Home / Romansa / Pembalasan Istri Kampungan / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Pembalasan Istri Kampungan: Chapter 61 - Chapter 70

117 Chapters

Kabar Baik di Pagi Hari

"Apa? Kenapa bisa jadi seperti ini? Halo! Halo, Mas!"Bella mendengkus, tepat di saat panggilan teleponnya tiba-tiba terputus begitu saja. Ia sangat heran pada suaminya, karena terus saja membuat ulah yang dapat menyusahkan dirinya.Brakkk!Bella melempar benda lain yang ada di atas meja kecilnya. Saat ini ia benar-benar kesal, sekaligus pusing memikirkan masalah Evan."Astaga, aku harus apa sekarang?" batin wanita itu sambil memijit pelan pelipisnya.Untuk saat ini, Bella benar-benar tak bisa berpikir dengan jernih. Ia terlalu kalut dengan ketakutannya. Ia takut dengan tertangkapnya Evan nanti, itu akan membuat nama baiknya kembali turun. Padahal baru saja dirinya merasakan kembali nikmatnya kehidupan mewah layaknya seorang superstar.Bagaimana nanti tanggapan perusahaan yang sudah mengontraknya menjadi model? Pasti mereka akan merasa terganggu dengan berita penangkapan suaminya."Hufftt! Apa yang harus aku lakukan? Ayolah berpikir, Bella!"Tak peduli dengan selimut yang digunakan un
Read more

Keributan di Kantor Polisi

Brakkk!"Akhh! Sial! Aku sama sekali tidak bersalah! Keluarkan aku dari sini!" hentak seseorang yang baru saja masuk ke dalam bilik jeruji besi.Dengan rahangnya yang kian mengeras, pria itu terus mencoba melawan. Ia berusaha keras untuk bisa keluar dari kurungan itu, akan tetapi sayangnya tetap saja kedua tangannya tak bisa membengkokkan susunan benda yang terbuat dari logam keras tersebut.Bugghh!"Sial! Ini benar-benar sial!" ujarnya lagi dengan satu kaki yang menendang tembok."Hahahaha! Memangnya apa kasus kau?"Seseorang tiba-tiba saja mendekat. Ada luka gores yang cukup panjang di wajahnya, selain itu salah satu matanya juga terlihat luka. Entah apa yang telah dialami orang itu, hingga dia bisa terlihat sangat menyeramkan seperti ini.Ia tatap sosok yang baru masuk penjara tersebut dari ujung kepala, sampai terhenti tepat di area kaki yang berbalutkan sebuah perban tebal. Dari tempatnya saat ini, ia bisa melihat dengan jelas noda merah segar yang muncul dari dalam sana."Kau me
Read more

Mengenang Masa Lalu

"Ini adalah beberapa bukti kejahatan yang pernah dilakukan oleh pria itu sebelum kasus ini! Dan saya harap, ini semua bisa semakin memberatkan hukumannya!"Dimas langsung memberikan beberapa berkas yang sebelumnya sudah dipersiapkannya dari rumah pada pihak kepolisian. Dan tak hanya itu saja, beberapa bukti foto isi buku diary adik kandungnya pun juga terdapat di sana sebagai salah satu bukti yang mungkin akan membuat Evan lebih lama bertahan dipenjara.Ya, seperti yang tadi Dimas katakan pada Evan sebelumnya. Ia sungguh ingin membuat pria licik itu mati membusuk di dalam penjara, karena semua kejahatannya memang sudah benar-benar tak bisa dimaafkannya lagi. Bahkan bisa saja korbannya bukan hanya Nara dan Chintya adiknya saja, mungkin masih ada banyak perempuan lain di luar sana."Baik, Pak. Kami akan segera memeriksanya kembali. Terima kasih atas kerja samanya, dan mudah-mudahan saja semua proses hukum ini akan berjalan dengan lancar," ucap salah satu pih
Read more

Kabar Bahagia!

"Tapi, Mas ...."Brukkk!Belum sempat selesai Nara mengucapkan kata-katanya, tiba-tiba saja tubuhnya ambruk tak berdaya. Perempuan dengan air mata yang masih terlihat jelas membasahi pipinya itu seketika pingsan, dengan hampir saja menyentuh tanah merah yang ada di sekitarnya. Hingga akhirnya Dimas yang menyadarinya pun langsung dengan cepat membopongnya, dan membawanya ke rumah sakit terdekat yang ada di sekitar sana.Klekk!Suara pintu terbuka, dan langsung menampilkan seorang dokter perempuan dengan sebuah stetoskop yang menggantung di lehernya."Bagaimana keadaan istri saya, Dok? Kenapa istri saya bisa tiba-tiba pingsan seperti tadi? Istri saya tidak kenapa-kenapa 'kan, Dok?" tanya Dimas langsung tanpa berbasa-basi, dengan mengeluarkan sederet pertanyaan yang sedari tadi memenuhi otaknya.Sebagai seorang suami, jelas Dimas merasa sangat khawatir. Rasanya sudah lama sekali Nara tidak tiba-tiba pingsan seperti tadi, karena kema
Read more

Nara yang Manja

"Mas, aku mau ikut ya? Please? Aku enggak mau tinggal di rumah sendirian, Mas. Boleh ya, Mas?"Di pagi-pagi seperti ini, Nara sudah merajuk meminta ikut suaminya yang ingin pergi berangkat kerja. Bahkan sedari tadi perempuan itu tak kunjung mau melepaskan pelukannya, sebelum dirinya benar-benar diizinkan ikut.Padahal sebenarnya, Dimas masih ada agenda lain pada hari ini. Ini tak hanya tentang pekerjaannya saja, akan tetapi juga tentang hal lain yang menurutnya jauh lebih penting."Mas, ayolah. Aku hanya mau ikut denganmu saja. Aku janji, aku tidak akan menggangu pekerjaanmu kok," bujuk Nara sekali lagi, sambil bergelayut manja di lengan kekar suaminya itu."Hufftt, Sayang," ucap Dimas akhirnya, ketika jari lentik istrinya itu kini mulai bermain-main sedikit nakal di bajunya."Iya, Mas?" Nara mendongakkan sedikit kepalanya. "Jadi aku boleh ikut ya?" tanyanya lagi dengan kedua netra yang mengerjap.Kalau sudah memohon-mohon sepert
Read more

Curiga

"Bi? Bi Inah?""Eh iya, Nyonya? Maaf, tadi Nyonya tanya apa?" tanya Bi Inah balik dengan ekspresi wajah yang terlihat sedikit berbeda dari yang sebelumnya.Entah kenapa Nara bisa merasakan perbedaan itu, walau kenyataannya Bi Inah tengah berusaha tersenyum seperti biasa kepadanya."Tadi aku bilang, sepertinya Bi Inah sudah sangat dekat dengan Mas Dimas dan keluarganya yang lain ya?" tanya Nara sekali lagi, dengan berusaha menepis sekelebat kecurigaan yang sempat muncul di dalam hatinya."Ah, itu ya. Sebenarnya tidak terlalu, Non. Saya hanya dekat dengan keluarga Mas Dimas sebatas hubungan pembantu dan majikan saja. Saya bekerja dengan orang tua Tuan Dimas, semenjak Non Chintya remaja. Walau pada saat ini Tuan Dimas dan Nona Chintya sudah bukan lagi anak-anak, akan tetapi tetap saja mereka berdua sering bercanda dan sesekali membuat keributan kecil. Hubungan Tuan Dimas dan Nona Chintya pada waktu itu benar-benar sangat dekat, Nyonya. Mereka berdua adalah adik kakak yang saling melengka
Read more

Permohonan Bella

Nara cukup terkejut, ketika ia menyadari suara siapa yang telah berbicara kepadanya melalui sambungan telepon tersebut. Namun karena ia tak mau gegabah, dirinya pun akhirnya memutuskan untuk mengabaikan panggilan itu terlebih dahulu sambil menunggu balasan pesan dari seseorang.Nara masih mengingat jelas kata-kata Dimas, sehingga dirinya tak lagi melakukan sebuah sikap yang gegabah. Apa lagi saat ini, dirinya sedang mengandung hasil buah cintanya bersama pria kesayangannya tersebut.Tokk! Tokk! Tokkk!"Iya, silakan masuk!" ucap Nara hingga sedetik kemudian pintu kamarnya itu terbuka dengan lebar.Di sana ternyata sudah ada Bi Inah yang muncul dengan sebuah nampan berisikan semangkuk sup hangat dan juga segelas air putih, yang sedang menatapnya dengan alis sedikit mengerenyit heran."Apa ada lagi yang bisa saya bantu, Nyonya?"Sejenak Nara berpikir, sambil menggenggam erat telepon genggamnya. Ia sempat menggeleng sesaat, hingga akhirnya Bi Inah berbalik dan ingin pamit keluar. Namun sa
Read more

Morning Sickness

"Huekkk! Huekkk!"Pagi ini sudah kurang lebih lima kali Nara bolak-balik ke kamar mandi untuk melepaskan segala rasa mualnya, akan tetapi entah kenapa rasa yang cukup mengganggu itu tak kunjung hilang dan bahkan terasa semakin memburuk. Rasanya Nara benar-benar tak kuasa lagi. Kedua kakinya sudah lemas, begitu pula dengan kepalanya yang semakin terasa pusing. Ia ingin terjatuh, akan tetapi untung saja ada uluran dua tangan yang langsung sigap menahan dan mendudukkan tubuhnya tepat di atas sebuah keramik yang ada di samping wastafel."Nah, 'kan? Aku bilang apa?"Dua kalimat itu langsung membuat Nara menghela napasnya, dan menunduk menyesal. Ia biarkan pria yang sudah berjas dan berdasi rapi itu mengusap bekas-bekas tetesan air di wajahnya, dan juga membiarkan pria tersebut menguncir rambutnya meski tak serapi ikatannya."Aku tidak mungkin meninggalkanmu dalam keadaan yang seperti ini, Sayang. Jadi tolong, tolong jangan paksa aku untuk berangkat kerja lagi. Aku bosnya, jadi tidak mungk
Read more

Gosip Pagi Ini

Klikk!Nara langsung menoleh kecewa, tepat setelah Dimas mengalihkan saluran televisi yang tadi telah berhasil memantik rasa penasarannya. Ia berusaha meraih sebuah benda berbentuk persegi panjang tersebut, akan tetapi sayangnya suaminya itu malah menyembunyikannya di balik badan."Hufftt, Mas! Kenapa diganti? Aku mau dengar berita tentang Bella yang tadi dulu, Mas," keluh Nara yang akhirnya menyerah, karena ternyata remote televisi itu benar-benar diduduki oleh Dimas."Tidak, Sayang. Beritanya sama sekali tidak menarik, aku tidak suka. Lebih baik kita menonton acara anak-anak ini saja, sambil membayangkan nanti anak kita bisa bernyanyi dan bermain dengan girang seperti itu," ucap Dimas tak menyetujui.Pria itu langsung berlagak menikmati acara, dengan tersenyum dan bersenandung kecil mengikuti irama lagu yang dinyanyikan oleh para anak kecil yang berbakat dan menggemaskan.Sementara Nara, ia malah semakin mengerucutkan bibirnya. Melipat
Read more

Sabar dan Nikmati Semuanya

Tokk! Tokk! Tokkk!"Permisi, Tuan. Saya ingin mengantarkan sarapan!""Nah, itu dia! Sudahlah, lebih baik kita sarapan dulu. Matikan saja Tv-nya ya? Lalu kita makan," ucap Dimas yang langsung segera beranjak dari tempat tidurnya dan berjalan menuju pintu.Akhirnya, Dimas bisa mempunyai sebuah alasan yang mampu mengalihkan pikiran Nara. Ia masih tidak mau membiarkan wanitanya itu memikirkan orang lain, apa lagi orang lain tersebut sering sekali berbuat jahat."Nah, ini dia makanannya. Ayo, kita makan!" lanjut Dimas dengan senyum sumringah, sambil membawa sebuah nampan yang penuh dengan sangat hati-hati.Namun sayangnya, melihat hal itu malah membuat kedua alis Nara mengerenyit heran. Ia menoleh sekurangnya tiga kali ke arah pintu, hingga kembali menatap Dimas yang kini sudah berhasil menaruh nampan yang berisikan sup hangat tersebut tepat ke atas sebuah meja kecil yang ada di sisi kasurnya."Lah, kok kamu sendiri? Bi Inah ke mana?
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status