Home / Pernikahan / Mertuaku Racun Rumah Tanggaku / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Mertuaku Racun Rumah Tanggaku: Chapter 31 - Chapter 40

54 Chapters

31.

"Cepetan, Arumi! Lelet banget, sih!" Aurel berkacak pinggang di atas tangga. Ia sama sekali tak mempedulikan Arumi yang susah payah menyeret koper itu.Arumi tak menjawab, dia hanya melirik Aurel dengan malas seraya terengah-engah mengatur nafasnya. Tangannya serasa mau copot karena mengangkat koper yang entah berisi apa, serta harus menaiki tangga sampai ke lantai dua."Sudah? Aku taruh di sini, ya!" kata Arumi sembari menegakkan koper itu di pinggir pagar kayu pembatas.Aurel malah mendelik padanya."Kalau kerja tuh yang beres, aku mau kamu bawakan koper itu ke kamar pengantin kami!" bentaknya seraya menunjuk ke arah kamar.Arumi mengikuti arah telunjuk Aurel, dia menelan saliva yang terasa bak pasir tandus di tenggorokannya. Itu awalnya kamar dirinya dan Ardi."Mama! Dinda nggak bisa pake dasinya, Ma!" Terdengar suara Dinda dari bawah, Arumi pun langsung tanggap dan melongokkan kepalanya dari pagar atas"Sebentar Mama turun!" sahutnya, tampak Dinda mendongak ke arahnya sambil meme
Read more

32.

Arumi sontak membelalak ketika mendengar akan dilaporkan ke polisi, di sini siapa yang akan membelanya? Dinda masih di bawah umur dan bahkan terbilang anak-anak dan kesaksiannya belum bisa diandalkan."Tidak! Tolong jangan lakukan itu!" pinta Arumi dengan suara bergetar, air matanya berlinang membasahi wajahnya."Walaupun kalian tidak melihatnya, tapi kalian tahu aku tidak melakukannya!"Tiba-tiba sebuah vas bunga terlempar melewatinya dan kemudian pecah menghantam daun pintu. Mereka sama-sama menoleh ke arah Aurel yang tampak menatap tajam ke arah Arumi dengan nafas memburu menahan amarah."Kamu mau bilang kalau aku yang sengaja menjatuhkan diri, begitu? Kamu pikir aku gila, hah?!" pekik Aurel dengan penuh emosi.Arumi mengepalkan tangannya. Aurel memang pintar bersandiwara, tapi posisinya juga saat ini tidak untuk membela diri. Karena mau bagaimana pun dia akan tetap disalahkan.Santi mengerling sinis, "Sudah, jangan buang waktu lagi, aku nggak sudi serumah sama ipar jahat kayak dia!
Read more

33

"Terlalu mudah buat kamu, kalau aku lepaskan. Anggap saja semua ini sebagai hukuman karena kamu sudah mengkhianati aku!" Ardi menyeret Arumi dan melemparnya ke dalam kamar, Dinda yang tengah duduk dan cemas dengan ibunya itu langsung menjerit kaget."Mama!" serunya seraya bergegas memburu ke arah Arumi.Arumi yang terjatuh di lantai pun memeluk putrinya itu dan menangis bersama-sama."Kalian akan menjalani hukuman, kamu dan anak kamu itu, Arumi!" tunjuk Ardi dengan wajah bengis penuh kebencian."Jangan harap kamu bisa lepas dari ikatan pernikahan kita dan pergi sama laki-laki lain!"Ardi kemudian menarik pintu dan menutupnya dengan keras, Dinda sampai terlonjak kaget dalam pelukan Arumi.Sepeninggal Ardi dan mereka hanya berdua di kamar itu, Arumi mengurai pelukan mereka dan membelai wajah Dinda yang juga berurai air mata."Maafkan Mama ya, Nak, kamu harus mengalami semua ini!" ucapnya perih, air matanya tak terbendung lagi dan tangisnya pecah karena merasa bersalah.Dinda menggeleng
Read more

34.

"Mas Ardi mendapat uang banyak hari ini, apa aku minta saja sedikit untuk tambahan uang sekolah Dinda, ya?" gumam Arumi resah. Dia tak tega membiarkan wajah Dinda yang murung karena ditagih uang bulanan di sekolah. Arumi menghela nafas dalam-dalam, yang entah sudah ke berapa kali dia melakukannya. Tatapan matanya nanar menatap Dinda yang sudah tertidur lelap.Arumi lalu menyibak selimut dan bangkit dari tempat tidur dengan pelan, jangan sampai Dinda terbangun karenanya. Dia berjalan menuju ke pintu dan meraih tas kecilnya yang tergantung di sana.Ardi memberikan uang belanja mingguan untuk kebutuhan dapur, jumlahnya lumayan karena yang lain selalu meminta menu mewah setiap harinya. Arumi sedikit banyak bersyukur untuk itu, karena Ardi setidaknya mengerti jika istri keduanya dan juga keluarganya itu manja dan rewel dalam hal makanan. Sehingga dia memberikan jatah uang dapur cukup tebal."Tapi sama saja bohong karena yang dimasak setiap hari itu kayak menu restoran mewah," ujarnya seten
Read more

35.

"Siapa malam-malam begini?" bisiknya takut. Suara ketukan pelan di pintu kamar membuat rasa kantuk Arumi seketika lenyap, matanya terjaga sepenuhnya menatap lurus ke arah pintu sana.Untuk beberapa saat lamanya Arumi hanya terdiam membeku melihat ke daun pintu, ketukan itu masih terdengar untuk beberapa menit sampai akhirnya benar-benar berhenti dan kembali sepi. Arumi yang sejak tadi seolah menahan nafas akhirnya bisa menarik nafas lega. "Siapa itu? Tengah malam begini bikin orang parno saja!" ujarnya setengah menggerutu.Merasa situasi sudah 'aman', Arumi akhirnya bangkit dari tempat tidur dan menuju pintu untuk memeriksa. Dan matanya melotot seketika saat tangannya dengan mudah menarik pegangan pintu.Rupanya dia lupa menguncinya."Astaghfirullah! Nggak kekunci?!" serunya tertahan. Langsung saja dia dengan panik segera menguncinya, tak lupa gerendel pintunya juga atas dan bawah.Arumi akhirnya menghela nafas lega, meski begitu jantungnya masih berdebar karena panik dan ketakutan.
Read more

36.

Bu Hilda mengarahkan selang air itu pada Arumi, membuat menantu pertamanya itu kewalahan menahan air yang menerpa wajahnya. Cuaca masih sangat dingin sehingga Arumi pun menggigil kedinginan."Hentikan, Ma!" teriak Ardi seraya mematikan keran air, otomatis air yang menyiram Arumi pun terhenti.Bu Hilda mendelik protes pada anaknya itu, "Kamu kenapa malah membela dia? Kalau sampai Aurel tahu, dia bisa mengamuk nanti!" tegurnya kesal."Dia nggak bakal tahu jika bukan Mama atau Santi yang memberitahu dia!" sergah Ardi, saat ini Aurel masih tidur jadi dia tidak tahu kejadian ini."Dia harus dikasih pelajaran, Ardi! Jangan sampai nanti lama-lama tambah nggak tahu diri!" kata Bu Hilda bersikeras."Dia sudah menggigil! Kalau dia sakit siapa yang akan mengerjakan semua pekerjaan rumah dan memasak?" tunjuk Ardi.Arumi yang semula mengira Ardi membelanya, akhirnya kembali harus menelan saliva dan meratapi nasibnya. Mereka semua membiarkan dia dan Dinda ada di sini semata-mata karena membutuhkan
Read more

37.

Setelah kepergian yang lain, dan juga Dinda yang berangkat sekolah, Arumi keluar untuk berbelanja bahan masakan ke supermarket. Sebenarnya Arumi lebih nyaman belanja di pasar tradisional. Namun itu tidak mungkin bisa dilakukannya, karena nanti ada inspeksi untuk bon harganya oleh Bu Hilda. Apalagi setelah kedatangan Aurel di rumah itu, semua bahan masakan harus dibeli dari supermarket dan organik. Mau tak mau Arumi harus mengikuti aturan mereka."Yang kayak begini kalau di pasar sana dapat sekilo," gerutu Arumi ketika mengambil satu pak tomat segar, memang dari tampilan saja berbeda, tapi kalau ada yang lebih murah kenapa tidak?Tapi toh ini memang harus dilakukan, atau 'nyonya rumah' yang baru itu akan mengomel dan merengek manja pada suaminya."Arumi?" Arumi menoleh dan melihat Andrean juga tengah mendorong troli belanjaan di belakangnya, sudah banyak barang di dalamnya yang didominasi oleh sayuran dan buah."Dokter belanja juga?" sapa Arumi tersenyum.Andrean mendorong trolinya me
Read more

38.

"Dinda, Mama mau ke fotokopi dulu, mau ikut?" tanya Arumi, dia melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 1 siang. Dinda yang baru saja selesai makan, mengangguk riang. Dinda menghambur ke arah sang mama seraya berseru penuh semangat, "Dinda minum dulu, Ma!" Gadis kecil itu meneguk minuman yang tinggal setengah gelas, kemudian segera bergegas membawa piring kotornya ke dapur. Beberapa saat kemudian, ia kembali menghampiri sang mama.Arumi tersenyum melihatnya. Dia lalu menghela nafas panjang. Dia harus buru-buru pergi sekarang sebelum orang rumah pulang. Dia berniat untuk membuat selebaran kertas kecil untuk promosi jasa cuci gosoknya, sekalian menjajaki kosan yang ada di ujung sana."Semoga ini bisa berhasil!" gumamnya. Arumi menaruh harapan besar pada calon pekerjaan barunya itu. Ia berharap biaya pendidikan Dinda tidak akan tersendat lagi setelah ia memiliki pekerjaan."Ayo, Ma!" seru Dinda membuyarkan lamunannya.Arumi mengangguk dan menggandeng tangan Dinda. Mereka berjalan ber
Read more

39.

"Terimakasih, Dokter!" ucap Arumi mengangguk pada Andrean yang melambai padanya dari dalam mobil, lelaki itu pun tahu situasi dan mengerti dengan sikap Arumi yang terkesan tergesa-gesa.Arumi bergegas masuk mengajak Dinda, setelah mengucapkan terimakasih pada Andrean yang telah mengantarnya pulang. Bukannya dia tak ingin mengusir lelaki itu untuk pergi secepatnya, hanya saja dia taku jika Ardi pulang sebentar lagi."Ayo masuk!" ajak Arumi menggandeng Dinda memasuki gerbang rumah. Karena dia terlalu fokus ke depan, dia tak menyadari adanya mobil di garasi, terhalang pintu yang terbuka separuhnya. Arumi terus masuk ke dalam rumah melalui pintu samping yang tembus ke dapur."Kamu makan di kamar saja, ya, Mama mau beres-beres di dapur," kata Arumi seraya memberikan kantong berlogo minimarket ke tangan Dinda. Anak itu mengangguk dan pergi menuju kamar dengan langkah riang.Arumi menghela nafas panjang, dia merasa sedikit lega karena sudah kembali ke rumah dengan 'selamat' sebelum yang lai
Read more

40.

"DASAR KURANG AJAR!"PLAK!Wajah Arumi terbanting ke samping, wanita muda itu meringis merasakan pipinya yang panas karena tamparan keras dari tangan Bu Hilda."Kamu makin berani sama kami! Dasar tidak tahu balas budi!" jerit Bu Hilda, matanya melotot dan nafasnya memburu saking marahnya pada Arumi.Arumi menoleh sembari memegangi pipinya, air matanya meleleh namun kali ini bukan lagi kesedihan yang memenuhi dadanya melainkan kemarahan dan muak dengan semua perlakuan mereka.Dia berniat untuk membalas, namun ketika itu Ardi datang dan berteriak dari arah tangga ke arah mereka."Ada apa ribut-ribut? Kepalaku sakit!" bentaknya gusar.Giliran Aurel yang bergegas menghampiri suaminya dan bergelayut manja pada lengan Ardi."Maaf mengganggu tidurmu, Sayang, itu Mama sama Santi lagi ngasih pelajaran sama Arumi!" katanya tersenyum sinis.Ardi menoleh pada Arumi dengan wajah gusar, keningnya berkerut karena memang kepalanya tengah sakit."Kamu kenapa selalu jadi biang keributan? Pergi ke kamar
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status