Home / Romansa / Suami Kontrak Pura-Pura Miskin / Chapter 61 - Chapter 70

All Chapters of Suami Kontrak Pura-Pura Miskin: Chapter 61 - Chapter 70

184 Chapters

Bab 61

Nadin salat Zuhur dengan perasaan yang entah ... Tertekan, hancur dan berbagai kesedihan tumpah ruah. Gadis itu menumpahkan semua perasaan galaunya kepada Allah. Salat yang biasanya cukup dilakukan paling lama tujuh menit, tetapi kali ini Nadin terpekur dan berzikir hampir satu jam lamanya. Setelah puas berkeluh kesah, Nadin tertidur dengan mukena masih terpasang di tubuhnya. Setalah azan ashar berkumandang, Nadin terbangun, dia langsung mandi dan menunaikan empat rakaat, selanjutnya dia siap-siap pergi kerja ke cafe. Nadin sengaja menutupi kesedihannya dia bahkan memakai bedak untuk menutupi sembab di matanya. Sepanjang kerja, dia berusaha untuk fokus dalam bekerja, entah kenapa tubuhnya juga mudah kecapekan. Hal itu juga menjadi perhatian oleh Firman, lelaki itu secara diam-diam memang selaku memperhatikan Nadin, sehingga perubahan Nadin sedikit saja akan terasa oleh lelaki itu. "Nadin, apa kau sakit? Wajahmu tampak pucat," ujar Firman. "Eh, anu ... Bang. Cuma kecapean saja kaya
last updateLast Updated : 2023-06-13
Read more

Bab 62

Setelah pulang kampung selama seminggu, Shintia rupanya balik lagi ke kota provinsi, gadis itu tidak betah tinggal di kampungnya, karena lowongan kerja di sana juga sulit. Semua barang-barang Shintia sudah dibawa pulang kampung, karena kost-an nya juga sudah habis masa sewanya karena dia langsung menyewa satu tahun, mau mengambil bulanan dia juga masih ragu. Akhirnya untuk sementara dia tinggal di rumah kontrakan Nadin. "Sudah sebulan aku dapat gelar sarjana, selama sebulan ini juga aku jadi pengangguran. Cari kerja kok sudah banget ya, Beib," keluh Shintia. Saat itu mereka selesai sarapan pagi, dan tengah bersantai sambil rebahan di kasur, sementara keduanya belum mandi, Nadin sendiri juga lebih santai karena di masuk kerja jam setengah sebelas siang nanti. "Sabar dong, Shin. Usaha aja terus masukin lamaran ke mana-mana, siapa tahu ada yang nyantol salah satunya," ujar Nadin. "Coba wisuda kita kemarin lebih cepat, jadi kita bisa ikut tes CPNS, siapa tahu lulus, kan?" "Bukan rez
last updateLast Updated : 2023-06-13
Read more

Bab 63

"Lihat ini, kamu kenal, gak?" Shintia memperlihatkan beberapa foto yang terpampang sekaligus di layar ponselnya. "Mas Zaki?" Nadia cukup terkejut melihat foto tersebut. "Kenal kan kamu?" "Mirip saja mungkin?" "Mirip palak lu, ini memang dia, itu lihat ... Dekat telinga kirinya ada tahi lalat, ingat banget aku kalau lelaki itu ada tahi lalat di sana." Shintia tampak emosi melihat foto lelaki itu. Nadin hanya terpaku menatap postingan di I*******m dengan caption 'Holiday with Family' Di foto terlihat Zaki sedang berjalan dengan seorang wanita berambut panjang dengan model ikal yang digerai, wanita itu memakai kemeja putih ketat dan celana jeans mini, sedangkan Zaki memakai jaket kulit dan jeans biru. Lelaki itu menggendong bayi perempuan yang lucu dengan umur kira-kira satu tahun. Perempuan bernama Dewi Kasandra itu tersenyum ceria sambil menggandeng tangan Zaki, sedangkan lelaki di sebelahnya memperlihatkan wajah cool tanpa senyuman, namun justru itu yang membuat ketampanannya s
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more

Bab 64

"Zaki! Maaf ya, aku nyusul ke sini, ini Kiara sudah gak sabar mau ketemu denganmu." "Papa Tati ...Papa ... Pa ...." "Uh, ini anak kamu, Dewi? Uluh ... Uluh ... Lucu banget? Umurnya berapa, Wi?" Nuraini tampak antusias melihat seorang bayi montok dan lucu yang tengah berjalan setengah berlari sempoyongan seperti mau jatuh saja. Tanpa bisa ditahan, wanita paruh baya itu langsung meraih bayi perempuan itu alam gendongannya. "Umurnya baru berjalan setahun delapan bulan Tante, baru belajar ngomong, kata yang pertama kali keluar itu malah kata 'Papa' di tambah kata 'Tati' artinya Zaki, bisa ngomong Mama itu baru kemarin, kalau kata Papa padahal sudah sebulan yang lalu," ujar Dewi antusias menceritakan kepintaran putri semata wayangnya. "Uh, pintarnya. Siapa namanya, Cantik?" sapa Nuraini dengan gemas pada bayi pipi tembam itu. "Namaku Kiara, Oma. Salam kenal, Oma." ujar Dewi membahasakan sebagai putri kecilnya itu. "Ya, sudah. Kita ke bawah, Yuk. Nanti Bisa Inah Oma suruh nyediain cem
last updateLast Updated : 2023-06-14
Read more

Bab 65

"NADIN!" Firman yang berada persis di belakang Nadin langsung menopang tubuh Nadin yang telah lunglai tak sadarkan diri, lelaki itu sangat panik melihat kenyataannya itu. Dengan serta Merta firman langsung membopong tubuh Nadin yang tampak begitu ringan baginya, Nadin memang telah banyak kehilangan berat badan, selama dua bulan ini, selain nafsu makannya yang menghilang, tak dipungkiri kalau dia terlalu banyak pikiran. "Nadin kenapa, Bang?" tanya Rian, asisten Nadin dengan panik. "Nadin pingsan, aku mau bawa ke rumah sakit. Kau sama Hadi, teruskan kerjaannya, ya." "Iya, Bang. Aku bukain mobilnya dulu, kuncinya di mana, Di?" "Di atas loker, kabari kami kalau nanti ada apa-apa ya, Bang. Aku teruskan masakan ini, tanggung." Firman dan Rian bergegas keluar dari cafe. Karena dapur mereka berada di lantai dua, maka mereka harus menuruni tangga untuk sampai di parkiran, sehingga di lantai satu dia bertemu dengan beberapa karyawan. "Nadin kenapa, Bang?" tanya Rani panik. "Dia pingsan.
last updateLast Updated : 2023-06-15
Read more

Bab 66

"Dia sudah menalakku sebulan yang lalu, baru tadi pagi aku menerima akta cerai secara resmi," jawab Nadin dengan suara yang masih terasa pilu. "Nadin, wanita yang hamil itu tidak boleh diceraikan! Mana nomor suamimu, biar Abang telepon dia. Seenaknya dia menceraikan kau, emang apa salah kau sampai dia ceraikan? Gak tahu diri banget lelaki itu, dasar bajingan!" Firman tak bisa menahan emosi untuk tidak mengumpati lelaki yang pernah menjadi suami Nadin itu. "Untuk apa lagi menghubungi lelaki itu? Dia menceraikan aku sebelum aku tahu jika aku hamil, akta cerai juga sudah ditangan, perceraian kami sah secara hukum." "Jika lelaki itu tak mau tanggung jawab, biar Abang saja yang bertanggung jawab, Nadin. Abang yang akan mengurusmu dan anak dalam kandunganmu itu, Abang serius, Nadin." Speechless, Nadin menatap lelaki di hadapannya dengan menelisik, raut wajah serius masih terpasang di wajah lelaki itu. "Abang serius, biarkan Abang yang mengurusmu, biarkan Abang yang menjadi ayah bayi dal
last updateLast Updated : 2023-06-15
Read more

Bab 67

Keesokan harinya Shintia pulang pagi-pagi sekali karena akan menghadiri tes wawancara. Hari masih gelap gadis itu sudah meluncur mengendarai motornya. Shintia berjanji setelah wawancara dia akan datang lagi menemani Nadin di rumah sakit. Jam tujuh pagi, Firman datang menemui Nadin, di tangannya terdapat termos bekal dan tangan kirinya membawa buah-buahan."Bagaiman keadaanmu, Nadin?""Sudah baikan, Bang. Pagi sekali Abang datang?""Sengaja, sekalian membawakan sarapan. Kau belum sarapan, kan?" "Belum.""Ini, Abang bawakan bubur, aku memasaknya sendiri, bubur daging dengan taburan bawang goreng. Kau tidak mual lagi, kan?""Alhamdulilah, gak mual lagi.""Makanlah, kau harus makan banyak, ada dua nyawa yang harus kau beri makan, nyawamu dan anakmu."Nadin menerima termos bekal yang sudah terbuka, kepulan asap masih ada di sana menandakan buburnya masih panas, aromanya sangat lezat, tidak membuat Nadin mual karena aromanya terasa ringan. Di atasnya terdapat toping yang menggugah selera,
last updateLast Updated : 2023-06-15
Read more

Bab 68

Shintia sudah melakukan penyelesaian admistrasi, dia melakukan pembayaran dengan menggesek kartu ATM di kasir rumah sakit. "Ayo, kita boleh pulang hari ini, jam dua batas check out nya." "Berapa kena pembayarannya?" "Kena dua juta tiga ratus," jawab Shintia. "Dua juta tiga ratus semalam? Mahal banget." "Namanya juga dirawat di kamar VIP, ya mahal lah." "Memangnya isi ATM nya cukup?" "Cukup, kok. Kau kuat nggak kita pulang naik motor?" "Kuat, biar aku yang bawa motormu, kau pergilah naik ojol ke cafe untuk mengambil motorku." "Kau yakin sudah kuat?" "Sudah, aku bukannya sakit parah. Aku hanya hamil saja, aku yakin aku kuat, bayiku juga kuat." "Kalau gitu kau hati-hati, ya? Kau beneran sudah resign dari cafe itu?" "Sudah, aku akan istirahat dulu di rumah beberapa hari." Nadin dan Shintia berpisah di parkiran setelah ojol yang dipesan Shintia tiba. Setelah sampai rumah, Nadin langsung masuk kamar dan istirahat, kepalanya masih terasa pusing. ***** Sementara itu, Zaki baru
last updateLast Updated : 2023-06-15
Read more

Bab 69

Willi segera menelpon Zaki saat dia melihat majikan perempuannya itu sudah masuk ke tempat keberangkatan penumpang penerbangan internasional. Hingga tubuh wanita itu tidak terlihat. "Apa Mama sudah berangkat?" "Sudah, Mas," jawab Willi. "Sudah kau pastikan? Akan berapa lama dia di Paris?" "Dia tidak bilang berapa lama, dia bilang sampai dia bosan." Terdengar helaan napas di seberang sana, mungkin tuan mudanya di sana tengah menghadapi situasi berat, bagaimanapun hubungan Zaki dan ibunya yang sempat marah-marah tidak pernah lepas dari pengawasan lelaki ini. "Ya, sudah. Pantau terus perkembangannya. Nanti Paman hubungi teman Mama untuk memastikan Mama sudah sampai apa belum." "Baik, Mas." Setelah menghubungi Zaki, Willi bergegas pergi dari bandara, siapa sangka, Nuraini tidak benar-benar pergi dengan pesawat ke Paris. Wanita itu justru bersembunyi dan mengawasi Willi, hingga lelaki itu pergi, Nuraini langsung pergi secara diam-diam, dengan wajah memakai masker dan rambut ditutu
last updateLast Updated : 2023-06-16
Read more

Bab 70

Nuraini sudah sampai bandara provinsi selatan, dia mengaktifkan kembali ponselnya dan mengirim pesan kepada detektif swasta yang telah menemukan putri Purnomo.[Ahmad, kau di mana sekarang? Aku sudah di bandara]Pesan langsung centang biru, tandanya langsung dibaca.[Tunggu saja, Bu. Biar saya jemput][Tidak usah, saya naik taksi saja. Kirimkan saja alamatnya][Temui saya di Grand hotel, Bu. Saya tunggu di lobi hotel][Baiklah]Nuraini langsung memesan taksi dan meminta sang supir mengantar ke Grand hotel. Sampai Grand hotel, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Wanita itu langsung menuju Grand hotel menemui detektif sewaannya itu."Bu Nuraini?" sambut pria muda berumur tiga puluh tahunan lebih berkulit gelap dan rambut gondrong yang dibiarkan terurai itu."Ahmad, penampilanmu jauh berbeda dari terakhir kita ketemu," ujar Nuraini menelisik pemuda di depannya."Kita bertemu sudah setahun setengah yang lalu, Bu. Ingat janji saya dulu? Saya tidak akan memotong rambut saya sampai saya
last updateLast Updated : 2023-06-16
Read more
PREV
1
...
56789
...
19
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status