Nuraini sudah sampai bandara provinsi selatan, dia mengaktifkan kembali ponselnya dan mengirim pesan kepada detektif swasta yang telah menemukan putri Purnomo.[Ahmad, kau di mana sekarang? Aku sudah di bandara]Pesan langsung centang biru, tandanya langsung dibaca.[Tunggu saja, Bu. Biar saya jemput][Tidak usah, saya naik taksi saja. Kirimkan saja alamatnya][Temui saya di Grand hotel, Bu. Saya tunggu di lobi hotel][Baiklah]Nuraini langsung memesan taksi dan meminta sang supir mengantar ke Grand hotel. Sampai Grand hotel, waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Wanita itu langsung menuju Grand hotel menemui detektif sewaannya itu."Bu Nuraini?" sambut pria muda berumur tiga puluh tahunan lebih berkulit gelap dan rambut gondrong yang dibiarkan terurai itu."Ahmad, penampilanmu jauh berbeda dari terakhir kita ketemu," ujar Nuraini menelisik pemuda di depannya."Kita bertemu sudah setahun setengah yang lalu, Bu. Ingat janji saya dulu? Saya tidak akan memotong rambut saya sampai saya
Nadin akhirnya terpaksa membawa wanita paruh baya itu ke rumah kontrakannya, setelah sampai rumah, gadis itu segera memanggil Bu Saniah, tetangganya yang berprofesi sebagai tukang urut untuk mengurut si ibu yang dibawanya itu.Ketika Bu Saniah mengurut wanita itu, Nuraini tidak merespon apapun, padahal jika orang terkilir seperti ini, pasti orang menjerit kesakitan. Hal ini membuat Bu Saniah keheranan, lagipula si ibu juga bergeming dengan tatapan mata kosong, seperti memiliki dunianya sendiri."Mbak Nadin, ibu ini siapa, Mbak?" Akhirnya Bu Saniah tidak tahan untuk tidak bertanya.Hanya sendiri bingung mau menjelaskan seperti apa, tapi dia juga harus melindungi ibu ini agar tidak menjadi gunjingan warga sini."Oh, ini ibu saya baru datang dari kampung, Bu.""Oh, ibunya mbak Nadin? Tapi, maaf Mbak, ibu mbak ini kenapa? Seperti hilang kesadaran, seperti orang depresi, mbak."Nadin menghela napas, dia juga sebenarnya bingung ibu ini kenapa? Tetapi sudahlah, dia harus bikin-bikin cerita y
Pagi itu Nuraini terbangun kesiangan, Nadin memang sengaja tidak membangunkan wanita itu karena belum tahu identitasnya sama sekali, bisa jadi wanita itu non muslim jadi tidak melaksanakan salat subuh. Nuraini terbangun karena suara yang begitu riuh di luar kamarnya. Pasalnya, setelah Nadin curhat dengan Bu Saniah, kabar perceraian Nadin langsung viral seantero kompleks. Sehingga Karina pagi itu bertandang ke rumah Nadin untuk konfirmasi, sebagai tetangga yang paling dekat tempat tinggalnya dengan Nadin, dia merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Nadin. Melihat Karina datang ke rumah Nadin, Bu RT dan Bu Deborah juga ikutan datang ke rumah Nadin."Yang sabar ya, mbak Nadin. Walaupun pernikahannya cuma seumur jagung, tetapi mbak Nadin harus cepat move on," ujar Bu RT."Aku loh kaget, waktu Bu Saniah tadi waktu belanja sayur cerita katanya mbak Nadin sudah dicerai sama mas Zaki, mana mbak Nadin lagi hamil lagi," sambar Bu Deborah."Iya, ibu-ibu. Posisi saya sekarang ini sangat lem
"Di mana rumah ibu? Biar saya antar ibu pulang, Ibu tidak keberatan kan, jika saya antar pulang naik motor?" tanya Nadin dengan hati-hati.Nuraini menjadi begitu sedih, rupanya gadis ini tidak menghendaki dirinya ada di sini. Benarkah gadis itu tengah mengusirnya secara halus? Padahal dia sangat berharap dia selalu dekat dengan gadis ini. Entah magnet seperti apa yang menariknya begitu kuat, sehingga dia tiba-tiba ingin selalu dekat dengan gadis ini, seperti seorang ibu yang merindukan putri kandungnya.Tiba-tiba tak terasa air mata sudah bergulir di pipi tirus wanita itu, melihat itu Nadin menjadi panik, kenapa ibu ini menangis? Apakah ada kata-katanya yang salah? Ataukah ibu ini memang tengah dirundung masalah? "Bu Aini, kenapa ibu menangis? Apa ada kata-kata saya yang menyakiti hati ibu tanpa saya sengaja?" tanya Nadin dengan cemas.."Ibu sedih, Nadin. Hiks ... Hiks ... Hiks.""Sedih kenapa, Bu? Ibu kenapa?""Tidak ada yang menginginkan kehadiran Ibu. Di sana ibu diusir, di sini i
Pagi itu Nadin mendapat telpon dari Firman, lelaki itu jelas kecewa, karena ketika dia mengunjunginya di rumah sakit, kata perawat di sana Nadin sudah check out dari kemarin siang. Padahal lelaki itu berniat untuk menjemput Nadin dan menyelesaikan semua administrasinya. Kemarin siang Firman tidak bisa datang karena mengerjakan pesanan khusus sebuah instansi pemerintah yang menggelar sebuah acara."Aeh, kenapa kau keluar rumah sakit tak ngabar-ngabarin Abang?""Maaf, Bang. Aku lupa. Seharian sampai malam hanya berisitirahat, baru pagi ini aku bangun."Firman hanya mendesah, dia mencoba memaklumi karena Nadin tengah hamil, katanya wanita hamil itu mood dan kelakuannya tidak bisa diprediksi."Ya, sudah. Abang ke rumah kau, ya? Abang sudah membuatkan kau bubur ini. Di mana alamat kau, Nadin?"Nadin kebingungan, dia baru kemarin resmi bercerai, sekarang sudah akan mengundang lelaki lain datang ke rumah, dia sungguh tidak enak pada Bu Aini. Tapi mau nolak juga tidak enak pada mantan bosnya
Tidak terasa sudah tiga hari Nuraini tinggal bersama Nadin, wanita itu sangat bahagia. Selama tiga hari Nadin tidak pergi ke manapun, selain ke pasar membeli kebutuhan pokok dan membeli beberapa helai baju daster untuk ibu angkatnya. Nuraini juga ikut belanja bersama, kebersamaan mereka menciptakan rasa bahagia yang belum pernah dirasakan oleh keduanya. Nadin mendapatkan uang pesangon dari Firman tiga kali lipat dari gajinya, jadi dia bisa membelanjakan uangnya sebagian dan sebagiannya untuk disimpan untuk persiapan yang akan datang jika dalam waktu itu dia belum mendapatkan pekerjaan.Sementara itu, Zaki dan Fahmi sudah pulang dari luar kota, dia masih juga belum mendapatkan penawaran dan lokasi yang cocok untuk pembangunan resort selanjutnya, selain harga tanahnya yang demikian tinggi, akses ke lokasi juga sulit dijangkau. Fahmi mengusulkan untuk mempertimbangkan dan mengembangkan wisata di daerah lain. Fahmi-pun tidak tinggal diam, dia langsung melakukan perjalanan ke daerah sumate
"Jadi, ini semua alasan kamu meninggalkan aku, Wi?" Suara menggelegar itu mengejutkan ketiga wanita yang tengah asyik berbincang itu.Ketiga wanita itu terbelalak melihat orang yang tengah mereka bicarakan tiba-tiba sudah berdiri di dekat mereka, saking asyiknya mereka berbincang sampai tidak menyadari keberadaan Zaki, lagi pula Zaki bersembunyi di dekat pilar demi mencuri dengar pembicaraan mereka."Zaki?" Dewi orang yang paling terkejut dan shock melihat keberadaan pria incerannya itu. "Apa, Wi? Kamu mau beralasan apa lagi? Apa kamu dipaksa orang tuamu menikah lagi? Jadi ... Kamu meninggalkan aku karena aku bangkrut? Aku miskin? Dan kamu akan kembali lagi padaku setelah aku kaya, begitu?" Nada suara Zaki Memang pelan, tetapi tekanannya mampu melumpuhkan orang.Dewi merinding ketakutan mendengar semua itu. Dia bagaikan maling yang tertangkap basah dan siap di massa. Kenapa dia begitu bodoh mengatakan semua itu di tempat umum? Harusnya dia lebih hati-hati, karena kejadian seperti ini
Setelah mendengar perkataan Karina, Adam menjadi gelisah tidak karuan, lelaki itu berjalan mondar-mandir di depan rumah nadin, dia jadi pengen cepet-cepet ketemu dengan mantan kekasihnya itu. Ternyata apa yang dia inginkan masih membentang harapan di depan sana. Nadin sekarang sudah menjadi janda? Oh ho ho, ini berita spektakuler yang membuatnya sangat bahagia. Mimpi apa semalam dia sampai pagi ini mendapat berita yang sangat baik ini? Berita ini sangat membahagiakan bagi Adam dibanding apapun saat ini, mungkin ketika mendengar kabar Chika hamil saja, Adam tidak akan lebih bahagia dari ini. Sudah hampir satu jam Adam menunggu di teras rumah Nadin, tetapi kenapa gadis itu belum pulang juga? Beli sarapannya di mana sebenarnya dia? Kok sudah selama ini belum balik juga? Apa dia makan ditempatnya? Adam menatap jam tangannya berulang kali. Dia tidak mungkin menunggu lebih lama di sini, tidak mungkin dia datang ke kantor terlambat di hari keduanya bekerja. Bertemu Nadin bisa kapan-kapan, n
Extra part 2Pagi yang sama, kenapa kebahagiaan rasanya menguap dalam kehidupannya. Paska cerai dengan Chika, dalam waktu dua bulan Adam langsung dijodohkan oleh ibunya dengan wanita dari kampungnya, dulu perempuan itu adalah murid ibunya yang sangat pintar dan cantik. Tetapi pernikahan itu bagai kutukan bagi Adam, dia sama sekali tidak merasa bahagia. Ayuni, istrinya memang sangat cantik, dia juga berprofesi seorang bidan, sudah pegawai negeri pula. Bertugas di rumah sakit di kota yang sama dengan Adam sekarang, hanya saja kehidupan Adam terasa begitu hambar. Ayuni tidak bisa masak seenak masakan Nadin, wanita itu juga perhitungan dengan uangnya, setiap gaji Adam diperhitungkan dengan seksama tanpa mau uangnya dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Ayuni beranggapan, uang istri hanya untuk untuk istri, sedangkan yang suami sepenuhnya uang istri. Ayuni beralasan jika penghasilannya habis dipakai untuk kebutuhan ibu dan adik-adiknya di kampung, hal itu sebenarnya tidak dimasalahkan ole
Extra partKeesokan harinya Nuraini, Andini, Arif beserta Bik Sumi dan Mang Karta mengantar Fahmi belanja untuk hantaran dan seserahan untuk melamar Nabila.Sedang Nadin dan Zaki dilarang ikut, mereka menghabiskan waktu dengan putri kecil mereka, tak menyia-nyiakan waktu yang telah hilang selama ini.Para orang tua itu begitu semangat mengantar Fahmi belanja, pasalnya bagi mereka berlima, momen menyiapkan pernikahan putra mereka tidak akan terjadi lagi. Zaki dan Nadin sudah menikah tanpa sepengetahuan mereka, jadi mereka tidak bisa menyalurkan hasrat mengental putra dan putri mereka ke pelaminan.Nuraini pernah mengusulkan agar Zaki dan Nadin mengadakan resepsi, tetapi tetap ditolak oleh keduanya, pasalnya pernikahan mereka sudah setahun lebih, mereka mengatakan bahwa resepsi itu sudah terasa basi.Sepulang mereka masih tetap heboh, berbagai barang mereka kemas sendiri, terutama bik Sumi yang memang punya keahlian mengemas hantaran, dia juga punya usaha catering serta tenda dan dekora
Bab 181"Apa? Maksud Papa Arif apa? Apa maksudnya ini?!!" Nadin sedikit berteriak mengatakan semua ini."Nadin, Sayang ... Slowly! Tenang, Sayang ... Tenang, nanti Mas ceritakan sama kamu, Sayang. Tetapi syaratnya kamu harus tenang jangan emosi?" ujar Zaki menenangkan."Jangan nanti! Aku minta sekarang juga kamu ceritakan, Mas."Semua orang terdiam, Zaki juga tidak bisa mengatakan apapun, tiba-tiba tenggorokan nya tercekat, seolah-olah ada yang menyumbatnya."Sebaiknya kita masuk ke rumah dulu. Ayo, Sayang ... Kamu pasti lelah. Kita masuk rumah dulu, ya?" ujar Andini dengan lemah lembut sambil mengusap punggung putrinya."Bik Sumi, tolong buatin mereka minuman segar, ya? Mereka pasti lelah diperjalanan.""Baik, Mbak Andin.""Mbak Nura, mari masuk dulu, Mbak ... Fahmi, ayo ... Ayo, Zak, ajak ibu dan istrimu masuk ke rumah dulu," ujar Andini dengan perkataan yang lembut.Nadin hanya bisa mengikuti ibunya yang sudah mengajak masuk ke rumah. Dengan perlahan dia duduk di sofa ruang keluarga
Bab 180"Wow, apakah Bisa Sumi punya bayi? Ya Allah, Alhamdulillah kalau Bi Sumi akhirnya punya anak setelah dua puluh tahun lebih menikah belum diberi buah hati, aku sangat senang!" ujar Nadin dengan wajah sumringah."Nadin!" Biar Sumi langsung memeluk Nadin setelah berlari menyongsongnya. "Bibi! Apa kabar, Bi?" Seru Nadin dengan suasana mengharukan."Baik, Sayang. Bagaimana keadaanmu? Bibi sangat kuatir mendengar kamu ditembak, Nadin. Bibi ingin menjengukmu ke kota provinsi, tetapi Mamang kamu itu, malah darah tingginya kambuh, dia juga terpaksa dirawat, sampai sekarang masih minum obat dari dokter." "Oh ya? Kasihan Mang Karta! Tapi kelihatannya sudah sehat ya, Bi?" Nadin memperhatikan lelaki paruh baya yang tengah menimang-nimang bayi kecil di kedua tangannya."Bibi ... Itu bay____""NADIN! NADIN! NADIIIN!!" Belum juga Nadin menyelesaikan kalimatnya, dari arah pintu namanya dipanggil dengan suara keras menggelar. Seorang wanita berjilbab maroon senada dengan gamisnya berlari ke
Bab 179Jam empat sore mereka baru sampai di gerbang kabupaten, suasana pegunungan yang sejuk dan dingin sudah terasa menusuk kulit, Nadin langsung mengenakan switer-nya agar tidak kedinginan, Nuraini bahkan memakai jaket berbulu agar lebih hangat, sedangkan Zaki yang memang memakai kaos panjang masih bisa menahan hawa dingin, Fahmi mengecilkan AC mobil agar hawa dingin di dalam mobil berkurang, lelaki ini sudah mengenakan jaket Levis dari rumah, jadi tidak begitu merasakan udara sore yang menggigit. "Ini masih lama?" tanya Nuraini dengan nada penasaran. "Masih satu jam lagi sampai ke kampung Nadin," jawab Zaki. "Alamnya sangat indah, sebaiknya kamu pikirin untuk membuat resort di sini, potensinya sangat bagus, Zak," ujar Nuraini lagi. "Kalau itu nanti bicarakan dengan om Arif, aku mau fokus mengembangkan Z-Teknologi saja," jawab Zaki dengan malas-malasan. "Itu tenang saja, Bu. Nanti pembangunan resort-nya memakai jasa Adiguna konstruksi saja, langsung saya ACC nanti," jawab Fahm
Bab 178Berita penangkapan dan penggrebekan tempat judi ilegal dan aplikasi judi online diberitakan secara nasional. Pemiliknya ternyata orang yang sama, Mustofa Kemal. Seorang pria tua berusia enam puluh tujuh tahun. Polisi bergerak cepat setelah Riswan membuat laporan. Bukan main-main, koneksi Riswan ternyata seorang jenderal kepolisian bintang tiga di Humas mabes polri. Jenderal tersebut memiliki hutang Budi yang cukup besar pada Riswan, baru kali ini Riswan meminta tolong padanya, jadi bagaimana mungkin dia tidak melakukannya dengan tuntas. Bahkan antek-antek Mustofa juga ikut ditangkap,. Salah satunya orang kepolisian juga yang menjadi pelindungnya selama ini. Tak lupa juga Respatih dan Farhan ikut juga ditahan. Tidak main-main ancaman hukuman berlapis akan dikenakan, karena mereka juga terlibat human trafficking dan prostitusi.Zaki yang mendengar berita itu dari siaran langsung di layar televisi di kantornya tersenyum lega. Biarlah dia tidak bisa memenjarakan mereka atas kas
Bab 177Situasinya memang tidak terduga. Riswan rupanya gerak cepat untuk membuat pergerakan Mustofa terhenti. Menurut sumber informasi, Mustofa memiliki jaringan mafia yang cukup ganas, bisa membunuh tanpa tersentuh oleh hukum dan Riswan yakin, dalang pembunuhan Rafiq adalah kakak kandungnya sendiri yaitu Mustofa. Dengan persetujuan Nuraini, maka biro travel milik wanita itu juga segera diambil alih oleh Riswan. Semua pegawai bahkan di-rolling, sehingga menejemen berubah besar-besaran, Ahmad segera ditunjuk Riswan untuk menjadi direktur utama, sedangkan Willi di tempatkan di daerah Indonesia timur. Mustofa yang mengetahui hal tersebut sangat marah, dia tidak menyangka jika Nuraini menjual perusahaannya dan pindah ke provinsi selatan bersama putranya. "Bukankah usaha mereka itu berkembang pesat? Kenapa mereka jual," keluh Mustofa. "Menurut informasi yang saya dapatkan, usaha itu dulu sempat bangkrut, dan mereka mendapat suntikan dana yang tidak sedikit untuk bangkit lagi, mer
Bab 176Sudah dua Minggu Riswan dan Ahmad mencari bukti dan cara menjerat Mustofa, tetapi bukti dan saksi tidak bisa dihadirkan. Bahkan Faisal yang sudah dijebloskan ke dalam penjara saja hanya mengakui bahwa dia adalah dalang perampokan rumah Zaki, motifnya iri karena Zaki lebih sukses. Dia tidak satu katapun melibatkan ayahnya dan juga saudara-saudaranya. Zaki yang merasa lelah menghadapi semuanya, hanya menyerahkan semuanya pada pengacaranya dan tim investigasi dari kepolisian yang dipimpin oleh komandan Rusdi. Zaki hanya fokus menemani istrinya yang terguncang, semua diurus oleh Fahmi. Fahmi yang bekerja keras di sini, sementara perkerjaan kantor diurus oleh Riko. Zaki menyerahkan sepenuhnya pada Riko sebagai ketua tim pengembang yang baru, sementara Pak Hadi menempati jabatan general manajer, sedang pak Anwar masih di posisi manajer HRD.Pagi itu Riswan dan Ahmad berkunjung ke rumah Zaki, sudah dua Minggu Riswan tidak bertemu Nuraini, rasanya sangat rindu sekali. Wanita itu jug
Bab 175Hari ini Nadin kembali ke kediaman Zaki, sudah sebulan dia dirawat di rumah sakit dan sekarang sudah dinyatakan sembuh. Nuraini, Shintia dan Nabila ikut menjemputnya, tak lupa Fahmi dan Zaki juga ikut menjemput, sedang Riswan yang masih di luar kota hanya bisa menelponnya saja. "Jadi kapan lelaki itu mau menikahi Mama?" tanya Zaki dengan penasaran, pasalnya ibunya itu sudah bicara dengan begitu mesra di telpon, membuat anak lelakinya itu merasa jengah."Insyaallah nanti, kalau persoalan kita sudah selesai.""Kalau selesainya setahun lagi, dua tahun lagi, atau gak selesai-selesai gimana? Mama dan om Riswan gak bilah-bilah, gitu? Dosa, Ma. Terlalu lama menjalin hubungan gak jelas begitu." Zaki mencebikan bibirnya ke arah ibunya, harusnya sebagai orang tua mereka itu lebih tau mana itu dosa mana itu pahala. "Jadi Mama harus bagaimana?" tanya Nuraini dengan sangsi, dia sebenarnya masih belum yakin menikah dengan lelaki itu.Hingga suatu hari Riswan pernah menanyakan kenapa dia b