"Duh, maaf, Mas. Ayu nggak sengaja," ucapku pada Mas Aryo, begitu tahu kalau dia merasa kesal atau marah."Hem...." sahutnya begitu saja, lantas mengabaikanku dan melanjutkan langkahnya.Aku tak peduli. Dia berhak marah dan bersikap seperti ini. Aku tak perlu mengharap sapaan hangat darinya lagi, atau memperhatikanku seperti biasa.Aku bergegas turun meninggalkan area kantor yang semuanya terletak di lantai tiga. Baik ruangan Mas Aryo, Fandi, atau pun ruang rapat. Usai mengganti pakaian dengan seragam, aku berdiri di samping kasir. Kebetulan jam makan siang sudah terlewati saat Mbak super menceramahi aku tadi. Jadi, saat turun dan bertugas sudah agak sepi."Ke mana aja kamu, Yu? Kok nggak balas wa aku sih?" tanya Wina. "Aku kan khawatir.""Lagi ada masalah, Win. Maaf, ya," sahutku."Iya, aku maafin," godanya. "Tapi kayaknya ada yang lagi uring-uringan lho. Tiap hari nanyakin aku, udah ada kabar dari kamu apa belum.""Dih, apaan sih," sahutku cuek. Pastilah yang dia maksudkan itu adal
Baca selengkapnya