Home / Pernikahan / Setelah Tiga Tahun Pernikahan / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Setelah Tiga Tahun Pernikahan: Chapter 31 - Chapter 40

50 Chapters

Pulang

Fajar belum menyingsing. Tapi, aku dan Ibu sudah bersiap untuk berangkat ke salon. Bahkan suasana masih nampak gelap. Pun dengan angin subuh terasa menusuk ketulang."Nduk, apa sebaiknya gak usah aja ke salonnya?" tanya Ibu ragu begitu kami keluar dari rumah. "Kasian Ara." Wajah Ibu terlihat begitu khawatir saat melihat Ara masih tertidur dalam gendongan."Jangan, Bu kasian Fahri ini momen sekali seumur hidupnya. In Sha Allah Ara gak kenapa-kenapa," ucapku meyakinkan."Apa gak ada tukang salon yang bisa di ajak ke rumah?" tanya Ibu.Waktu mepet sekali, sudah pukul lima pagi kemana harus mencari MUA yang bisa diajak ke rumah? Kalau mau, harusnya dari kemarin. "Sebentar aku coba tanya Nirmala dulu siapa tahu dia ada kenalan." Aku pun langsung mengambil ponsel, dan mencari kontak Nirmala.Setelah beberapa saat akhirnya panggilanku dijawab."Hallo, Assalamualaikum, Mala. Maaf ganggu pagi-pagi.""Waalaikumsalam. Iya, Nin ada apa?""Eum ... Kamu punya kenalan MUA gak? Aku sama Ibu butuh MU
Read more

Lebih Tajam dari Pisau

Aku pun langsung melangkah ke pintu, sambil menggendong Ara."Terima kasih lho, Nak Sava udah repot-repot mau jengukin, Tante. Pake bawain makanan kesukaan, Tante segala. Kamu benar-benar menantu idaman para orang tua." Aku yang baru saja hendak mengucap salam langsung mengurungkan niat begitu mendengar ucapan Mama.Dari pintu yang sedikit terbuka aku bisa melihat wajah Mama yang nampak semringah. Oh jadi yang datang perempuan itu? "Sama-sama, Tan. Ah, gak repot-kok. Sava malah senang kalau Tante juga senang. Sava langsung khawatir saat Mas Elang bilang kalau Tante sakit, makanya aku datang kesini," terang Sava. Oh jadi, Mama sakit. Tapi, kok Mas Elang gak bilang.Dalam hati sebenarnya ada perasaan khawatir juga mendengar penjelasan Sava. Tapi, disisi lain sedikit kesal dan kecewa saat Mas Elang lebih dulu memberitahu orang lain ketimbang istrinya sendiri. Lebih baik aku pura-pura tidak tahu saja, sampai mereka bicara sendiri. Toh kulihat keadaan Mama juga tidak terlihat mengkhawatir
Read more

Kembali ke Rumah Mama

Aku kembali duduk setelah mendengar permintaan Mas Elang."Apa yang ingin, Mas bicarakan?" Aku bertanya penasaran.Sebelum menjawab pertanyaanku, Mas Elang terlihat menarik napas dalam. Lalu, perlahan membuangnya seolah tengah membuang beban. Melihat ekspresinya begitu sepertinya yang akan disampaikannya serius."Begini Nin, setelah kemarin Mama sakit, dan tidak ada yang menjaganya. Jadi, aku dan Mama sudah berdiskusi kalau kita akan kembali ke rumah Mama."Mataku membulat mendengar kalimat yang keluar dari bibir Mas Elang, apa aku tidak salah dengar bahwa kami akan kembali ke rumah Mama? Bukankah ada Iza?"Bukannya ada Iza, juga kita bisa bolak-balik dari kontarakan. Terus kalau aku tidak setuju gimana?" "Ayolah, Hanin jangan mempersulit keadaan Mas anak laki-laki satu-satunya, kamu mau, 'kan?" ucap Mas Elang lembut seperti tengah membujuk anak yang tengah menangis."Mas-""Mas tidak ingin jadi anak durhaka, dan Mas yakin kamu juga tidak mau, 'kan kalau Mas jadi anak durhaka?" poton
Read more

Dicurigai

"Mas bukannya kemarin kamu sendiri yang bilang kalau, Mas setuju dan tidak keberatan?" Tentu saja aku tak terima dengan keputusan Mas Elang yang terbilang plin-plan tersebut."Tapi, setelah Mas pikir-pikir, dan Mas berubah pikiran," ucap Mas Elang santai.Aku meringis mendengar ucapan yang keluar dari mulut Mas Elang."Jangan menjilat ludah sendiri, Mas!""Sudahlah tidak usah berdebat. Biarkan saja dia bekerja, mau kerja apa dia? Paling juga tahan berapa hari," ucap Mama menengahi. Aku pikir Mama benaran membelaku. Tapi, kalimat terakhirnya terkesan meremehkan."Mau kerja apa sih, Mbak lulusan SMA aja belagu," ketus Iza."Ya sudah kamu boleh bekerja. Tapi, kamu juga harus ingat tugasmu sebagai seorang istri juga di rumah ini!" lanjut Mama memberi peringatan."Aku tidak akan lupa tugasku, Ma selagi itu masih wajar," jawabku."Apa maksudmu?" tanya Mama dengan wajah jengkel."Apa yang dibilang Mama benar. Kamu boleh kerja. Asal tidak lupa dengan tugasmu sebagai seorang istri juga menantu
Read more

Pertanyaan Konyol

"Pa Pa Pa," ucap Ara. Kemudian tangan mungilnya menunjuk ke arah parkiran, dan menampakkan pemandangan yang seketika menyanyat hati.Seumur pernikahan kami, dan sebagai istri sahnya aku tak pernah diperlakukan begitu. Bahkan menaiki mobil itu masih bisa dihitung pakai jari. Tapi, Mas Elang dengan manisnya membukakan pintu mobil untuk perempuan lain. Cemburu? Ah, entahlah mungkin perasaanku terhadap Mas Elang seiring perubahan sikapnya semakin terkikis, yang ada kecewa.Aku memang sudah lama curiga, dan percaya kalau diantara mereka memang ada hubungan spesial. Meski Mas Elang berkata bahwa mereka berteman. Tapi, aku tidak sebodoh itu, dan hanya perlu menunggu waktu.Aku sengaja menurunkan Ara dalam gendongan, dan membiarkannya berlari menghampiri Mas Elang."Pa Pa Pa" teriak Ara sambil berlari menghampiri Mas Elang, tangannya terulur."A--ra?" ucap Mas Elang terlihat keget begitu melihat Puteri kecilnya berlari menghampirinya. "Dengan siapa kamu kesini?" tanya Mas Elang sembari berjo
Read more

Drama

Aku menatap Mas Elang yang sejak tadi diam dalam kegugupan. Beberapa kali ia terlihat menatap ragu ke arah ponsel yang sejak tadi berdering, lalu beralih menatapku."Kenapa gak kamu angkat saja, Mas?" tanyaku santai, sambil melipatkan tangan di dada."Eum ... G--ak penting," jawab Mas Elang gugup. Lalu, tersenyum. Lebih tepatnya memaksa tersenyum.Aku mengangguk, aku yakin perempuan itu yang saat ini tengah menelpon Mas Elang."Hanin, Elang!" seru Mama dari balik pintu kamar. "Mau sampai kapan kalian di kamar, ini waktunya makan malam!"Aku pun lekas menuju pintu, dan membukakan pintunya."Mana Elang?" tanya Mama begitu melihatku membukakan pintu."Mas Elang baru saja selesai mandi.""Ya sudah bilang sama Elang, Mama tunggu di meja makan!" Aku mengangguk, sementara Mama berlalu ke dapur.*"Kok gak ada ayam gorengnya?" tanya Iza begitu melihat menu makan malam di atas meja.Padahal sudah terhidang bening bayam jagung, dadar telur, sambel cabe ijo, goreng tempe dan juga kerupuk udang.
Read more

Cari dan Gaji Sendiri

Namun, aku terkesiap begitu melihat layar ponsel yang baru saja kunyalakan.Astaga!Mataku langsung membulat tak percaya. Kenapa aku bisa melakukan hal seceroboh ini? Mama pasti marah, dan mengagap aku sengaja mengerjainya.Benar saja, begitu pulang aku langsung disambut Mama dengan tatapan tajam, sambil berkecak pinggang. Bahkan, belum sempat duduk Mama sudah menodongku dengan tuduhan, dan pertanyaan."Apa maksudmu sok-sokan mau beliin Mama. Tapi, malah nyuruh Mama yang bayar. Kamu sengaja?" tanya Mama geram."Masuk dulu ya, Ma. Kasian Aranya tidur," jawabku pelan.Kutahu Mama keberatan. Tapi, kalau sudah menyangkut Ara Mama akhirnya mengalah. Aku pun langsung masuk ke kamar, dan menidurkan Ara ke atas ranjang. Lalu, kembali menemui Mama yang mungkin sebentar lagi akan segera meledak dengan kemarahan. Tapi, itu bukan hal baru bagiku. "Soal yang tadi siang aku minta maaf Ma, aku tidak sengaja, dan bermaksud menyuruh Mama untuk membayarnya," jelasku."Alah mana ada maling ngaku, kalau
Read more

Mama dan Mas Elang Panik

"Oh ... Jadi ini, yang kamu sebut kerja? Siapa laki-laki yang baru saja mengantarmu?" Mas Elang bertanya sinis dengan tatapan tajam ke arahku. Sementara tangannya terlipat di dada. Aku baru saja pulang. Tapi, sudah ditanya, dan dicurigai. Rasa lelah, kesal dan amarah seketika memenuhi kepala. Tapi, sebisa mungkin kutahan. "Atau kamu sengaja ingin balas dendam ke Mas?" lanjutnya dengan nada intimidasi. Entah apa maksudnya?Aku hanya bisa meringis mendengar pertanyaan serta tuduhan Mas Elang. "Aku tidak seperti itu, Mas!" balasku pelan berusaha untuk tetap tenang, walau rasanya ingin sekali mengamuk. Tak bisakah mereka membiarkan aku masuk terlebih dulu? Setidaknya biarkan aku menidurkan Ara ke atas ranjang."Kamu jangan percaya begitu saja, Lang?" ucap Mama seperti tengah mengompori Mas Elang."Kamu pikir, Mas akan percaya begitu saja?" tanya Mas Elang kemudian setelah mendengar ucapan Mama."Terserah, Mas mau percaya atau tidak. Tapi, aku dan dia hanya sebatas atas dan bawahan sama
Read more

Rindu

Hari terus berlalu, bahkan Minggu dan bulan ikut berganti. Sejak saat itu Mas Elang, dan Mama tak lagi mempermasalahkan aku bekerja. Ya, bagaimana mungkin mereka rela membayar dendanya jika sampai aku berhenti?Ini Minggu terakhir aku bekerja setelah melakukan pemotretan di luar kota selama tiga hari. Saat hati mulai nyaman dan menyukai pekerjaan ini, saat itu pula aku harus berhenti. Karena masa kontarkanya sudah habis. Ibarat kata ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.Aku menghela napas dalam, setelah memasukkan beberapa barang ke dalam ransel besar. Rasanya sudah tak sabar ingin segera pulang, bertemu Puteri kecil yang terpaksa kutinggal. Karena, Mama dan Mas Elang tak mengizinkan aku membawanya, alasannya takut menganggu pekerjaanku. "Mbak Hanin sudah siap?" tanya Halimah.Aku mengangguk sambil tersenyum. Selama bekerja, Halimah adalah perempuan baik, dan pekerja keras. Ayahnya sudah lama meninggal membuatnya terpaksa kerja keras banting tulang, demi memenuhi kebutuhan keluarga. S
Read more

Bukti

"Lang, kamu tidak perlu memesankan taksi untuk Sava. Karena, Mama menyuruhmu mengantarnya!" tegas Mama. Ucapan Mama langsung membuat wajah perempuan itu menoleh ke arahku, dan tersenyum penuh kemenangan. Tapi, kubalas dengan senyuman sinis. "Tapi, maaf Ma, aku keberatan," jawabku."Apa maksudmu?""Aku mau Mas Elang tetap di rumah.""Jangan seperti anak kecil. Elang cuma mengantar Sava yang sudah merawat Mama," balas Mama, merasa tak terima."Iya, Nin. Apa yang Mama bilang benar. Jangan berlebihan! Mas cuma mengantar Sava, sebagai bentuk rasa tanggung jawab, dan terima kasih Mas. Karena, sudah merepotkan ya," timpal Mas Elang panjang lebar.Sebenarnya bukan itu masalahnya. Tapi, karena diantara mereka ada hubungan lain, bukan sekedar atasan dan bawahan. Sebelum berangkat ke luar kota aku sengaja menyewa orang untuk mencari bukti kalau diantara Mas Elang dan Sava memang ada apa-apa, dan ternyata benar.Sebelah sudut bibir kananku terangkat naik, membentuk lengkung senyum."Mas bilang
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status