"Jadi, kalian hendak menikah, Nak?" tanya Ibu, saat kuminta pendapat setelah dua tahun kami menjalin hubungan kembali. Ya, ini tahun kedua setelah kejadian di terminal itu. Sudah berbagai jalan kami lalui, dan memang aku belum benar-benar move on dari Intan. Wanita itu, memang memiliki ruang terbesar di hatiku. "Iya, Bu. Menurut Ibu bagaimana?" tanyaku. Ibu tampak bepikir, kenapa Ibu malah ragu juga? Aku membuang napas panjang, jika memang beliau tak ingin, maka aku takkan menikah juga. "Apa Ibu nggak merestui Intan dan Gani?" tanyaku pelan. "Bukan begitu. Ibu hanya trauma," jawabku. "Bukankah Ibu menyukai Intan?" "Memang. Tapi untuk ke jenjang pernikahan, Ibu masih takut, Nak. Takut pada masalah yang sama." Aku mengangguk. Wajar jika Ibu begitu. Apalagi saat dulu stroke, Zahra pernah menyiksanya. Aku memaklumi, dan semoga saja Intan mau mengerti juga. "Ya sudah, Bu. Biar nanti Gani bicarakan dengan Intan." Ibu mengangguk. Memang, sulit untuk melupakan kejadian yang begitu m
Baca selengkapnya