Home / Rumah Tangga / AKU BUKAN BUDAKMU, MAS! / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of AKU BUKAN BUDAKMU, MAS!: Chapter 11 - Chapter 20

46 Chapters

sebelas

"Widya!" bentak Mas Anam. Sepertinya lelaki itu tidak suka aku bicara seperti itu."Apa?" sahutku yang sudah tersulut emosi karena teriakannya tadi."Kamu jangan bilang seperti itu, aku gak suka," sahutnya. Tatapan matanya tajam menghujam manik mataku."Lah terus kenapa tadi bisa bareng-bareng gitu sama mantanmu? Kamu pikir aku suka?" bantahku tak kala sengit."Tadi itu kita gak bareng, Widya! Mereka datang setelah aku baru sampai. Mereka juga gak tahu kalau semalam aku gak pulang. Dan soal perkataan Mbak Sri tadi, gak usah kamu masukkan dalam hati," pesannya. Kali ini nada bicaranya sudah mulai turun."Widya!" bentak Mas Anam, mungkin dia tidak suka aku bicara seperti itu."Apa?" sahutku yang sudah tersulut emosi karena teriakannya tadi."Kamu jangan bilang seperti itu, aku gak suka," sahutnya."Lah terus kenapa tadi bisa bareng-bareng gitu sama mantanmu? Kamu pikir aku suka?""Tadi itu kita gak bareng, Widya! Mereka datang setelah aku baru sampai. Mereka juga gak tahu kalau semalam
last updateLast Updated : 2023-02-01
Read more

Dua belas

Suasana kontrakan itu nampak ramai. Jeritan dan teriakan saling bersahutan, ditambah juga dengan riuh suara orang yang sesekali bersorak."Dasar pelakor!""Auh! Lepas!""Wanita sundal! Murahan!""Aaa!""Kurang ajar!""Auh!"Aku dan Mas Anam mencoba masuk dalam kerumunan, akhirnya dengan susah payah kami bisa sampai di depan kerumunan. Terlihat Mbak Sri dan seorang wanita saling jambak dan saling tindih."Astaghfirullah!" pekik kami berdua secara bersamaan."Hentikan!" Seorang lelaki berteriak sambil menerobos kerumunan dari arah berlawanan dengan kami. Lelaki itu segera memeluk wanita yang berduel dengan Mbak Sri. Sedangkan aku dan Mas Anam segera membantu Mbak Sri yang masih terkapar.Tanpa banyak bicara, lelaki itu langsung membopong wanita tadi pergi."Darah, Mas!" pekik Lilis sambil menunjuk kaki kakaknya.Kami serentak menengok arah yang ditunjuk oleh Lilis, dan itu membuat kami semua tersentak. Cairan merah itu mengalir deras dari sela-sela kedua kaki Mbak Sri."Mas, kita bawa M
last updateLast Updated : 2023-02-02
Read more

tiga belas

Seorang wanita datang ke rumah, saat aku baru saja selesai menyapu setelah pulang kerja."Permisi, Mbak. Maaf mengganggu. Apa benar ini rumahnya Mas Anam?" tanyanya ramah padaku."Iya, Bu. Ada perlu apa ya kok mencari suamiku?" Aku menyahut. Namun, ada sesuatu yang membuatku terus memandanginya. Rasanya pernah melihatnya, tapi di mana ya?"Begini, Mbak, aku kesini mau minta tolong. Aku mau minta alamat rumahnya Mbak Sri," ucapnya sopan.Aku tak langsung menjawab, sekali lagi mengamati wajah wanita yang sedang berdiri di hadapanku ini. Setelah cukup keras berpikir akhirnya aku bisa ingat kalau dia adalah wanita yang dulu bertengkar dengan Mbak Sri waktu itu."Gini aja, Bu. Berhubung aku juga akan ke sana, jadi nanti bareng aja. Aku tak mandi dulu. Mari silahkan masuk."Memang tadi rencananya aku akan ke sana, menghampiri Mas Anam, sekaligus menengok Mbak Sri. Bahkan aku juga sudah membeli beberapa buah untuk dibawa ke sana."Wah kebetulan sekali, tapi saya nunggu di sini saja ya, Mbak.
last updateLast Updated : 2023-02-04
Read more

empat belas

"Nam, yakin Widya kamu suruh tinggal," sahut Mbak Sri dengan senyum misterius. Seolah menyadari sesuatu, perlahan Mas Anam melepaskan pegangannya."Widya, yakin kamu mau pulang? Gak ingin lihat ijab kabul sekali lagi, Nih?" imbuh Mbak Sri."Emang siapa yang mau menikah?" tanyaku pada Mas Anam. Lelaki itu tak menjawab, malah membuang muka.Seperti sekian detik kemudian Erna keluar dengan menggunakan pakaian pengantin adat jawa dengan senyum merekah di bibirnya. Wanita itu nampak cantik dengan balutan kebaya warna putih."Aku sudah siap, Mas," ucapnya tersenyum bahagia, wanita itu berjalan menghampiri Mas Anam, setelah itu tanpa canggung dia menggandeng tangan suamiku ini.Untuk sesaat aku hanya bisa terdiam karena masih bingung, otakku berusaha mencerna keadaan yang terjadi saat ini. Wanita itu bilang sudah siap pada Mas Anam, itu berarti suamiku akan menikah lagi, gitu? Dan yang lebih menyakitkan lelaki itu hanya diam tanpa membantah.Aku tak menyangka akan bernasib sama dengan Bu San
last updateLast Updated : 2023-02-06
Read more

lima belas

Kulalui hari-hari seperti biasa, membersihkan rumah dan pergi bekerja. Hingga tak terasa sudah hampir setengah tahun aku hidup sendiri tanpa suami, dan selama itu pula Mas Anam juga tidak memberi kabar. Bohong, kalau aku bilang semua baik-baik saja. Setegar apapun diri ini, tetap saja pernah merasa sedih dan kesepian.Hari Minggu ini aku menyibukkan diri dengan mengemasi barang-barang milik Mas Anam, semua pakaian dan semua barang yang berhubungan dengannya kumasukkan ke dalam kardus dan tas kresek. Aku tidak mau terus berada dalam dilema, segera mungkin akan menyudahi semua ini.Setelah semuanya sudah beres, segera kubawa ke kamar belakang, menaruhnya bersama dengan barang-barang yang sudah tak terpakai lainnya."Akhirnya selesai sudah," ucapku pada diri sendiri setelah meletakan kardus dan kresek dalam kamar tersebut.Lanjut melangkah lagi ke kamar, kali ini sambil membawa sapu dan pengki. Selain bersih-bersih aku juga hendak menata ulang letak beberapa perabot dalam kamar, hal yang
last updateLast Updated : 2023-02-06
Read more

enam belas

"Mbak Widya!" Gadis itu mendekatiku sambil menahan tangis dengan langkah tergesa."Eh! Ada apa ini?!" Jujur aku kaget dengan sikapnya yang tiba-tiba. Langsung terbesit rasa curiga melihat kedatangan kali ini.Lilis semakin mendekat padaku, sementara kekasihnya memilih berhenti di tempatnya berdiri. Sejenak kemudian dia berbalik menuju mobil lalu berlalu pergi.Melihat kekasihnya pergi, Lilis semakin menangis. Gadis itu memejamkan matanya seolah ingin meredam rasa sakit karena ditinggalkan."Mbak ... aku mau minta tolong," ujarnya sambil mendaratkan pantatnya di sebelahku, sesekali dia masih sesenggukan. Tumben, sepertinya dia benar-benar sedang terluka.Aku hanya mengernyitkan dahi mendengar ucapannya. Aneh saja dia yang biasanya menghina dan selalu mengibarkan bendera peperangan, kini minta tolong padaku. Sungguh mencurigakan.Melihat aku yang tak begitu meresponnya, gadis itu pun kembali melanjutkan ucapannya."Mbak, tolong izinkan aku tinggal di sini, barang dua sampai tiga minggu,
last updateLast Updated : 2023-02-07
Read more

tujuh belas

Selama dalam perjalanan pikiran ini banyak melamun. Memikirkan rumah tangga yang hanya seumur jagung. Semua kenangan bersama Mas Anam berkelebat dalam ingatan. Namun, tekat ini sudah bulat, tinggal menunggu restu dari ayah dan ibu, setelah itu aku akan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan.Hari sudah hampir gelap, ketika aku sampai dihalaman rumah orang tuaku. Berkali-kali diri ini menghela napas membuang sesak yang memenuhi dada.Rasanya aku ingin segera mengadu pada ayah tentang perlakuan Mas Anam, agar lelaki itu kena marah karena sudah membuat aku terluka.Belum juga aku sampai di depannya, pintu itu sudah terbuka. Seorang wanita sebayaku keluar dari rumah."Widya!" serunya membahana, membuat gaduh suasana yang tadi sangat tenang."Elok!"Kami saling menghampiri lalu saling berpelukan."Kok gak bilang kalau mau pulang?" tanya yang masih memeluk diri ini."Surprise!" sahutku sambil tersenyum bahagia.Setelah beberapa saat, kami pun mengurai pelukan yang sangat hangat tadi. Namun,
last updateLast Updated : 2023-02-07
Read more

delapan belas

"Mau apa kamu di sini, Mas?!" tanyaku geram. Aku sadar sedang berada di rumah sakit, jadi sebisa mungkin menahan emosi yang tiba-tiba hadir di hatiku saat melihatnya.Ayah dan Mas Anam serentak menoleh mendengar suaraku."Widya!" Kedua lelaki itu bersamaan menyebut namaku.Ayah tersenyum dan langsung berdiri, aku pun melangkah menghampirinya, meraih tangan keriput itu lalu menciumnya dengan takzim.Mas Anam sudah berdiri setelah aku salim dengan Ayah. Nampak kerinduan di sorot matanya ketika aku memandangnya. Namun, siapa peduli? Aku sudah menganggapnya tidak ada."Katakan tujuanmu kesini untuk apa?" tanyaku lagi, karena dia tidak kunjung menjawab. Sengaja aku menatapnya tajam, rasa cinta yang dulu bersemayam di hati, kini sudah sirna berganti rasa benci yang teramat sangat. Benar adanya jika jarak antara cinta dan benci itu hanya sehelai rambut."Aku hanya ingin menengok Ayah dan Ibu, Wid," sahutnya dengan suara pelan sambil menoleh memutus pandanganku."Untuk apa? Mereka bukan lagi
last updateLast Updated : 2023-02-13
Read more

sembilan belas

"Ayah, aku besok mau balik, gak enak sama Baba Ong. Ini saja sudah molor dari perjanjian yang hanya seminggu," ucapku pada Ayah saat kami duduk santai di teras saat pagi hari."Bagaimana kalau kamu tinggal di sini saja, Wid?" tanya Ayah sambil menatap diri ini lembut."Terus rumah yang di kota bagaimana, Yah? Dan ... apa aku akan betah tinggal di sini? Mau kerja apa aku, Yah?" sahutku sambil melempar tanya pada beliau.Pikiran ini melayang jauh ke tempat yang sangat kusukai, rumah yang dulu tempatku tumbuh kembang dengan berlimpah kasih sayang, walaupun hidup serba pas-pasan."Bagaimana kalau rumahnya dikontrakkan saja?" usul Ayah tiba-tiba, dan itu cukup membuatku menoleh sejenak padanya."Jangan, Yah. Bagaimana kalau Ayah dan Ibu yang kembali ikut ke sana?" sahutku sambil tersenyum, berharap Ayah dan Ibu mau ikut."Ayah dan Ibu juga sudah betah di sini, Wid, dan bagaimana dengan Nenekmu?" ujarnya dengan suara lirih."Ya udah, kita jalani saja kehidupan seperti biasanya, Yah. Nanti a
last updateLast Updated : 2023-02-13
Read more

Dua puluh

Seseorang memanggil namaku setelah kami bersiap masuk ke rumah. Kami pun serempak menoleh ke asal suara."Mau apa lagi kamu kesini, Nam?" tanya ibu ketus. "Belum puas kemarin saudaramu itu membuat aku masuk ke rumah sakit?" imbuhnya."Sudah, Bu. Ayo masuk, biar Widya menyelesaikan urusan mereka," ajak Ayah pada Ibu. "Widya bicarakan semuanya dengan Anam. Apapun keputusanmu Ayah dan Ibu pasti mendukungmu." Setelah berucap lelaki yang telah mengukir jiwa ragaku itu pun membawa ibu masuk.Kali ini urusannya harus selesai, aku gak akan menghindar dan terus berhubungan dengannya."Apa yang ingin kamu bicarakan, Mas?" tanyaku sambil melangkah ke samping rumah."Kita bicara di belakang rumah," ucapku setelah itu melanjutkan langkah ke belakang tempat tinggal Ayah dan Ibu ini. Bisa kudengar kalau dia menyusul dari suara langkah kakinya.Aku menghentikan langkah karena ada yang memelukku dari belakang. Napasn
last updateLast Updated : 2023-02-14
Read more
PREV
12345
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status