All Chapters of KEJUTAN SAAT AKU PULANG KAMPUNG : Chapter 21 - Chapter 30

33 Chapters

BAB 21

Tapi apa?" tanyaku. "Ini semua Ibumu yang meminjam, Mas," ucap Zahra. Aku berdecak kesal. Sudah begini pun, ia masih memfitnah Ibuku? Ya Allah, terbuat dari apa, hati wanita yang pernah menjadi istriku itu? Kenapa tega sekali memfitnah ibuku?"Jujur saja, Zah. Jangan bikin kami malu seperti ini. Sudah untung kamu dimaafkan dan tak jadi diarak oleh Gani. Sekarang, jujur dan jelaskan semuanya," ucap Bapak. "Pak, kan Zahra sudah bilang, kalau itu bukan dia yang meminjam. Bisa saja kan, ibunya yang meminjam atas nama dia?" Seperti biasa, Mama membela Zahra. Ini yang membuatnya menjadi keras kepala."Benar, Pak. Zahra sama sekali tak meminjamnya."Aku menghela napas panjang, drama sekali memang keluarga ini. "Sudah lah, Zah, Mas nggak mau bertele-tele, kamu juga jangan drama. Lunasi itu, Mas nggak mau orang-orang itu datang lagi ke rumah dan membuat Ibu ketakutan. Kalau begitu, saya permisi, Pak," ucapku pada Bapak, lalu menyalami kedua mantan mertuaku itu. Zahra memanggilku, bahkan m
Read more

BAB 22

Aku mengangguk, sementara wanita yang pernah menjadi kakak iparku itu mengelus dadanya. Tentu ini hal yang sangat mengejutkan untuknya. Selama ini, ia yamg banting tulang untuk mencukupi kehidupan rumah tangganya, sementara suaminya hanya ongkang-ongkang kaki dan berselingkuh dengan istriku. "Ya sudah, Mbak. Aku pulang dulu, sudah mau magrib," ucapku berpamitan pada Mbak Sinta."Iya, Gan. Hati-hati di jalan. Terima kasih, sudah menceritakan semuanya padaku." Aku mengangguk, lalu pergi dari restoran tersebut dan melajukan mobil. Saat melewati kantor, kulihat Intan masih berdiri di depan kantor sendirian. Kulewati ia begitu saja, meski terlihat bahwa ia mengenali mobilku. Pun saat sudah melewatinya, ia masih menatap ke arah sini. Tiba-tiba, hujan mengguyur. Aku mencoba untuk tak memedulikan keberadaan Intan di belakang sana. "Ah, sial!" Otak dan hatiku tidak sinkron. Aku merasa khawatir ia akan sakit, dan memutuskan untuk berbelok. Sampai di depan kantor, ia sudah tak ada. Ah, mun
Read more

BAB 23

Ibu dan Zahra membeliakkan matanya saat melihatku. Tadi aku hanya mendengar suaranya saja. Namun sekarang, ketika melihat Zahra tengah mengacungkan sapu ke arah Ibu, membuatku benar-benar murka. "Apa yang kamu lakukan, Zah?" bentakku sambil melemparkan sapu ijuk ke tembok. Zahra panik bukan main, tangannya terus digesek-gesekkan ke celana, pertanda ia tengah gugup. Emosiku sudah mencapai batasnya. Astaga! "Mas, aku-""Apa? Apa yang akan kamu jadikan alasan? Lalu, rahasia apa yang kamu pegang tentang Ibu?" tanyaku. "I-itu..." "Jawab, Zah!" Zahra dan Ibu berkali-kali melonjak kaget karena aku membentak perempuan itu. Sementara Mila hanya duduk terdiam di sofa. "Kenapa kamu nggak hubungi Mas, Mil? Kamu diam saja melihat Ibu diperlakukan begini?" tanyaku tak percaya. Mila yang kukenal cerewet, bawel, dan garang
Read more

BAB 24

POV ZAHRA Sekuat tenaga kutahan amarah ini, karema Mas Gani menghinaku. Andai bukan karena desakan Mas Beni, sudah pasti aku enggan untuk kembali. Lelaki yang juga kakak iparku itu, mengeluh jika Mbak Sinta sekarang tak bisa dikendalikan lagi. "Mas, kamu kenapa tega mengatakan hal itu?" tanyaku denga memelas. Bukannya memelas, lelaki itu malah membuang muka. Salahku, kenapa datang di jam pulangnya Mas Gani. Sudah begini, akankah ia semakin membenciku? "Pulang, Zah. Mas nggak mau melihatmu lagi," ucap Mas Gani. "Tapi, Mas." "Kuperingatkan, ini terakhir kamu datang ke sini. Sudah cukup semuanya. Aku kecewa karena kamu ternyata tahu rahasia ini, tapi malah ikut menyembunyikan. Terbuat dari apa hatimu itu, Zah?" "A-aku menyesal, Mas. Sungguh." "Percuma kalau menyesalnya sekarang." Selama ini, Mas Gani begitu b
Read more

BAB 25

Sudah, kamu nggak usah pikirkan ucapan si Sinta itu. Dia hanya iri karena Beni menyukaimu," ucap Mama.Makin ke sini, rasa tidak suka Mama pada Mbak Sinta semakin terlihat jelas. Di jalan, aku bertemu Mas Beni, namun ia terlihat biasa saja. Apa karena tak ingin kurepotkan soal hutang? Sampai di rumah, aku mencari cara. Bagaimana caranya membuat Mbak  Sinta mau membantuku. Meminta bantuan Mas Gani sudah tak memungkinkan lagi karena laki-laki itu sudah tak mungkin mau membantuku. Kuremas rambut. Aaargh! Semua ini karena Ibu! Andai dia tetap tutup mulut, pasti sampai sekarang aku dan Mas Gani tetap bersama. Meski aku tak mencintainya, namun uangnya bisa kukeruk. Selama ini, uang kiriman Mas Gani memang kuhabiskan dengan Mas Beni. Masih teringat jelas saat kakak ipar dan juga kekasihku itu menyarankanku untuk mendekati Mas Gani kala kami belum menikah. Flashback-"Dia seperti
Read more

BAB 26

Pov Gani Setelah menginterogasi Ibu, besoknya badanku demam. Mungkin karena terkejut dengan fakta baru mengenai aku sendiri. Bahwa aku dan kedua adikku tidak bernasab pada orang yang sama. "Bang, nggak kerja? Ini sudah jam tujuh, loh." Suara Mila membuatku membuka mata. Jangankan untuk bekerja, sekedar membuka mata saja rasanya berat. "Bang, aku masuk, ya?" Mila membuka pintu, dan menggoyang tubuhku. Tangannya meraba dahi dan langsung mengangkatnya kembali. "Panas sekali, Bang. Sebentar, Mila ambilkan kompres dulu." Tak lama kemudian, Mila datang kembali, namun kali ini bersama Ibu. Beliau mengompres dahiku dan memijat tubuhku sebentar. Meski beliau salah telah menyembunyikan semuanya dariku, namun aku tak bisa marah. Aku tahu, Ibu pasti memiliki banyak alasan untuk itu. "Maafkan Ibu ya, Gan. Gara-gara kemarin, kamu jadi saki
Read more

BAB 27

Breee, itu mantan bini lu ngamuk!" ujar Leman yang ternyata sedari tadi sudah di dalam. "Ngapain dia?" tanyaku. "Masih nanya lu, ye! Lerai dulu itu. Dia ngamukin si Intan. Mana baru sembuh tu bocah," ucap Leman. Mataku seketika membeliak mendengar ucapan Leman. "Itu, Intan?" tanyaku. "Iyeee." Aku pun berlari ke dalam, dan benar saja. Zahra tengah menjambak rambut Intan, sementara mantan kekasihku itu hanya diam sambil berteriak. Banyak orang yang malah hanya menonton dan mengabadikan momennya. "Stoooooop!" teriakku. Mendengar suaraku, Zahra berhenti melakukan kegiatannya. Napas keduanya masih ngos-ngosab. Apalagi aku? Mau ditaruh di mana muka ini? Astaga! Aku pun menyuruh yang lain bubar, dengan terpaksa mereka pergi meninggalkan loby satu persatu. Kubawa dua wanita itu ke luar. Memalukan! 
Read more

BAB 28

Setelah berkutat dengan pekerjaan seharian, aku pulang dan melihat Intan tengah bermain ponsel di loby kantor. Melihatnya, membuatku teringat dengan kejadian kemarin. Aku pun memberhentikan mobil di depannya, dan menyuruhnya masuk. "Masuk!" perintahku. "Aku, Mas?" tanya Intan, wajahnya sudah tak sepucat tadi pagi. "Ya iya, siapa lagi?" Dengan tersenyum, Intan masuk ke dalam mobil, dan aku melajukannya. Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan apapun. Hanya dia yang terus menoleh memperhatikanku. "Maaf ya," ucapku pada akhirnya. "Untuk apa, Mas? Yang tadi pagi?" tanya Intan. "Semuanya. Termasuk karena kemarin aku membiarkanmu ujan-ujanan tanpa menawarkan payung. Andai kupinjamkn, mungkin kamu takkan sakit," ucapku sedikit menyesal. "Oh, nggak papa kok, Mas," ucapnya sambil tersenyum. Membuatku sedikit terpana. Namun aku segera meng
Read more

BAB 29

Aku segera masuk ke dalam kamar untuk mengambil ponsel dan memperlihatkan history cctv pada tanggal sebelum mereka ketahuan selingkuh olehku. Di sana, terlihat Mas Beni memegang sebuah kertas dan membicarakannya dengan Zahra. Beruntung, aku memasang cctv dengan model terbaru. Yang bisa terdengar suaranya, sehingga kali ini Mas Beni tak bisa mengelak. "Di sini terdengar kan, kalau kamu menyuruh Zahra untuk meminta uang dariku karena ingin membeli motor baru? Bahkan, tak segan-segan kamu menyuruhnya seperti menyuruh anak membeli garam. Aku curiga, jangan-jangan Mas Beni menggunakan ilmu pelet juga untuk Zahra?" "Apa? Pelet?" Om Ade sedikit terkejut, karena menantu adiknya itu ternyata menggunakan hal begituan demi menggaet Zahra. "Tidak, Om! Jangan percaya dia. Dia hanya sedang berhalusinasi. Masa iya, aku pakai pelet, Om? Nggak mungkin, kan? Tolong percaya padaku, Om." 
Read more

BAB 30

"Cerah banget tu muka," ledek Leman saat aku masuk kantor. Ia memang paling rajin, karena rumahnya tergolong jauh, dia berangkat habis subuh dan selalu datang yang pertama. "Akhirnya, setelah sekian lama, urusan gue dengan Zahra selesai juga," ucapku. "Iya, tapi urusan lu dan Intan belum selesai-selesai," cibir Leman. "Lu laki-laki bibirnya lemes amat sih elah. Gue sama dia juga masalalu, kali," ucapku sambil meletakkan tas dan menyalakan komputer. "Tu anak mengundurkan diri." Tangan yang sedang beraktivitas ini pun berhenti. Apa katanya? Mengundurkan diri? "Kenapa?" tanyaku. "Nah, kan, kepo juga lu? Mungkin dia malu. Apalagi semua orang tahu kalau kalian pernah ada hubungan, ditambah kemarin Zahra kan sumpah serapah ke dia. Kasihan sih, kalau gue lihat. Dia segitu sukanya sama elu, sampai diam aja pas Zahra permalukan kemarin." 
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status