Semua Bab Status Talak di FB Suamiku: Bab 51 - Bab 60

104 Bab

Jogja

JogjaUdara pagi begitu dingin. Mungkin saja efek hujan yang sedari tadi malam menguyur kota kelahiranku. Aku beringsut dari ranjang. Menuju jendela kamar yang berbatas dengan alam yang penuh pesona.Kusibak tirai kamar yang sudah berdebu. Aku tersenyum pelan.Kedua adik lelakiku terlalu sibuk. Sampai lupa mencuci tirai jendela. Berharap sinar matahari memberi cahaya kehidupan. Namun, mentari masih betah bersembunyi di balik awan hitam.Cuaca hari ini mendung. Aku memilih kembali meringkuk di atas ranjang. Kupeluk erat guling dalam pelukan. Tidak ada hal yang kulakukan untuk sementara waktu selain beristirahat memulihkan kondisi.Suara pintu diketuk terdengar dari arah luar. Sedetik kemudian, wajah Raka menyembul di balik pintu."Mbak, siap-siap, ya. Raka mau membawa Mbak ke rumah sakit. Kita cek kondisi luka operasi, Mbak," ujar adikku."Nggak usah, Mbak sehat kok. Beli saja obat di apotik," pintaku dengan mengulas senyum."Jangan membantah. Mbak harus sembuh. Cepat berkemas!" Raka m
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-14
Baca selengkapnya

Jadilah Istri saya

BandungSatu tahun kemudian"Mbak cepetan!" teriak Raka heboh dari balik pintu kamarku."Apaan sih? Sabar dong!""Gimana bisa sabar. Ini sudah jam delapan. Acara pembukaan restorannya tinggal beberapa menit lagi. Mbak ngapain di dalam?" Raka mendadak bawel."Mbak Nia. Nggak usah dandan berlebihan. Cepetaan!" Daffa ikut berteriak."Ya Allah! Heboh kali lah kalian," gerutuku seraya mempercepat gerakan tanganku yang sedang memasang hijab.Sejenak mematut diri depan cermin. Wajahku kembali sempurna setelah menjalani sekarangkai perawatan. Menghabiskan ratusan juta dalam kurun waktu hampir enam bulan."Mbak!""Ya Allah! Sabar!" teriakku.Kusambar tas atas ranjang. Aku tersenyum sendiri melihat tas yang sekarang tersangkut di bahu. Bukan barang branded seperti yang sering aku tenteng dulu. Ah! Kutepis bayangan yang seharusnya tidak perlu kubayangkan lagi.Kumelangkah ke arah pintu. Wajah dua lelaki tampanku terlihat cemberut."Lamanya," ketus Daffa."Harus terbiasa. Biar nanti saat punya i
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-14
Baca selengkapnya

Cincin Berlian

"Khanif," gumamku pelan. "Yeeee! Horeee! Suprise!" Daffa dan Raka berteriak histeris di belakangku. Aku menatap ke arah mereka berdua. Wajahnya semringah. Lalu beralih pada Khanif yang hanya mengulas senyum sambil mengerak-gerakkan alisnya. "Ada apa ini? tanyaku bingung. "Tidak ada apa-apa. Hanya ini," jawab Khanif. Jawaban yang tidak mampu menjawab rasa penasaranku."Dari mana kamu tahu Mbak di sini?" tanyaku pelan. "Kemana pun kamu pergi. Aku selalu bisa menemukanmu." What! Khanif tidak memakai embel Mbak saat memanggilku. "Cieee!" Raka sibuk sendiri di belakangku. "Diam," desisku kesal. "Mbak jangan marah-marah lah," ujar Raka. "Kita sudah mendiskusikan ini sebelumnya. Tujuan kita pindah ke Bandung. Agar Mbak jauh dari mereka. Kenapa sekarang Khanif ada di sini?" tanyaku pada Raka dan Daffa yang salah tingkah. Aku melangkah menjauh. Tidak suka dengan lelucon di hadapanku."Kamu tidak sayang Ibu, Nak? Kamu ingin membuang Ibu? Kamu tidak rindu sama Ibu? Kamu tega menyiksa I
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

Siap Menunggu

"Cincin Mbak? Mbak nggak punya cincin berlian, Nif. Jangan bercanda," tukasku. Ibu hanya mengulas senyum, saat netra kami beradu. "Iya, Cincin kamu," jawabnya lagi."Sejak kapan kamu berani panggil Mbak dengan sebutan kamu?" tanyaku dengan delikan mata. Hening sejenak. Tidak ada yang bicara. Ibu pamit keluar. Lapar menjadi alasannya. Meninggalkanku dengan Khanif. Jenak-jenak kebisuan tercipta. Entah kenapa aku merasa segan berdua dengannya. Satu tahun tidak berjumpa membuatku canggung dalam menghadapinya. Beruntung, dinding pembatas ruangan terbuat dari kaca. Jadi tidak akan jadi fitnah berduaan dengan lelaki bukan mahramku."Kamu nggak mau makan?" tanyaku mencairkan suasana. "Tidak lapar," jawabnya datar. Kuhela napas panjang. "Baiklah, kembali ke masalah cincin. Bagaimana ceritanya cincin berlian itu bisa ada dalam cake di meja kamu. Terus sekarang kamu bilang itu milik Mbak. Jawab yang jelas. Jangan membuat orang penasaran."Cincin itu milik kamu, Nia." Kepalanya didonggakkan k
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

Kenyataan

Angin bertiup kencang memainkan rambutku. Langit malam hitam pekat, hanya di hiasi beberapa bintang. Duduk seorang diri dengan pikiran melalang buana tidak tentu arah. Ucapan Khanif terus terngian-ngiang dalam ingatan."Mbak!" Suara Raka terdengar dari belakang.Aku menoleh ke arah sumber suara. Kepalanya menyembul di balik tembok pembatas."Ngapain ngelamun seorang diri? Di atas genteng pula. Nggak takut di ambil setan?" tanya Raka sambil cekikikan nggak jelas."Apaan sih? Biasa juga di sini," balasku tidak terima dengan tuduhannya."Tempat yang sama, tapi lamunanya berbeda, 'kan?"Raka naik mendekat ke arahku. Dibawanya dua kaleng minuman ringan dengan kacang kesukaanku."Terima kasih," ucapku pelan."Kembali kasih Mbak cantik," balasnya pelan.Sejenak kami terdiam menikmati pekatnya malam. Udara dingin membelai wajah kami pelan."Mbak kenapa nggak Mbak terima saja cinta Pangeran Arab?" tanyanya memecah keheningan."Pangeran Arab yang mana lagi?" tanyaku dengan memicingkan mata."Ci
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

Mereka Memaksa

Langkahku terhenti saat sampai di pintu dapur restoran. Mendengar rumpian beberapa gadis yang bekerja padaku."Cowok baru tu ganteng kali lah, kayak bule-bule gitu," ujar gadis bertumbuh ramping itu."Bener, macho kali lah. Pengen dijadiin pacar," balas rekannya."Gue pikir-pikir kemarin itu sengaja dia bikin ulah. Dia sendiri yang meletakkan cincin dalam cake agar jadi perhatian. Terus nuntut kerja di sini."Hah! Berita heboh apa lagi ini?"Sependapat. Tapi nggak apa lah, setidaknya ada tempat cuci mata kalau lagi capek. Bisa dipepetin," seloroh mereka.Aku malas menanggapi, memutar badan hendak kembali ke ruanganku. Aku butuh penjelasan.Bruuk!Aku menabrak seseorang. Piring dan gelas berhamburan di lantai. Menimbulkan suara riuh. Sehingga perhatian tertuju ke arah ku."Ibu nggak apa-apa" tanya anak buahku."Nggak apa-apa, saya yang salah," jawabku datar seraya membersihkan baju dari kotoran sisa makanan."Punya mata dipake dong! Ini buk bos. Jangan asal jalan saja!" sentak anak bua
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

Kejutan

"Mbak akan mencoba, tapi kalau hati Mbak tidak bisa tersentuh oleh Khanif. Jangan salahkan Mbak," ujarku menyerah. Menghela napas panjang. Mengendurkan ego di depan mereka. Meski ini suatu pemaksaan."Alhamdulillah," ucap mereka hampir serempak."Ibu akan segera menghubungi Khanif ....""Tidak perlu, Bu. Biar Nia yang menyusul ke Mesir." Ucapanku membuat mereka bertiga kaget. Bahkan mulut Raka dan Daffa terbuka lebar. Dengan mata melotot. Ibu juga tidak kalah kaget. Menarik tubuhku segera dalam pelukannya."Mbak, serius?" Daffa menghambur ke dekatku."Serius lah. Mana ada main-main," balasku seraya mengedipkan mata nakal.Raka melipat kedua tangannya di depan dada. Melihatku dengan wajah senyam-senyum nggak jelas. "Ini mah, namanya malu-malu tapi mau.""Kami ikut, ya? Kami belum pernah keluar negeri," ungkap Daffa manja. Wajahnya di pasang menyedihkan. Aku diam dengan memainkan mulutku. Daffa mencubit lenganku pelan. Tingkahnya tidak jauh berbeda dengan anak kecil yang merenggek pada
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

Kembali Padaku

Keluarganya mencoba menahan tawa. Karena, mereka tidak mau menganggu suasana yang sedang Khanif bangun seromantis mungkin. Daffa dan Raka masih sibuk memvidiokan adegan demi adegan yang berlangsung."Fine. Lalu ... apa yang kamu mau, Khanif?" tanyaku mulai menguasai keadaan."Menikahlah denganku. Aku pastikan kamu akan bahagia.""Serius?""Katakan padaku apa yang harus aku lakukan untuk membuktikan keseriusanku.""Tidak perlu," balasku dengan mengulas senyum datar. Menatapnya lekat. Namun, dia membuang muka."Lalu ... apa jawabanmu?" tanyanya tanpa menatapku."Ini!" Aku mengangkat tanganku. Dengan maksud hati memperlihatkan cincin bermata berlian yang melingkar di jari manisku."Apa, katakan padaku!" Khanif mulai mengerjaiku. Ekspresinya berubah garang dipenuhi senyuman."Ini," ucapku kembali seraya menunjuk ke arah cincin berlian di tanganku."Gunakan suaramu untuk menjawab pertanyaanku," pinta Khanif."Ayo Mbak, jawab!" teriak Daffa."Yoi! Ayo, Nia. Berikan jawabanmu!" teriak Ibu tid
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-16
Baca selengkapnya

Hadiah

"Aku mohon, Nia. Batalkan rencana pernikahanmu dengan Khanif. Aku tersiksa setelah kepergianmu. Jangan kamu siksa aku dengan kebahagian kalian berdua. Tolong, Nia. Pertimbangkan lagi keputusanmu." Mas Gilang mengemis di kakiku. Derai air mata membuat pertahananku luluh."Mas ....""Tolong, Nia. Aku hidup serasa mati sejak kepergianmu. Aku tak sanggup jauh darimu. Batalkan pernikahan kalian. Pergi lah bersamaku, Nia."Sekuat tenaga mempertahankan air mata. Sungguh, sulit untuk kulakukan. Mas Gilang terisak, mengusik cinta yang pernah kami urai. Kubuang pandangan darinya, mencari view yang mampu mengalihkan perhatianku padanya."Mas, kita sudah bicara sebelumnya. Perbaiki hubunganmu dengan Nagita. Kalian sudah punya anak ....""Lihat aku, Nia! Aku tidak bahagia bersama Nagita? Aku tidak mencintai. Karena di dalam hatiku cuma ada kamu. Cuma ada kamu," lirihnya pelan. 12 tahun bersama Mas Gilang. Aku tidak pernah menemukannya setragis ini.Apakah benar kamu tersiksa, Mas?"Aku tidak bisa
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-18
Baca selengkapnya

Penawaran Nagita

Aku mengelus dada pelan. Khanif menjemputku jauh dari Bandung untuk dibawa ke Jakarta. Menuju toko perhiasan langganan keluarga Sentawibara. Menelan saliva berulang, Khanif sangat antusias dengan pernikahan kami. Sedang hatiku, biasa saja. Ya Allah! Berdosakah aku dengan perasaan ini?Kami bertiga turun, menginjakkan kaki ke dalam toko perhiasan yang sepak terjangnya sudah diakui puluhan tahun lamanya."Selamat Siang, Bu Nia Nirmala, Bu Kasih dan .....""Khanif," sahut ibu."Maaf," ujar pelayan toko. Orang yang sama pada saat terakhir kali aku menginjakkan kaki di sini."Tidak apa. Ini putra bungsu saya. Baru pulang dari Mesir," ujar ibu ramah. Pegawai toko itu hanya mengangguk pelan."Jadi apa yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan dan mengulas senyum ceria. Hal yang wajib dilakukan bagi mereka yang melayani pembeli."Cincin nikah," jawab Khanif. Pegawai toko tersebut mengangguk dan tersenyum. Dia melangkah menuju etalase perhiasan di belakangnya."Mau modelnya seperti apa, Mas?" tany
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-05-18
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
45678
...
11
DMCA.com Protection Status