Semua Bab AKU (BUKAN) WANITA KEDUA: Bab 41 - Bab 50

64 Bab

Segudang Dusta Yang Tercipta

"Jawab dulu pertanyaan saya! Jujurlah! Bibik pernah bekerja di rumah suami saya bukan?" tegas Wulan sekali lagi. Menahan napasnya, Wulan bersiap dengan apa pun yang akan didengarnya nanti. Seburuk apa pun kenyataan yang harus didapatkannya lagi. Dusta berikutnya dari lelaki yang masih bergelar suami. Entahlah. Apakah masih ada dusta berikutnya lagi yang akan terbongkar nanti? "Tak usah berbohong, Bik. Sikap Bibik sebenarnya sudah cukup untuk menjelaskannya. Saya hanya ingin mendengarnya langsung dari bibir Bibik. Hanya itu," ucap Wulan dengan lirih. Memasrahkan diri atas apa pun yang akan terjadi. Dirinya dapat berbuat apa? Bukankah semua ini merupakan jalan takdir yang harus dijalaninya? Wulan harus menyiapkan diri. Ternyata lelaki yang selama ini dipercayainya seolah pendusta sejati. "Ibu istri Pak Damar?" Lirih pertanyaan itu terucap dari bibir Bik Atun. Dan Wulan memilih menjawab dengan ang
Baca selengkapnya

Pengakuan Bik Atun

"Saya Wulan. Panggil nama saja, Bik."Dengan cepat Wulan meraih beberapa helai tisu. Sementara Bik Atun juga tampak menghentikan suapannya. Mungkin merasa tak enak hati atas situasi yang telah terjadi. "Bibik pernah bertemu Bu Hanum. Baik orangnya?" Lirih Wulan melontarkan tanya. Ingin tahu pribadi wanita itu sebenarnya di mata wanita tua ini. "Baik, Bu. Ramah dan penyabar. Kurang lebih sama seperti Ibu. Beliau sempat bercerita dan menitipkan amanah. Menjaga Pak Damar seperti anak sendiri pada Bibik. Beliau tak dapat ikut pindah kala itu karena ada usaha yang tak dapat ditinggalkan. Anak-anak pun masih sekolah."Netra Wulan kembali berkaca-kaca. Mendengar penuturan Bik Atun ini, Wulan menyadari satu hal. Hanum wanita yang baik. Hanya saja wanita itu sedang memperjuangkan harga dirinya. Sebagai istri dan sebagai ibu dari dua buah hatinya. Sebaik apa pun wanita pasti akan meradang jika dalam posisi
Baca selengkapnya

Takdir

Wulan baru saja mematikan mesin motornya ketika Bik Tika tergopoh-gopoh menemuinya. Wanita itu gegas melangkah ke arah garasi sembari menggendong Syifa di bagian tubuh kanannya. Putri Wulan itu tampak sudah mandi dengan rambut diikat kuncir kuda. Rambut hitam lebat Syifa menurun dari Wulan. Namun tetap saja bentuk hidung dan alisnya jelas didapatkan dari sang ayah. Tampak gadis itu tersenyum bahagia melihat kedatangan sang bunda. "Ibu kemana saja? Bibik telepon tak dijawab-jawab. Pesan pun tak dibaca-baca. Jujur … Bibik cemas, Bu. Apalagi Bapak menelepon terus. Bibik tak tahu harus berkata apalagi jika terus dicecar seperti tadi."Wulan menepuk dahinya. Pertemuan tak sengaja dengan Bik Atun tadi telah menyita perhatiannya. Benda berlayar pipih sebagai alat komunikasi zaman kini itu diacuhkan oleh Wulan sejak meninggalkan rumah tadi. Perlahan Wulan membuka tas selempang kecil yang ada di hadapan tubuh. Membuka bagian depannya
Baca selengkapnya

Hancur

Menutup pintu depan dengan cepat dan tak lupa menguncinya, Wulan tetap menggendong Syifa dalam dekapannya. Masuk ke dalam kamar tidurnya setelah sebelumnya meraih kotak mainan putrinya itu dari ruang tengah. "Syifa main dulu ya! Bunda mau mandi," ujar Wulan seraya menuangkan isi kotak mainan itu ke lantai kamarnya. Tepat di bagian depan tempat tidur memang digelar karpet tebal yang menjadi area bermain Syifa. Sengaja tata letak kamar tidur utama ini diubah oleh Wulan sejak kehadiran putrinya. Menyediakan ruang yang nyaman untuk bermain di kamar sembari melepas penatnya bekerja. Anggukan kepala diberikan Syifa sebagai jawaban. Wajah gadis itu membingkai senyum. Seolah ingin membalut luka sang ibu. "Bunda mandi saja," sahut putri kecil Wulan itu dengan gaya bicara khas anak kecilnya. Melihat Syifa yang mulai sibuk dengan boneka dan beberapa jenis buah-buahan mininya, Wulan bergegas masuk ke kamar mand
Baca selengkapnya

Seperti Apa Mas Mengenalku?

Wulan menatap langit-langit kamarnya. Meratapi nasib yang seolah sangat tak berpihak padanya. Bahagianya hanya sepenggal jalan. Sengaja kembali mengurung diri di kamar setelah kedatangan Bik Tika tadi. Menutup rapat pintu dan menguncinya. "Ibu ke dokter saja ya? Naik taksi online," pinta Bik Tika saat baru datang tadi. Wajah itu terlihat cemas. Melangkah terburu-buru masuk ke dalam rumah yang memang sudah dibuka Wulan sejak habis Subuh tadi. Membiarkan udara pagi masuk ke dalam rumah melalui pintu dan jendela yang terbuka, Wulan berharap ada kesegaran yang menyapa. "Semalaman saya khawatir memikirkan kondisi Ibu. Mau ke sini tapi Mang Dayat ada undangan hajatan. Pulangnya sudah kemalaman."Wulan menyunggingkan senyumnya. Senyum yang dipaksakan. Dan pasti Bik Tika tahu itu. "Tak udah, Bik. Saya minum obat saja. Titip Syifa ya! Saya mau tiduran di kamar. Jika ada yang mencari, tolong sampaikan say
Baca selengkapnya

Cinta?

Menguatkan hati, Wulan mendongakkan kepalanya. Menatap lelaki yang sudah memporak-porandakan jiwanya sejak kemarin. "Dek, Mas tak paham denganmu. Apa yang sedang kamu bicarakan?"Damar menampakkan keterkejutannya. Wajar saja. Ini kali pertama Wulan berani bicara sembari menatap matanya. Bukan binar cinta yang terlihat di sana. Bukan bias rindu yang tercipta di manik netra istrinya. Ada kemarahan, kebencian, dan kecewa yang terpapar di bening mata itu. "Jawab pertanyaanku!" pinta Wulan dengan tegas. Damar menganggukkan kepalanya dengan cepat. Menyetujui apa yang diinginkan istrinya, walaupun tak paham makna permintaan itu sebenarnya. "Mengapa Mas pulang hari ini? Bukankah kegiatan Mas masih sampai dua hari lagi?"Memundurkan tubuhnya, Wulan ingin lebih leluasa memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Menangkap perubahan raut wajah dari lelaki yang telah mengikat hidupnya. 
Baca selengkapnya

Berikan Aku Penjelasan!

Damar tampak gugup. Lelaki itu tampak meraup wajahnya dengan kasar. Memejamkan mata sebelum akhirnya menatap sendu pada istrinya."Hanum? Bukankah Mas sudah pernah menjelaskan sebelumnya? Jauh-jauh hari, tak lama setelah pernikahan kita terjadi," tutur Damar memberi penjelasan.Gurat kegugupan itu tak tampak lagi. Raut wajah itu sudah kembali seperti sebelumnya. Namun Wulan tahu, sepasang mata lelaki itu dengan menyembunyikan sesuatu. Namun ternyata tak memberitahukan apa pun kepada suaminya ini. Wanita itu memilih membungkam mulutnya atas semua yang telah dilakukannya pada Wulan. Membiarkan Wulan mengambil keputusan setelah semua fakta dibeberkannya. Wulan tahu, Hanum tak akan menyerah. Wanita itu akan melakukan aksi lainnya jika Hanum tak menentukan sikapnya. Bukan tak mungkin, wanita itu akan mengambil langkah yang lebih berani daripada kemarin. Wulan berdiri tegak menatap suaminya. Memindai lelaki itu denga
Baca selengkapnya

Ceraikan Aku!

Diam. Damar tak kunjung memberikan penjelasan pada Wulan. Dan Wulan memilih membiarkan suaminya menunjukkan sikap sejatinya. Sebagai seorang laki-laki. "Mas mencintaimu, Dek. Cinta itu hadir saat kita pertama kali bertemu. Mas merasakan cinta yang luar biasa. Pertama kalinya dalam hidup, Mas."Akhirnya kalimat itu meluncur dari bibir Damar. Setelah kebisuan yang menyerang mereka beberapa lama. "Mas lupa punya istri dan dua orang anak di rumah yang menunggu kabar setiap harinya?" desis Wulan perlahan. Damar membalikkan tubuhnya. Menatap dengan raut wajah terkejut sekaligus bingung ke arah Wulan. "Tak usah terkejut begitu, Mas. Aku sudah melihat semuanya. Putri Mas, Raya Putri Kirana cantik. Putra Mas, Hanif Fathurrahman pun menggemaskan. Apalagi istri Mas, Hanum Khoirunnisa. Tak ada cacat pada dirinya."Wulan melengkungkan bibirnya. Mencetak senyum di bibir mungilnya. Bukan senyum bahagia. Senyum
Baca selengkapnya

Pecundang!

"Ceraikan aku sekarang juga, Mas! Ucapkan talak untukku hari ini juga!"Tegas Wulan mengucapkan pintanya. Bukan keputusan sesaat. Inilah keputusan terbaik yang harus diambilnya. Wulan sudah mengambil keputusan. Memilih mundur merupakan pilihan terbaik dan terhormat untuknya. Tak boleh ada yang merendahkan dirinya hanya karena statusnya yang ternyata istri kedua. Bukan keputusan yang mudah, namun harus diambilnya. Keraguan yang awalnya mendera ketika melihat sepasang mata putrinya yang sedang lelap tergantikan oleh harga diri yang sedang dipertaruhkan. Saat sepanjang malam terjaga, Wulan memilih untuk bermunajat tanpa henti kepada Sang Khalik. Mengadukan isi hati yang sedang terluka sepanjang malam yang dingin. Memohon petunjuk atas segala resahnya. Melafalkan pinta terbaik agar dirinya tak salah langkah. Hujan yang mengguyur kota Pangkalpinang seakan turut merangkai tangis untuk dirinya. Luka tercipta setelah
Baca selengkapnya

Pengakuan Damar

Wulan merasa sesak ketika mulutnya tertutup rapat. Bahkan lubang hidungnya pun ikut tersumbat. Tak ada jalan oksigen masuk ke pembuluh darahnya. "Mas menikah dengan Hanum karena perjodohan. Lebih tepatnya balas budi sebagai bentuk bakti seorang anak angkat pada orang tuanya. Mas tak berbohong tentang asal usul diri ini. Seorang yatim piatu yang hidup di panti asuhan dan akhirnya beruntung disekolahkan oleh orang tua Hanum."Wulan terisak. Tubuhnya terus bergerak berusaha melepaskan diri dari kungkungan. Mencoba meraup oksigen dari sekelilingnya. Perlahan Damar melepaskan bungkamannya. Membiarkan istrinya melepaskan diri dan berbaring di atas kasur mereka. Mengambil posisi duduk di atas karpet hijau, Damar menyandarkan punggungnya pada bagian tepi tempat tidur. Lelaki itu mengambil sikap bersila membelakangi tubuh istrinya. "Raya bukanlah anak kandung Mas. Menikahi Hanum hanyalah sebagai bentuk usaha Mas untuk membantu menjag
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status