Home / Pernikahan / Mertuaku Racun Rumah Tanggaku / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Mertuaku Racun Rumah Tanggaku: Chapter 41 - Chapter 50

54 Chapters

41

"Si Arumi sibuk terus akhir-akhir ini di belakang, dia ngapain, sih?" gumamnya penasaran. Usaha cuci gosok yang dijalani Arumi lumayan bagus, dia mendapatkan banyak pelanggan karena hasil kerjanya juga rapi dan wangi. Semakin hari jasanya semakin maju, dan lama-lama tercium juga oleh Bu Hilda.Ketika dilihatnya Arumi keluar untuk belanja dan mengajak Dinda bersamanya, Bu Hilda pun bergegas ke ruangan belakang untuk memeriksa. Arumi melakukan pekerjaannya di gudang kosong yang semula hanya dipakai untuk barang rongsokan. Dia mengubahnya menjadi ruangan untuk menyetrika dan melipat pakaian yang sudah kering dan mengemasnya dengan plastik sesuai dengan nama pelanggannya."Hm, dia ngapain di sini?" gumam Bu Hilda seraya celingukan memeriksa sekitar. Rumah bagian belakang mereka itu memiliki dua ruangan lain, yang satu kamar pembantu yang dipakai oleh Arumi, dan yang satunya lagi gudang barang bekas dan tidak terpakai. Bu Hilda melihat-lihat sekitar itu, dia ingin memeriksa kamar Arumi n
Read more

42.

Arumi habis kesabaran dengan semua perbuatan jahat mertuanya itu, usaha cuci gosok yang dilakukannya dirusak oleh Bu Hilda, yang merobek beberapa pakaian-pakaian itu dan mengambilnya sebagian."Mama, tolong bilang sama aku, apa yang sudah Mama perbuat?" tanya Arumi, antara sakit hati dan marah bercampur jadi satu di dalam dadanya.Bu Hilda tersenyum miring dengan santai, "Harusnya aku yang nanya sama kamu? Kamu enak-enakan pake listrik rumah ini buat buka jasa cuci gosok? Pencuri kamu, ya!" makinya menunjuk kening Arumi dan mendorongnya dengan kasar.Tangis Arumi tak bisa dibendung lagi, hatinya habis terkoyak dengan semua kejahatan mertuanya."Apa salahnya, Ma? Aku sudah bekerja keras menjadi babu di rumah ini untu kalian, aku membutuhkan uang untuk biaya sekolah Dinda karena Mas Ardi sama sekali tak peduli!" teriak Arumi, dia sudah tak tahan lagi.Bu Hilda malah tersenyum santai seraya bersedekap tangan menatapnya."Kamu bilang kalau kamu itu kuat, jadi sekarang buktikan! Bisa nggak
Read more

43.

Arumi tak mau terlihat lemah di hadapan Ardi, tapi sialnya air matanya sendiri tak bisa dibendung dan terus meleleh meski beberapa kali dia menghapusnya."Berapa semuanya?" tanya Ardi.Arumi mengangkat kepala mendengar pertanyaan Ardi."Apa?" sahutnya tak mengerti.Ardi menghela nafas gusar, "Uang ganti rugi pelanggan kamu itu, berapa semuanya?" tanyanya dengan nada jengkel.Arumi mengerutkan kening, dia tak mengerti dengan sikap Ardi. Kadang dia merasa lelaki itu membelanya, tapi di saat bersamaan dia pun tak ada bedanya dan semakin menambah penderitaannya. Harusnya Arumi senang mendegar Ardi menanyakan itu, mungkin saja dia akan membantu membayarnya. Tapi nada suaranya itu membuat Arumi kesal."Nggak usah! Mas nggak perlu sok peduli sama aku!" tolak Arumi tegas. Buat apa Ardi membantunyanya kalau ujung-ujungnya nanti pasti ada timbal balik yang menyiksanya.Ardi berkerut kening dan menatap dengan pandangan tidak suka mendengar Arumi menolak bantuannya."Sok jual mahal kamu! Dari ma
Read more

44.

"Enak bener ya, sudah bikin keributan malah ditolong!" sindir Aurel ketika mereka hendak makan malam. "Iya, keenakan jadinya 'kan!" timpal Santi berdecih sinis ke arah Arumi."Pokoknya dia harus ganti uang itu, enak saja dibayarin Ardi!" sambung Bu Hilda mendelik kesal, padahal dia sendiri yang menjadi penyebab kericuhan itu.Arumi hanya diam tak menanggapi mereka, dia hanya melakukan pekerjaannya dan menutup telinga dari semua hinaan yang ditujukan padanya. Toh, tidak ada gunanya menjawab karena akhirnya dia sendiri yang akan dipojokkan. Ardi memang sudah membayarkan uang ganti rugi pada semua pelanggan Arumi yang datang ke rumah. Namun semua itu dihitung sebagai utang yang harus dibayar oleh Arumi."Heh! Kamu budeg, ya! Pura-pura nggak dengar kami ngomong!" bentak Bu Hilda, dia menepis tangan Arumi yang hendak menuangkan air ke gelasnya, jadilah air itu malah tumpah ke pangkuannya."Ah! Apa-apaan kamu!" pekik Bu Hilda seraya berdiri cepat karena bajunya basah. Rasa kesalnya karen
Read more

45.

"Kamu nggak apa-apa kayak gini, Nduk?" tanya Bu Bariah menatap Arumi yang bersiap mendorong gerobak. Sorot matanya terlihat iba dan tak tega.Arumi menerima tawaran untuk bekerja di toko kue Bu Bariah. Dia punya usaha membuat kue basah beraneka macam, namun akhir-akhir ini tokonya sepi. Dan berinisiatif untuk menjajakannya keliling pemukiman penduduk.Arumi tersenyum lebar, "Nggak, Bu, yang lain juga sama 'kan?" sahutnya seraya menunjuk pada beberapa rekan kerjanya sesama pedagang, yang rata-rata perempuan. Hanya saja di sini Arumi-lah yang paling muda. "Neng apa nggak salah kerja kayak gini?" celetuk ibu yang lain, dia saling melempar pandang dengan temannya, merasa heran pada Arumi."Lho, kenapa emangnya, Bu?" tanya Arumi bingung.Mereka tertawa kecil."Neng 'kan masih muda, cantik, nggak pantes kerja kayak gini!" timpal yang lain. Bu Bariah ikut mengangguk mengiyakan.Arumi terkekeh, "Apa salahnya, Bu? Toh ini pekerjaan halal, saya justru bersyukur karena mendapatkan kerjaan ini,
Read more

46.

"Bos kenal dia?" tanya Bonar heran. Andrean yang menyadari jika perempuan yang pingsan itu adalah Arumi, pasiennya sendiri, segera mendekat dan memeriksanya."Dia pasien saya," jawab Andrean singkat. Alis Bonar terangkat mendengarnya.Tangannya memeriksa denyut nadi Arumi dan keningnya berkerut dalam. Raut wajahnya berubah cemas. Tanpa banyak bicara, lelaki itu menunduk lalu dengan sigap mengangkat tubuh Arumi.Bonar tanggap, dia bergegas menuju mobil Andrean dan membantu membukakan pintu mobil."Tolong kamu urus gerobaknya dulu!" kata Andrean pada Bonar."Siap, Bos!" sahut Bonar.Andrean mendudukkan Arumi di kursi depan dan memasangkang sabuk pengaman, dia sedikit merendahkan kursi agar Arumi bisa berbaring. Setelah memastikan Arumi aman, dia sendiri segera masuk dan menyalakan mobil. Langsung tancap gas menuju Rumah Sakit."Kamu kok maksain diri, Arumi! Sudah tahu badan kamu itu lemah dan nggak boleh terlalu kelelahan!" gumam Andrean sejenak melirik ke arah Arumi yang terpejam di k
Read more

47.

"Bedebah! Berani sekali kamu bicara seperti itu!" geramnya, dia bergerak maju dan gantian mencengkeram kerah kemeja Andrean. Ardi naik pitam, dia tersinggung dan tak terima dengan ucapan Andrean yang secara terang-terangan meminta Arumi darinya.Andrean tampak tenang dan malah tersenyum."Aku ingin tahu sejauh mana kamu masih mencintai Arumi, bahkan jika mendengar fakta sebenarnya antara aku dan dia," ucapnya tersenyum miring.Ardi salah mengira, dia berpikir jika Andrean memang benar-benar akan mengatakan kebenaran mengenai perselingkuhan yang dilakukannya dengan Arumi."Dia masih istriku, jadi aku masih berhak atas hidupnya, kamu tidak bisa mengambil dia begitu saja dari tanganku!" gertak Ardi mengguncang Andrean dengan marah.Andrean menarik sudut bibirnya berlawanan, sekarang jelas dia bisa melihat perasaan Ardi sebenarnya terhadap Arumi."Dia mengidap penyakit mematikan, aku dan dia tak lebih hanya sebagai dokter dan pasien, Arumi tak ingin memberitahukan semuanya sama kamu karen
Read more

48.

Ardi memasuki ruang rawat Arumi, tampak wanita itu tengah berbaring dengan mata terpejam. Mendadak Ardi merasa udara di ruangan itu terasa menipis dan itu membuat dadanya sesak, apalagi ketika melihat wajah pucat Arumi yang sangat kentara. "Arumi ..." panggilnya pelan, jika Arumi sedang tidur maka dia tidak mau mengganggu.Namun kemudian mata Arumi perlahan membuka, binar matanya terpancar ketika melihat Ardi ada di sampingnya. "Mas ..." ucapnya lemah, suaranya hampir tak terdengar.Ardi meraih tangannya, terasa dingin."Arumi, maafkan aku," ucap Ardi dengan terbata-bata, dia sedih melihat kondisi istri pertamanya itu."Aku sungguh tidak tahu semua ini, kenapa kamu nggak ngomong kalau kamu sakit? Aku bisa membantu pengobatannya dan kamu nggak harus bekerja keras sendirian," ucap Ardi sedikit menyesalkan akan diamnya Arumi selama ini.Arumi hanya tersenyum tipis menjawabnya, dia menggeleng dan balas menggengam tangan Ardi meski terasa lemah. "Aku menyesal menuduhmu selama ini!" tut
Read more

49.

"Mama!" Dinda melepas genggaman tangan Ardi dan berhambur ke arah ranjang Arumi. Baru beberapa hari saja, ia tidak bertemu dengan sang mama, rasa rindunya sudah membuncah. Arumi yang masih lemah, dengan selang- selang infus masih terpasang di tubuhnya mencoba bangun untuk menyambut putrinya itu. Tak bisa dipungkiri, ia juga sangat merindukan Dinda."Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Air matanya meleleh saat tangannya berhasil merengkuh bocah perempuan yang masih memakai seragam SD tersebut."Bagaimana keadaan Mama? Apa perut Mama masih sakit? Biar Dinda obati!" ucap bocah polos itu. Selama ini, yang selalu ia lakukan saat sang mama berguling kesakitan menahan rasa nyeri di perutnya, adalah mengelus- elusnya. Kali ini Dinda pun melakukan hal yang sama, membuat Arumi tersenyum geli."Mama udah ga sakit kok, Sayang," ucap Arumi sembari membelai rambut gadis kecil yang dikuncir dua itu. Semua rasa sakitnya seolah musnah begitu melihat putri kesayangannya itu."Kalau begitu, kapan Mam
Read more

50.

Deru suara mobil berhenti di pekarangan rumah Bu Hilda. Beberapa saat kemudian Ardi terlihat turun dari mobil dengan menenteng beberapa kantong plastik dan tas belanja.Bu Hilda, Santi, dan Aurel tersenyum melihat tentengan di tangan Ardi. Sepertinya lelaki itu habis dapat bonus dari kantor sampai belanja sebanyak itu."Wah, kamu habis belanja, Mas?" Aurel mencium takzim telapak tangan suaminya, kemudian bergelayut manja di lengannya."Ya, aku tadi abis dari supermarket, aku juga mampir ke restorant biasa, untuk membeli makanan," sahut Ardi seraya mengangkat kantong plastik yang ditentengnya.Senyum Aurel semakin lebar, melihat logo restorant favoritnya di kantong plastik yang ditunjukkan suaminya itu."Wah, Mas Ardi memang suami idaman. Padahal aku ga minta dibeliin makanan, tapi Mas Ardi sudah pengertian." Aurel hendak meraih kantong plastik dan tas belanja di tangan suaminya itu, tapi belum sempat tangannya menyentuh kantong plastik dan tas belanja itu, Ardi sudah menjauhkannya dar
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status