Beranda / Romansa / Unexpected Wedding / Bab 181 - Bab 190

Semua Bab Unexpected Wedding: Bab 181 - Bab 190

206 Bab

S2~181

“Harusnya, kalian itu lebih sering jalan-jalan begini.” Lintang memberi senyum lebarnya pada Raga, setelah mendengar perkataan Retno. Ia mengangguk setuju 100 persen akan hal tersebut, karena liburan di luar rumah bisa membuat otak Lintang lebih segar. Sebagai ibu rumah tangga, sekaligus mompreneur yang hanya berkutat di rumah, Lintang pasti membutuhkan adanya refreshing setiap akhir pekan. Ya, seperti sekarang ini. “Rencananya memang begitu, Bu.” Bahagia rasanya melihat Retno ada untuk mendukungnya. “Minggu depan kami ada rencana mau jalan-jalan lagi.” “Ngidamnya anak kedua begitu, itu, Ma,” sambar Raga menyudahi sarapan paginya. “Coba bayangin kalau anakku nanti perempuan, terus …” Detik selanjutnya, Raga mengibas tangannya untuk mengenyahkan sebersit bayangan di kepala. “Dahlah, aku nggak mau nebak-nebak.” Retno dan Ario kompak tertawa kecil, setelah mendengar pemikiran Raga yang sudah membayangkan tentang masa depannya. “Nggak usah terlalu dipikirin,” sahut Retno sembari meman
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-19
Baca selengkapnya

S2~182

“Mas, kamu ngerti artinya bulan madu nggak?” Safir menggeram dengan kedua tangan mengepal di atas meja. Saking kesalnya, Safir sampai ingin memukul Raga saat ini, juga jika tidak mengingat pria itu adalah kakaknya.Kedatangan kakaknya ke hotel, sangat-sangat tidak tepat sekali. Safir baru saja hendak memulai sesuatu dengan Intan, tetapi telepon hotel yang berada di nakas justru berdering nyaring tanpa henti. Tidak bisa menghubungi ponsel Safir, sang kakak justru menghubunginya langsung di kamar.“Siapa suruh nggak angkat hape.” Antara kasihan dan menahan tawa, karena Raga bisa mengerti mengapa wajah Safir terlihat kusut tidak berbentuk. Mungkin saja, Raga menelepon di saat yang tidak tepat, sehingga Safir saat ini tengah mengalami sakit kepala yang membuat emosinya meledak-ledak.“Aku sibuk!” Safir menarik napas, lalu memukul meja di hadapannya. Jika bukan Raga, mana mau Safir dipaksa turun ke lounge dan bicara empat mata dengan pria itu. Meskipun teramat kesal, tetapi Safir tidak bis
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-19
Baca selengkapnya

S2~183

“Tapi maaf Pak Anwar, saya rasa, Lintang juga harus tahu dengan semua ini.” Raga menggeleng tidak setuju akan permintaan Anwar. Sebenarnya, Raga juga sudah mendengar hal tersebut dari Indri, tetapi, ia belum memberi komentar apa pun.Sampai akhirnya, Raga kembali lagi ke rumah sakit pada malam harinya untuk bertemu Anwar, dan ia terpaksa berbohong pada Lintang. Dengan membawa pengacaranya, Raga melakukan penandatanganan pengalihan saham dan ia tinggal mempelajari beberapa hal setelah ini.Namun, Raga tetap bertahan di rumah sakit untuk membicarakan masalah pribadi, dan membiarkan pengacaranya pulang lebih dulu.“Karena saya nggak bisa terus-terusan bohong sama Lintang, Pak,” sambung Raga.“Bapak cuma nggak mau nambah pikiran Lintang, Ga.” Indri mengambil alih untuk menjelaskan maksud Anwar dan dirinya melakukan ini semua. “Lintan lagi hamil, dan Bapak nggak mau dia sampai stres.”“Percaya sama saya, Lintang itu lebih kuat daripada kelihatannya.” Tidak hanya kuat, tetapi istrinya itu j
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-20
Baca selengkapnya

S2~184

“Ini ruanganmu, Mas.” Biya masih saja tidak ikhlas, melihat Raga berada di jajaran direksi Media Kita. Seharusnya, Anwar bisa lebih percaya dengan kemampuan Biya, daripada melimpahkan puncak kepemimpinan pada Raga. Lagi pula, Raga sama sekali tidak punya pengalaman dalam mengurus perusahaan yang mobilitasnya sangat tinggi seperti Media Kita. “Ruangan Maha ada pas di depan sana, dan ruang kerjaku ada di sebelah kananmu. Kita punya connecting door, jadi kamu nggak perlu keluar kalau mau temui aku.” “Oke, terima kasih.” Raga manggut-manggut sambil melihat dekorasi ruang kerja, yang dulunya digunakan oleh Anwar. Sesekali, Anwar juga masih menyempatkan diri untuk berkunjung dan menerima beberapa tamu di ruangannya setelah memutuskan pensiun. Itu yang Raga dengar dari Biya sepanjang mereka berjalan ke lantai atas. “Oke!” Biya juga mengangguk. “Aku juga sudah hubungi orang IT dan minta dibuatkan e-mail perusahaan buat Mas Raga.” “Terima kasih.” “Sama-sama.” Biya mengangguk formal tanpa me
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-21
Baca selengkapnya

S2~185

“Tapi setelah ada di tanganku, Media Kita nggak akan balik ke keluarga kita!” Biya menggeram setelah mengulang ucapan Raga. Ia tengah mengadu pada sang mama via telepon, setelah akhirnya Indri mengangkat panggilan darinya. Entah ke mana perginya Indri, sampai-sampai tidak langsung mengangkat panggilan dari Biya sedari tadi. “Begitu kata mas Raga, Ma. Jadi, papa sama Mama itu sudah ditipu mentah-mentah sama dia. Jangan-jangan, ini usulannya Lintang, karena mau balas dendam sama kita.”Indri menghela kecil di ujung sana. Terkadang, sikap Biya memang kelewatan, tetapi hal itu dilakukan semata-mata untuk mencari perhatian Anwar. “Jaga bicaramu, Bi.”“Mama nggak percaya sama aku.” Biya berdiri dari kursi kerjanya, lalu menendang sisi kaki meja dengan ujung pantofelnya. “Aku ini baru bicara sama mas Raga di ruangan papa, dan dia sendiri yang ngomong begitu ke aku.”“Biar, nanti mama yang ngomong ke Raga.” Lagi-lagi, Indri menghela dan kali ini lebih panjang. “Dan tolong jangan bicarakan ini
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-21
Baca selengkapnya

S2~186

“Sebenarnya aku, tuh, keberatan Mas Raga gantiin Bapak.” Karena Lintang sangat paham dengan sepak terjang Anwar dahulu kala, maka ia semakin tidak relah melepas Raga bekerja di Media Kita. Jam kerja yang tidak menentu, lama-lama bisa membuat kesehatan Raga menurun. Lintang khawatir, Raga nantinya jatuh sakit karena mengurus perusahaan yang kinerjanya 24 jam non stop. Raga memang tidak 24 jam penuh berada di kantor, tetapi, bila berkaca dengan Anwar dahulu kala, pria itu kerap pulang hingga larut malam. Hal itulah yang tidak diinginkan Lintang. Seperti saat ini, Raga baru sampai rumah ketika jam dinding sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Rama bahkan sudah tertidur lelap di tempat tidur Lintang. Sementara Mana, belum juga menutup mata karena masih asyik dengan dunianya sendiri. “Aku jadi mikir, kalau Biya memang nggak capable megang Media Kita, terus siapa yang mau nerusin?” Melihat kondisi pernikahan Biya dan Maha, sepertinya tidak ada kandidat lain yang bisa diajukan kecuali Rag
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-22
Baca selengkapnya

S2~187

“Mas, dokternya sabtu ada, tapi prakteknya pagi, jam tujuh.” Intan memberitahu Safir, setelah pria itu keluar dari kamar mandi sambil mengusap rambut basahnya. Tidak hanya Safir yang berakhir dengan rambut yang basah pagi hari ini, tetapi Intan pun sama.Intan tidak pernah menduga, kehidupan pernikahan mereka setelah mendapat terjangan badai, ternyata bisa seindah saat ini. Walaupun sikap Safir masih terlihat menjaga sesuatu dan tidak semanis dulu, tetapi Intan percaya pria itu pelan-pelan mulai belajar mencintainya.Karena itulah, Intan selalu berusaha untuk menjadi istri yang baik di hadapan Safir, meskipun ia bukanlah wanita yang sempurna bagi sang suami. Intan hanya ingin menunjukkan, bahwa rasa cintanya pada Safir sangatlah tulus dan tidak memandang harta seperti yang pernah dituduhkan padanya dahulu kala.“Oke, nggak papa.” Melihat satu setel baju rumah sudah disiapkan Intan di tempat tidur, Safir pun melepas satu-satunya kain yang membalut tubuhnya tanpa canggung di depan Intan
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-22
Baca selengkapnya

S2~188

Raga dan Maha berdecak bersamaan, ketika mereka dengan terpaksa berada di lift yang sama. Raga yang baru saja berbelok menuju koridor lift, akhirnya masuk serempak dengan Maha tanpa ada orang lain lagi bersama mereka. “Jadi, kamu mau menguasai Media Kita juga?” Maha memutar tubuhnya, lalu bersedekap menatap Raga. Ada dendam tersendiri di hati Maha, karena Lintang akhirnya mau diajak rujuk kembali dengan sang suami yang jelas-jelas sudah melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Lintang bisa memaafkan Raga dengan mudahnya, bahkan saat ini pernikahan mereka terlihat sangat bahagia dan sedang menyambut anak keduanya. Sementara Maha, bahkan tidak pernah dilirik sedikit saja oleh Lintang. Padahal, Maha tidak pernah melakukan kekerasan pada gadis itu selama ini. Maha memang pernah berada di belakang Biya dan mendukung gadis itu saat merundung Lintang, tetapi itu sudah sangat lama sekali. Bahkan, Maha tidak pernah menyentuh satu helai rambut Lintang sama sekali. Namun, mengapa gadis itu tida
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-25
Baca selengkapnya

S2~189

“Maaf, Pak Anwar, tapi ada sedikit kabar yang nggak mengenakkan dan harus saya sampaikan.”Siang hari itu, Raga datang seorang diri ke rumah sakit tanpa ditemani Lintang. Karena Mana mendadak rewel dan tidak mau melepaskan diri dari Lintang, maka Raga dengan terpaksa menjenguk Anwar seorang diri, di hari libur seperti sekarang.Berhubung kondisi Anwar juga semakin membaik, maka Raga akhirnya berani untuk menyampaikan evaluasi sementara, yang sudah dapatkan selama dua minggu berada di Media Kita. Sebelumnya, Raga juga sudah meminta izin pada Indri terlebih dahulu, agar tidak ada salah paham dan prasangka di antara mereka.Anwar mengangguk pelan. Kali ini, ia sudah pasrah dengan semua keputusan yang diambil Raga untuk perusahaannya. Anwar sadar, kondisinya tidak lagi seperti dulu. Ia tidak bisa berpikir terlalu berat, mengingat kesehatannya yang bisa saja menurun tiba-tiba. “Silakan.”“Maaf, tapi kita memang belum bisa mempercayakan Media Kita dengan Biya.” Entah kemana perginya Biya. P
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-25
Baca selengkapnya

S2~190

“Safira bagus, biar namanya sama dengan papanya.”Intan segera menggeleng, tidak setuju dengan usulan Safir karena ia punya pilihan sendiri. “Aku mau namain Permata.”“Heh! Denger—““Yang lembuuut, Mas.” Intan kembali cemberut, karena Safir terkadang masih saja bicara dengan nada tinggi. Padahal, sebelum ia dinyatakan hamil dan masih “berpacaran” dengan Safir, pria itu selalu bersikap manis padanya. Tidak seperti sekarang, yang terkadang suka meninggikan suaranya tanpa sadar. Benar-benar seperti dua kepribadian yang berbeda, dan Intan masih saja sering dibuat bingung akan hal tersebut. “Jangan kasar begitu ngomongnyaaa. Nggak enak di denger.”Safir menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengontrol nada bicaranya sedikit lebih lembut. Safir juga tidak tahu, mengapa ia tidak bisa memperlakukan Intan dengan lembut dan manis seperti dahulu kala.“Tan, denger—““Panggilnya pake sayang, Mas,” putus Intan sembari beranjak dari tempat tidur, lalu membuka pintu yang menuju kolam renang. Setidaknya
last updateTerakhir Diperbarui : 2023-09-26
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
161718192021
DMCA.com Protection Status