang mau ngajak situ nginap? Orang yang di suruh nginep itu anak-anak kok," cibir laki-laki gondrong itu."Sssttt ... Jangan seperti itu. Dah sana kamu kalau mau ke kampus. Urus skripsi yang udah setahun nggak kelar-kelar," bela Tante Anni. Aku seperti di atas awan.Laki-laki itu berlalu sambil mengepalkan tangan, sementara aku menjulurkan lidahku."Kalian ini seperti anak kecil. Hemmm ...," tegur Tante Anni."Dia itu, Mam ngeledekin terus. Mending bujang lapuk daripada Baru 3 tahun nikah dah cere. Masa masi

    Last Updated : 2023-05-03
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    13. Fahmi keterlaluan

    Cukup lama aku terbengong mendengar pernyataan Ammar yang sangat mengejutkan. Sementara laki-laki terus menyerocos. Fauzan yang sedang memakan cemilan berlari ke arahku untuk menunjukkan mainan barunya"Mirna!" sentaknya. Laki-laki itu menepuk kedua tangannya tepat di depan wajahku."Heh ... biasa aja gitu kenapa. Pasti kamu syok kan aku terima perjodohan kita?""What? Kamu ngigo ya? Udah sana pulang! Aku capai, mau istirahat!" usirku."Catat baik-baik, Mir. Ini pertama dalam sejarah aku mau dijodohkan sama perempuan.""Jadi selama ini kamu seleranya laki-laki gitu?""Eh. Jangan sembarangan kalau ngomong. Ya ceweklah. Kamu nggak usah jual mahal gitu, kemarin kamu malu aja kan mau terima perjodohan kita.""Stop Ammar. Aku nggak mau dengar lagi ocehan kamu. Sekarang kamu pulang sana. Aku ini masih sah menjadi istri Bang Fahmi. Jadi nggak etis kalau ngomongin perjodohan. Belum tentu juga aku mau sama kamu!"Laki-laki itu mencibirku, lalu dia bangkit. "Kesempatan tidak datang dua kali.""

    Last Updated : 2023-05-04
  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    14. Nggak Punya Otak

    "Mam, num." Suara Faisal menghentikan aktivitasku. Aku seka sudut mataku yang sudah berembun. Kenapa ini mata tidak bisa diajak kompromi baramg sebentar. Baru lihat begini sajanudah cengeng, rutukku"Iya, Sayang." Aku lantas beranjak menuju dapur untuk mengambilkan air putih untuk Faisal."Sudah makanan, Dek?" tanyaku. Bocah dua tahun itu mengangkat piringnya yang sudah kosong."Kalau sudah, kita berangkat ya." Aku usap kepalanya. Selanjutnya aku bopong tubuh Faisal dan mendudukkannya di car seat. Lantas aku ambil tas yang sudah aku siapkan tadi.Setelah memastikan kompor tidak menyala dan juga jendela dan pintu sudah terkunci, aku langsung masuk ke dalam mobil. Terkadang aku masih suka ceroboh, meninggalkan kompor masih dalam keadaan menyala. Bahkan kemairn pernah aku sedang menghangat sop, kemudian aku tinggal untuk menidurkan anak-anak di kamar dan tak terasa aku tertidur.Saat aku terbangun, panci yang aku pakai memanaskan sop sudah hitam. Air sop sudah menguap tak tersisa. Isi da

    Last Updated : 2023-05-05

Latest chapter

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    38. Mirna Luluh

    Halooo, setelah sekian lama Hiatus, akhirnya dapat wangsit juga buat update. Hihihihi.***Aku sangat geram sekali mendengar perkataan Bang Fahmi. Sepertinya ada gelagat aneh dengan pria itu. Di samping tak biasa dia datang ke rumah ibunya sendi untuk bertemu denganku, Sejak kapan dia peduli dengan anak-anak? Bahkan dia berencana mengajak jalan-jalan ke puncak segala.“Ya Sudah kalau begitu, aku nggak bisa, kalau kamu mau bawa anak-anak ke puncak, silahkan, Asalkan pulang nanti jangan ada yang kurang satu pun, termasuk satu helai rambutnya. Karena aku tahu semua jumlah rambut anak-anak. Sampai berkurang satu helai rambutnya, maka kamu akan membayar dendanya 100 ribu per helai.”“Kok kamu jadi perhitungan begini, sih Mir. Mereka juga kan anak-anakku juga. Aku berhak atas mereka, Mir.”“Mereka juga berhak atas nafkah ayahnya, Bang. Yang lebih dulu hitung-hitungan siapa? Aku kan cuma aku yang kamu buat, Bang.”“Iya, oke, oke. Aku ngaku salah, tolong dong, jangan diungkit-ungkit lagi. Kamu

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    37. Ajakan Fahmi

    Aku terus mengomel sepanjang jalan ketika kami pulang dari rumah Paman. Bagaimana tidak, sudah aku bilang bagaimana sifat Paman dan Bibi ketika dihadapkan dengan lembaran kertas bernama uang. Namun bujang setengah lapuk yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai suamiku itu justru tak menghiraukan ocehanku.Benar-benar menyebalkan Ammar itu, seandainya dia bukan bosku, sudah kuketok kepalanya. “Kenapa kamu ngomel-ngomel begitu, Mir?”‘Eh, kok dia denger sih?’ batinku.“Keluarin aja, Mir uneg-unegnya.” Ammar menghentikan motornya di pinggir jalan, di bawah pohon yang cukup rindang. Sepertinya di sini tempat orang biasa duduk-duduk atau sekedar melepas penat. karena terlihat berbeda dengan pohon-pohon yang lain.“Kamu itu lho, Ammar, udang dibilang, kalau pamanku itu agal lain kalau masalah duit, kamu malah jor-joran mau kasih seragamlah, perhiasanlah. Bisa ngelunjak nanti kalau dituruti begitu. Seharusnya kamu kasih saya sekedarnya, kasih dua juga saja sudah senang mereka. Ini

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    36. Bingung

    Aku tarik tangan Ammar ke luar dari rumah Paman. Rumah yang menjadi saksi bisu bagaimana aku diperlakukan tidak adil oleh mereka.Mereka yang mengaku saudara, mereka yang katanya masih memiliki DNA yang sama dengan ayahku. Namun nyatanya jauh dari kata baik.Jika bisa aku mengulang waktu, sudah pasti aku dulu akan memilih hidup di kostan, daripada harus tinggal serumah dengan paman dan bibi, tetapi mereka hanya memanfaatkan tenagaku saja. Bahkan ketika aku sudah bekerja, hampir semua gajiku diambil Bibi, dengan alasan untuk membeli kebutuhan ku sehari-hari. Bodohnya aku tidak pernah berpikir menyisipkankan gajiku untuk keperluanku sendiri. Mungkin dulu aku terlalu penurut dan polos. Berpikir bahwa merekalah saudaraku satu-satunya.Hingga akhirnya aku bisa keluar dari tempat itu setelah Bu Anna melamarku untuk anak laki-lakinya dan membawaku pergi dari rumah itu. Sejak aku dan Bang Fahmi menikah, Paman memang tidak pernah menuntut apa pun dariku.Belakangan, aku baru tahu jika Setiap

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    35. Halangan sebuah pernikahan

    Bang Fahmi berkacak pinggang sambil berjalan memutariku. Sudah seperti detektif saja dia "Kamu nggak paham juga apa yang aku tunjukkan, Mir. Sudah jelas-jelas dia itu nggak bener, masa kamu mau nikah sama laki-laki modelan seperti Ammar." Laki-laki itu berkata dengan pongkah."Memang Abang merasa lebih baik dari Ammar? Selingkuh sama istri orang, menelantarkan anak sendiri, itu yang Abang bilang baik? Seandainya memang yang Abang katakan itu benar, belum tentu juga aku mau rujuk sama Abang. Pastinya aku berpikir seribu kali untuk rujuk sama Abang. Abang pikir ngaapin aku ngurus akta cerai Kemarin kalau ujung-ujungnya untuk rujuk? Capein badanlah, Bang.""Terserah kamu, Mir. Yang penting aku sudah ingatkan kamu bagaimana kelakuan Ammar di luar sana. Seharusnya kamu membuka mata, Mir. Hanya karena kamu ingin menikahi direktur, kamu korbankan anak-anak, kamu korbankan masa depan mereka. Aku sudah berubah, aku sudah minta maaf, seharusnya kamu pikirkan dan pertimbangankan permintaanku un

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    34. Ada apa dengan Fahmi?

    Mataku mengerjap, disekelilingku ada Bu Anna, Tante Anni dan Mbak Nana--tetangga sekaligus temanku satu kompleks, mereka terlihat cemas. Aku pun bingung apa yang terjadi sebelumnya. Aku hanya ingat kalah Bu Anna datang hendak mengajakku arisan keluarga."Anak-anak mana, Bu?""Ada di depan sama Ammar dan opanya.""Maaf ya, Mir, kalau kedatangan kami justru membuat kamu syok seperti ini," ucap Tante Anni penuh sesal."Mirna hanya kaget Tan, soalnya benar-benar mendadak, sementara Mirna nggak ada persiapan apa pun untuk menyambut keluarga Tante. Mirna tahunya hanya arisan biasa.""Maaf ya, Mir. Itu si Ammar yang punya ide gila ini, katanya dia udah bilang sama kamu, Mir. Makanya kami santai-santai aja ke sini. Eh ... nggak tahunya kamu malah yang nggak tahu apa-apa. Pantesan Mbak Anna tadi juga terkejut waktu kami datang ke rumahnya kasih tahu kalau Ammar ngelamar kamu," papar Tante Anni panjang lebar.Aku melirik ibu yang sedang berbincang dengan Mbak Nana."Iya, ibu juga kaget, Mir. Am

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    33. Kejutan

    "Maaf Pak saya ke toilet dulu."Tanpa menunggu jawaban dari Ammar, aku langsung ngacir ke toilet. Dadaku benar-benar bergemuruh, seperti ombak di lautan yang siap menerkam. Aku keluarkan botol minum dari dalam tas, lalu meneguknya.Apa-apaan Ammar ini? Kenapa dia jadikan aku sekertaris? Aku tidak enak dengan Angel, dia karyawan paling senior di sini, tetapi kenapa aku yang dia jadikan sekertaris, padahal aku baru saja bergabung di sini.Gestur tubuh Angel waktu menyampaikan pendapatnya tentang kinerjaku tadi terlihat sedang menutupi ketidaknyamanannya.Terlepas dari kata-kata yang dia sampaikan tadi. Entah dia jujur dari hati atau hanya karena tidak enak sebab dia sudah mengetahui antara aku dan Ammar sudah saling kenal.Berkali-kali aku menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Mati-matian aku jaga agar Angel tidak mengetahui hubungan kekerabatan antara aku dan Ammar, tetapi kini dia sudah mengetahui semuanya. Sekarang jabatan yang sudah lama dia inginkan pun harus kand

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    32. Ingin Berubah menjadi Kursi

    Sepanjang perjalanan aku hanya diam, lebih ke salah tingkah dan serba sebenarnya. Hidungku bergerak saja seperti ada yang memerhatikan. Berkali-kali aku membenarkan posisi duduk.Rasanya seperti baru saja bertemu dengan pria satu ini atau seperti baru pertama kopi darat dengan gebetan dan diajak jalan, duh ... rasanya nano-nano. Padahal kalau kami bertemu, selalu saja ribut san ujung-ujungnya kami saling ejek.Tatapan Ammar membuat jantungku benar-benar tidak aman. Apalagi keadaanku masih berantakan begini. Namun, belum sampai setengah perjalanan, Ammar menghentikan mobilnya di pinggir jalan.Aku memicingkan mata, " Ada apa? Mobilnya mogok?" "Dandan dulu gih, biar kamu nggak uring-uringan begitu. Ya ... Walaupun bagaimanapun keadaan kamu aku tetap ...." Pria itu menggantung kata-katanya."Tetap apa?" tanyaku penasaran sekaligus berharap dia akan mengatakan tetap cinta. Duh ... apa-apaan ini. Kenapa aku yang jadi bucin begini sama Ammar. Jangan-jangan aku ...."Udah buruan!" Ucapanny

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    31. Pagi yang Berbeda

    Pagi sekali Ammar bertengger di atas mobilnya di depan rumahku. Entah apa yang dia lakukan sepagi ini di depan rumah orang. Pria itu terlihat sudah rapi, memakai kemaja warna hitam, celana dan sepatu kerja.Aku lihat dia turun saat melihatku membuka pintu pagar."Mam," panggil Fauzan sembari keluar dari dalam mobil pamannya."Hai, Sayang. Kok pagi-pagi udah minta antar pulang? Ngerepotin Om Ammar lho." Anak kecil itu berlari ke gendonganku."Bukan meraka yang minta antar, tadi waktu aku siap-siap mau berangkat kerja, mereka mau ikut. Jadi aku bawa aja. Sekalian mau jemput kamu." Pria itu menurunkan Fiasal yang kesulitan untuk turun dari mobilnya.Ammar sangat telaten dan sabar memperlakukan anak-anak, bahkan melebihi perlakuan ayah kandungnya sendiri. Terkadang aku salut dengan pria yang ternyata memiliki kasih sayang yang begitu besar.Aku dan Fauzan sudah duduk di kursi teras, sementara Ammar masih sibuk mengukur lantai bersama Faisal. Batita itu berjalan ke sana kemari mengejar kum

  • NAFKAH YANG KAU MINTA KEMBALI    30. Demi Kamu, Mir.

    Bang Fahmi yang tidak siap menerima serangan secara mendadak, langsung jatuh terhuyung ke lantai. Pria yang pernah mengikrarkan ijab kabul padaku dulu mengusap sudut bibirnya."Apa-apaan sih ini? Dia siapa, Mir? Pacar kamu? Gila kamu Mir baru beberapa hari cerai dari aku, udah punya pacar lagi. Jangan-jangan kamu memang udah selingkuh sama dia sebelum kita cerai. Belum lagi yang katanya mau nikah sama Ammar. Ingat Mir, kamu itu masih dalam masa Iddah, jadi nggak boleh sembarang bergaul dengan laki-laki, apalangi sampai ngundang dia ke rumah."Mataku terbelalak mendengar tuduhan Bang Fahmi. Gegas aku mendekatinya yang masih terduduk di lantai akibat menerima pukvlan dari Gery.Satu tamparan berhasil mendarat di pipi kirinya. Pria itu kembali mengaduh kesakitan."Jaga ucapan kamu, Bang. Kamu tahu siapa laki-laki ini?""Nggak, memang siapa?" bentaknya."Dia suami Nina dan aku tidak tahu di antara kalian siapa sebenarnya yang selingkuhan Nina. Kalau kamu jadi selingkuhan Nina, Bang, sung

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status