Home / Romansa / Berangkat Miskin Pulang Kaya / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Berangkat Miskin Pulang Kaya: Chapter 31 - Chapter 40

81 Chapters

Mas Pras 21.a

Part 21. Jangan Cari MasalahDi depan, Sari bertemu Riri. Mereka saling mengamati satu sama lain. Pun Mamak seperti bertanya kenapa ada perempuan di sini.Riri mengangguk hormat, Sari tersenyum simpul. Mamak melihat padaku menuntut jawab.“Ini siapa?” seru Mamak. Kali pertamanya beliau mempertanyakan salah satu karyawanku, hari kemarin saat Mamak dan Sari datang, aku memperkenalkan mereka pada Anton dan Supri. Tapi Riri sudah pulang jadi belum kukenalkan.“Itu karyawan Pras juga. Adiknya Priyana.”Riri mengulurkan tangan pada Mamak. Dia menciumnya hormat. Lalu bersalaman dengan Sari, dua perempuan ini terlihat kaku. Sari melirik padaku, lalu irisnya berpindah pada Riri. Setelah perkenalan singkat tanpa saling menyebutkan nama, Sari melanjutkan langkah ke lantai dua.“Memang tidak bisa Pras, kalau karyawan laki-laki semua?” tanya Mamak ketika kami menaiki tangga. Mamak berbicara pelan, tapi kalimatnya masih bisa didengar oleh Sari, terbukti ia ikut menoleh.“Aku butuh admin, Mak. Lagia
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 21.b

Kami bertiga berjalan melewati lorong menuju tempat berlangsungnya acara. Mamak dan Sari jalan di depan, aku mengikuti di belakang. Sudah kupastikan dari atas sampai bawah penampilan mereka sempurna. Di pintu masuk kami disambut para petugas. Ada juga Doni--pihak keluarga, dia anaknya Bulik Retno yang pertama. Usianya sama denganku. Terakhir kabar yang kudengar kalau dia sudah duda. Pernikahannya memang tidak lama, dulu menikah pun karena accident. “Bude, dengan siapa ini, cantik.” Doni menyambut kedatangan ibuku. Pria berambut kelimis itu sering membasahi bibirnya dengan lidah. “Calonnya, Pras,” jelas Mamak. Dan sekarang aku tidak suka bagaimana cara Doni memandang Sari. Aku menarik tangan Sari, menautkan jari-jari tangan kami. Aku dan Doni pernah tinggal satu atap. Pun begitu, jangan bertanya bagaimana hubungan kami. Bayangkan saja dua pemuda yang tinggal dalam satu rumah. Doni, si pemilik rumah, betingkah semaunya. Keluyuran, hura-hura, happy-happy. Sedangkan aku yang menumpan
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 22.a

Part 22. Keributan Di Atas PelaminanKupindai wajah ibuku, garis kerutannya tersamarkan oleh makeup tebal. Tak nampak kesedihan di wajah tua itu. Mamak menatap ke arah pelaminan, ikut tersenyum menyaksikan Desi. Ibuku mungkin tidak pernah benar-benar makan hati atas semua ucapan hinaan dari keluarganya itu. Tapi di sini, di hatiku yang paling dalam. Aku tidak terima, dan tidak akan pernah menerima.Beberapa dari mereka tahu. Usahaku sedang melejit sekarang. Aku mulai dianggap ‘ada’. Tapi tidak dengan Mamak. Semua masih sama.“Mamak tidak apa-apa?” tanyaku. Mengingat tadi Mamak dan Bulik Retno bersama, aku takut Bulik menghina yang lebih jelek dari yang kudengar.“Ora po-po, Pras. Mamak sudah biasa. Wes kebal hati Mamak.” Ringan sekali Mamak bicara. ‘Kebal’ katanya. Ya, memang dari dulu begitu. Semakin kebal hati Mamak, semakin sakit hati aku mendengarnya.“Suatu hari mereka pasti mohon-mohon sama Mamak, ingin diakui Mamak. Catat perkataan, Pras.”Mamak menepuk pipiku dua kali. “Kamu s
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 22.b

“Mereka iri melihat kedekatan Mamak dan ibu mereka dulu. Katanya Mamak pakai guna-guna sampai Mbahnya Pras lebih sayang sama Mamak dari pada anak-anak perempuannya. Apalagi ketika pembagian warisan, bapaknya Pras mendapat bagian terbesar. Wah, semua marah. Mamak dibenci habis-habisan.”Mamak memijat lutut. Dijedanya sejarah panjang yang sedang diceritakan pada Sari.“Bagaimana Mbahnya Pras tidak sayang sama Mamak, setiap hari Mamak mengurusnya, dari bangun sampai tidur. Mbahnya Pras dulu lumpuh. Berak kencing di tempat. Jalan-jalan menggunakan kursi roda. Hanya bicara saja yang jelas. Tidak ada anak perempuannya yang ikut mengurus. Sedangkan Mamak keluarkan uang tenaga untuk mengurus Mbah. Wajar tidak orang tua mereka lebih sayang sama Mamak? Lebih besar memberikan bagian warisan, karena Mamak juga tidak tanggung-tanggung mengurus orang tua.” Lagi, Mamak memijat kakinya, sepertinya hari ini begitu melelahkan.“Mangkanya, Pras jadi seperti ini. Dia tahu bagaimana Mamak diperlakukan.” M
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 23.a

Part 23. Dibalik PertengkaranAku terpana. Wajah cantiknya berjarak 10 senti saja. Aku tidak bisa menahan gejolak dalam dada. Tak berpikir dua kali wajahku mendekat.Sari menjauh, bergeser ke sudut pintu, lalu cepat membukanya. Menit berikutnya dia sudah berlari ke dalam ruko.Aku mengacak rambut, menghardik diri sendiri. Salut dengan caranya menjaga diri, tapi untuk hari ini aku merasa kecewa atas karakternya itu. Sudahlah Pras, sudahi kesendirian ini. Mungkin segera menikah lebih baik.Sungguh, aku tidak berani naik ke lantai dua. Bagaimana kalau Sari sampai cerita pada Mamak? Bahaya.***Keesokan harinya aku pergi belanja. Seharian mencari barang-barang. Kali ini kebutuhan banyak, bahkan tidak selesai dengan keliling sehari.Aku membeli sebuah cincin untuk Sari. Niat hati ingin melamarnya malam ini. Menunjukkan keseriusan kalau aku benar-benar ingin menikah.Hari ini melelahkan, tubuh bau keringat. Pukul tujuh malam aku sampai di ruko. Memasukkan barang itu satu per satu dibantu an
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 23.b

“Jadi elu dibalik semua ini?” ucapku dengan napas memburu. Lelah, marah, kecewa, semua bertumpuk jadi satu.Sari menengok ke belakang, melihatku enggan. Matanya masih dipenuhi kaca-kaca. Sementara pria yang ada di hadapannya menyeringai.Doni mengangkat pundak, tak peduli. “Gue ke sini karena dia yang minta. Mana gue tahu urusan kalian.” Pria yang mengenakan sweter itu tersenyum miring.“Benar kamu yang minta?”“Iya, Sari minta Mas Doni ke sini. Kenapa memangnya?”“Kamu tidak tahu siapa dia.”“Sari juga tidak tahu siapa kamu, Mas. Berbulan-bulan tinggal serumah dengan perempuan, apa namanya?”“Mas tidak melakukan apa-apa!”“Terus saja bilang begitu, siapa yang mau percaya.”Perdebatan kami terhenti karena Doni tertawa, lalu dia tepuk tangan seperti orang gila. “Gua gak nyangka kalau lu kayak gitu, Pras. Munafik juga kamu ternyata.”“Heh, jangan ribut di sini!” timpal pemilik warung bakso.Aku memelankan perkataan, sebisanya meredam marah. “Jangan begini, De. Ayo pulang dulu, besok Mas
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 24.a

Part 24. Datang dan PergiPaginya. Beberapa tas sudah siap teronggok di sudut lantai dua. Ada juga oleh-oleh yang sengaja kubeli pagi ini. Pekerjaanku cukup sibuk karena sudah diabaikan beberapa hari. Jadi tidak dapat mengantar Mamak dan Sari pulang. Akhirnya kereta api jadi pilihan.Mata Sari bengkak, karena semalam terlalu banyak menangis. Berkali ia mengalihkan pandangan ketika berpapasan. Ekspresinya masih marah seperti kemarin.Aku berdiri di hadapan Sari. Menghadang jalannya yang mengarah ke tangga. Berharap apa yang akan kulakukan bisa meredam kemarahannya.Kurogoh cincin dari katung celana, lalu menunjukkan benda kuning terang ini.“Dek, sebenarnya Mas kemarin beli ini buat kamu. Mas mau melamar kamu. Tapi ternyata gagal.Mas belum bisa mengantarkan kamu. Belum bisa ketemu orang tua kamu. Tapi tolong terima cincin ini. Sebagai tanda Mas serius sama kamu.”Kupindai wajah itu. Wajah yang belakangan ini membuatku tergila-gila.Wanita yang tingginya tak melebihi hidungku ini terdi
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 24.b

Hari ini pekerjaanku sesibuk biasanya. Sering tak sempat sebatas membuka ponsel. Ketika waktu senggang kuotak-atik benda pipih itu. Ada satu pesan dari Sari. Ya, selama seharian hanya ada satu pesan. Bahkan beberapa hari belakangan tidak pernah ada.[Mas, Sari minta, mulai sekarang Mas tidak perlu menghubungi Sari lagi.]Mataku menyipit. Barang kali aku salah baca. Atau mimpi karena terlewat ngantuk. Kueja lagi huruf-huruf itu. Sedangkan dalam hati bertanya, apa yang menjadi kekuranganku.[Maksudnya bagaimana? Kamu mau kita putus?]Lama tak ada balasan. Aku menunggu. Teringat kembali ketika dulu saat baik-baik saja, barang lima menit aku telat membalas, dia uring-uringan. Sifat kekanak-kanakannya itu kenapa sangat kurindukan?Setelah setengah jam berlalu baru titik tiga berjalan.[Sepertinya kita tidak cocok, Mas.]Aku menutup chat, berganti dengan telepon.Detik panggilan sudah berjalan, tapi tidak ada suara.“Dek?” ucapku memastikan ada orang di sana.“Ya,” serunya pendek.“Apa ada
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 25.a

Part 25. Kejutan untuk Mamak---Orang yang terlalu menunjukkan kebaikan biasanya orang yang sedang menutupi kesalahan.---“Oh, iya, kalian pasti belum melihat berita. Kalau di sinilah sekarang dia tinggal.” Aku menunjukkan gambar. Sari dan ibunya menutup mulut.“Ke, kenapa di sana?” timpal mamaknya. Melihat gambar Doni yang ada di kantor polisi.Beberapa hari belakangan aku mengikutinya. Doni pergi ke klub malam. Di sana mereka bermain barang haram. Kuberitahu polisi saat itu juga. Razia segera dilakukan. Doni dan beberapa orang lain terciduk sedang menggunakan narkotika.Aku tak menjawab pertanyaan ibunya, hingga kalimat itu menggantung di udara lantas hilang diterpa waktu. Cukup biar aku saja yang tahu.“Sudah kuperingatkan berkali-kali kalau dia berbahaya,” peringatku pada Gadis yang sedang menangis itu.Berdasarkan informasi yang kudengar. Doni berlibur ke Gunungkidul selama sepekan. Dia pulang karena aku menyuruh Desi agar meminta kakaknya cepat kembali. Selama seminggu itu, en
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more

Mas Pras 25.b

“Punya, uang?” Ia menatapku seperti menantang.“Ada.”“Bagus. Buat yang bagus biar tidak merusak pemandangan.”Pria tua itu kembali mengayunkan kaki. Berjalan kembali ke rumahnya. Sudah tua bukannya tobat. Masih saja begitu.***Aku pulang ke Gunungkidul menggunakan pesawat bukan untuk gaya-gayaan, tapi karena alasan waktu. Biar bisa pulang-pergi dengan cepat. Mengingat begitu banyak pekerjaan di toko. Ke sini pun aku sengaja menyelesaikan masalah Sari. Kasihan kalau dia dibohongi terlalu lama.Rencananya sore ini langsung pulang lagi. Tetapi karena ditahan Mamak jadinya aku menginap, semalam saja. Paginya aku sudah bergegas untuk pergi lagi.Aku tak membawa banyak bawaan. Hanya satu tas kecil. Jam tujuh pagi aku sudah siap. Cucunya Pakde Karyo sudah ada di depan rumah, mau mengantarkanku ke bandara.Baru dua langkah aku ke luar dari rumah, seseorang datang dengan ontelnya. Mamaknya Sari.“Loh, Pras. Mau ke mana?” tanya wanita ber-daster itu.Kami salaman. “Mau berangkat lagi, Bulik.”
last updateLast Updated : 2023-03-19
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status