Semua Bab Adik Angkatku, Istriku: Bab 11 - Bab 20

115 Bab

Bab 11 Terungkapnya Masa Lalu

Kuhubungi Tyo agar tidak kembali ke apartemen setelah mengantar Alisha. Ingin berbagi beban pikiran dan berdiskusi mengenai masalah hari ini. Bagaimanapun suatu hari nanti dia adalah bagian dari keluarganya. Walaupun tak ada hubungan darah dengan Alisha? Kuhembuskan napas kasar, saat mengingatnya kembali. Sesampainya di rumah, bunda masih sibuk di dapur. Aku datangi bunda untuk melihatnya. Pesan terakhir tak dibalas bunda. Aku sedikit khawatir. Sesaat melihatku, bunda mencoba tersenyum. Sedikit dipaksakan. Kucium tangannya sambil menanyakan sedang memasak apa untuk makan malam nanti. Bunda hanya menunjukkan wajan yang berisi ayam bumbu merah. “Bunda..., Alisha kangen.” Suara Alisha memecahkan suasana kaku di dapur. Sedikit berlari ditubruknya bunda dan memeluknya. Bunda balas memeluk Alisha, mengelus lembut kepalanya. Kulihat mata bunda berkaca-kaca menahan kesedihan. Bergegas aku ke luar menemui Tyo. Tyo duduk di sofa, menggulung tangan kemeja hingga atas siku agar terlihat lebih
Baca selengkapnya

Bab 12 Alisha dan Persada

Bunda sudah kuberitahu mengenai kabar dari Mas Fariz. Kuputuskan besok pagi baru berangkat ke Bandung. Malam ini biar Hendra saja ke sana, dia bisa membantu mengurus keperluan keluarga paman. “Iya, Angga. Bunda juga perlu beristirahat,” jawab bunda sambil beranjak meninggalkanku menuju kamar. Sesaat melewati Alisha, bunda tersenyum. Tak lupa bunda pamit pada Tyo, karena tak bisa menemani ngobrol. Mereka berempat kembali duduk di ruang tamu. Angga menyampaikan berita duka. Malam ini sepertinya mereka perlu mengistirahatkan pikiran setelah menerima penjelasan Pak Aditya mengenai masa lalu ayah. “Hendra, kamu langsung berangkat ya. Bantu keluarga paman. Kami akan berangkat besok pagi. Bunda biar beristirahat dahulu. Alisha kamu juga istirahat dan bersiap.” “Besok aku temani Alisha, kamu berangkat dengan bunda saja dahulu. Alisha biar ke kantor untuk koordinasi pekerjaan selama kalian di Bandung. Sekalian aku ada rapat sebentar.” Aku mengangguk tanda setuju. Hendra langsung pamit untu
Baca selengkapnya

Bab 13 Siapa Pak Yudha?

Alisha dan bunda sudah selesai berbelanja. Semua keperluan dapur sudah dibeli. Kue untuk pengajian nanti malam juga sudah di pesan. Akan diantar menjelang sore nanti. “Bunda kita jadi ke makam?” tanyanya pada bunda. “Jadi, Sha. Kita beli bunga dulu," jawab bunda pelan.Mereka berjalan menuju penjaja bunga, membeli beberapa bungkus bunga untuk ditaburkan di makam ayah dan paman. Di kejauhan tanpa mereka sadari, ada beberapa orang yang mengamati dan memberi laporan melalui telepon. “Mereka akan ke makam, pak. Saat ini mereka sudah menuju mobil yang akan membawanya.” “Oke, kita bertemu di makam. Ikuti terus, jaga keamanan mereka," balas Pak Yudha di seberang telepon.“Baik pak. Saat ini kami tidak melihat ada yang mencurigakan.” Setelah menaburkan bunga di kedua makam, bunda cukup lama bersimpuh di makam ayah. Sesekali bunda mengusap ujung matanya. Alisha tahu tamu malam itu membuka luka lama bunda. Kepergian ayah sulit dilupakan, apalagi saat itu bunda melahirkanku. Kondisi yang mem
Baca selengkapnya

Bab 14 Mencari Informasi

“Mas, Alisha beli cendol dulu ya. Pak Yudha juga mau?” tanya Alisha sambil berlalu menghentikan tukang cendol yang kebetulan lewat di depan kedai. Sepeninggal Alisha aku terdiam sejenak. Kupersilakan Pak Yudha untuk duduk bersama kami. “Tyo, apakah saya bisa mempercayaimu?” tanyanya pelan“Maksudnya?” tanyanya dalam kebingungan. “Saya titip Alisha, tolong bantu saya untuk menjaganya. Saya tahu kamu adalah pilihan terbaiknya.” Tyo masih belum memahami apa maksudnya. Alisha datang dengan membawa segelas plastik cendol diikuti penjual cendol yang membawa dua gelas lainnya. “Taruh sini saja pak. Terima kasih.” “Ini untuk Mas Tyo dan ini untuk Pak Yudha.” Alisha kembali duduk di kursinya menikmati cendol yang baru dibelinya. Sepertinya lupa dengan mie yang baru dimakan separuh. Pesanan Pak Yudha diantar ke meja kami. Tyo memutuskan melanjutkan makan sambil mencoba mencerna ucapannya. “Pak Yudha, nanti malam ikut pengajian?” tanya Alisha. “Rencananya seperti itu. Mudah-mudahan tidak
Baca selengkapnya

Bab 15 Kekuatan Bunda

Kuhembuskan napas yang sedari tadi tercekat. Membalas genggaman tangan bunda yang mengerat. Hingga kulingkarkan tangan kananku pada bahu bunda serta tangan kiri tetap menggenggam tangannya erat. “Benar Ibu Dewi, saya minta maaf. Saat itu saya masih dipenjara. Saya mempercayakan istri saya yang sedang hamil tua pada sahabat saya. Saya tak menyangka jika istri saya meninggal saat melahirkan putri kami.” Hasan menemuinya di penjara. Menanyakan bagaimana dengan anak yang baru dilahirkan almarhumah istrinya, siapa yang akan mengurusnya? Dia hanya menyampaikan tolong berikan pada orang yang tepat. Tak menyangka jika orang yang dipilih Hasan adalah adiknya sendiri. Sekali lagi Pak Yudha meminta maaf. Bunda menarik napas panjang, tak ada kata yang terucap. Butir bening perlahan menetes. Mba Nia mengambilkan tisu dan memberikannya pada bunda. Getaran halus kurasakan pada bahu bunda. Aku semakin mendekapnya erat. “Ibu Dewi, saya sangat berterima kasih ibu sudah membesarkan Alisha. Saya masih
Baca selengkapnya

Bab 16 Jabatan Baru Bramantyo

David dikenalkan sebagai karyawan baru yang akan membantu administrasi kantor di bawah tanggung jawab langsung Pak Yudha. Angga, CEO Anugerah Aksara Grup dan Bramantyo... “Bramantyo, yang akan menggantikan almarhum Hasan. Keputusan penting akan diambil oleh beliau dan Dewan Direksi.” Ucapan Pak Yudha mengagetkan peserta rapat yang hadir. Aku dan David juga tak menyangka akan hal ini. Tyo sedikit terkejut, namun dia cepat menguasai dirinya. “Perkenalkan, saya Bramantyo. Mudah-mudahan kita bisa bekerja sama untuk mengembangkan Persada.” Setelah memperkenalkan diri pada Dewan Direksi, mereka mengambil tempat yang sudah disediakan. Fariz juga kembali ke kursinya. Rapat segera di mulai dengan laporan perkembangan Persada Agung tiga bulan terakhir. Laporan dari semua bagian sangat memuaskan. Tidak ada hal yang dikhawatirkan. Hal ini melegakan kami, apalagi Pak Yudha akan kembali ke Singapura besok. Setelah rapat mereka menemui Pak Ahmad dan rekannya. Menanyakan hasil pencocokan dokumen
Baca selengkapnya

Bab 17 Pilihan yang Sulit

Selesai sarapan kami bersiap kembali ke Jakarta. Semua koper sudah masuk dalam bagasi. Kami pamit pada bunda dan keluarga lainnya. “Hati-hati di jalan.” Bunda mengatakannya sambil memeluk Alisha erat. Tyo hanya tersenyum melihatnya. Mereka meninggalkan halaman rumah, menuju jalan bebas hambatan arah Jakarta. Perkiraannya, mereka akan sampai sekitar pukul sembilan. Aku memutuskan langsung ke kantor. Alisha dan Mas Tyo berencana mampir ke toko, terlebih dahulu. Menemui Tante Lisa, baru ke rumah. Alisha meminta izin untuk ke kantor besok. Aku menyetujui sekaligus memintanya beristirahat. “Mas, Alisha boleh bertanya,” tanyanya pada Mas Tyo saat dalam perjalanan menuju rumah. “Boleh.” Diliriknya sekilas ke arah Mas Tyo. Pandangannya lurus ke depan, seakan fokus ke arah jalan. Namun Alisha merasakan ada yang dipikirkannya. “Kenapa mas dijadikan komisaris di kantor Mas Fariz. Mas kan tidak ada hubungan apa-apa dengan mereka?” “Siapa yang bilang tidak ada hubungan?” jawabnya balik bert
Baca selengkapnya

Bab 18 Kejutan

Sesampainya di rumah, bunda sudah menunggu di teras. Alisha turun dari mobil, berlari dan memeluk bunda erat. Perjuangan bunda kini membuahkan hasil, dia sudah lulus. Bunda tersenyum, menggandeng tangannya masuk ke dalam. Dia teringat ucapan Mas Angga. dihembuskan napas dan melangkah pelan di samping bunda. Sesaat masuk ke ruang tamu, suara tepuk tangan mengagetkannya. Tante Lisa dan Mas Tyo sudah ada di ruang tamu dengan sebuah buket bunga. Alisha menoleh ke belakang. Aku tersenyum, berjalan melewatinya sambil meledek, “cemburu ya, tadi”. Alisha mencubit lenganku hingga meringis. Aku melanjutkan langkahku sambil mengelus bekas cubitannya. Alisha tersenyum dan melangkah ke arah mereka. Tante Lisa memeluk Alisha dan mengucapkan selamat. “Selamat Alisha, semoga semakin sukses,” ucap Mas Tyo sambil memberikan buket bunga padanya. Alisha tersenyum dan menguapkan terima kasih. Tante Lisa menyampaikan jika Papa Tyo sudah memesan meja untuk makan malam merayakan kelulusannya. Setelah be
Baca selengkapnya

Bab 19 Dilema

Sejak siang tadi pikirannya tak tenang. Berbagai gambaran berkelebat di hadapannya. Kali ini Tyo tak bisa memprediksikan reaksi Alisha jika nanti mengetahui kebenarannya. Sebelum berangkat tadi, disempatkannya berbincang dengan mama dan papa. Tyo membutuhkan dukungan mereka. Semoga yang dilakukannya nanti tak membuat Alisha membenci siapa pun. “Mama mengerti Alisha pasti kecewa. Kalian mengetahui kebenaran dan dia adalah orang terakhir yang mengetahuinya,” ucap mama pelan.Mama juga akan memintanya agar tidak menghakimi mereka. Sebuah masa lalu bisa diperbaiki dengan saling menerima dan mengikhlaskannya. Papa hanya mengangguk menyetujui ucapan mama. “Pa, bagaimana kalau kita ke sana juga. Sekalian berkenalan dengan Papanya Alisha. Kalau perlu sekalian saja kita lamar pa.” “Mama... bikin aku tambah pusing deh,” sergah Tyo cepat.“Tapi mau kan?” ledek mama sambil melempar bantal kursi pada Tyo yang beranjak meninggalkan ruang makan. Dia akan bersiap. dihembuskannya napas kembali set
Baca selengkapnya

Bab 20 Suara Hati Alisha

Tyo kembali tersenyum melihat Alisha menunduk malu. Diambilkan dua gelas air putih saat Mas Tyo membawa mie ke meja makan. Mereka makan seperti orang kelaparan, tak ada kata yang terucap hanya suara sendok dan garpu yang terkadang bersentuhan dengan mangkuk. Dalam sekejap tandas mie dalam mangkuk berpindah dalam perut yang tadi berbunyi. Alisha mengucapkan terima kasih sambil membawa mangkuk ke wastafel untuk dicuci. Mas Tyo menemani sampai Alisha selesai. “Sha, masih mengantuk? Jika tidak bisa temani mas kerja sebentar?” tanyanya sesaat Alisha merapihkan piring yang sudah dicucinya.Alisha mengangguk pelan, tak tega meninggalkannya bergadang sendirian di sini. Diperhatikannya wajah tenang Mas Tyo di hadapannya, menyelesaikan pekerjaannya. Alisha tahu beban pekerjaannya bertambah semenjak diangkat komisaris. Persada Agung perusahaan Pak Yudha, papa kandungnya. Pantas saja Mas Tyo yang diangkat menjadi komisaris bukan Mas Angga. Apakah ini ada hubungannya dengannya? “Mas, boleh Ali
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status