Beranda / Romansa / Setelah Bercerai / Bab 111 - Bab 115

Semua Bab Setelah Bercerai : Bab 111 - Bab 115

115 Bab

Bab 111

Sudah matang semua persiapan yang Ardika kumpulkan. Jadi satu di atas meja ruang tengah milik Maha. Ketiga anaknya sedang asik bercengkerama—lebih merecoki Naomi yang hendak membawa peralatan melukisnya. Ardika setujui. Memberi dukungan untuk putri sulungnya serta merta mengembangkan bakat di gunung.“Tapi pemandangan gunung lebih cocok dengan ini teteh.” Suara Armani tak mau kalah dengan Baraja yang terus melengkingkan ketinggiannya. Kepala Ardika menggeleng dengan senyum yang tak pudar sedikit pun.“Kan pepohonan hijau adek.” Naomi tetap kekeuh pada pendiriannya karena—yeah—menurutnya dia lah sang pelukis sejati. Aduh memang ya.“Sentuhan cokelat juga bagus kakak. Kaka kapa nggak tahu? Nih abang kasih lihat ya.” Tablet Baraja sudah memutar sebuah video dengan pemandangan pegunungan-pegunungan berbagai pilihan. “Dari jauh iya biru. Pas dekat itu malah cokelat kayak gini tahu. Jadi kak, warna cokelat pun berguna untuk kakak bawa.”Mulai dari sini terlihat wajah bimbang Naomi. Semula y
Baca selengkapnya

Bab 112

Membutuhkan waktu 3 jam 42 menit dengan jarak tempuh 217 km Jakarta-Garut via tol.Ardika kemudikan mobilnya sendiri di dampingi Baraja dan Naomi serta Armani di kursi belakang. Kedua kakak adik perempuan itu anteng bersama tablet soal edukasi mendaki bagi pemula. Sesekali canda tawa akan terkuar dan berebut channel untuk di play lebih dulu.Hati Ardika tenang melihatnya dan Baraja yang bermain rubrik di sampingnya kentara fokusnya. Anak ini persis dirinya di masa kecil dulu jika boleh Ardika katakan demikian. Pasti tidak akan adil bagi Maharaja kalau mendengar keegoisan hatinya tentang ini. Tapi memang kadang hati tak mau munafik juga enggan di tampik.“Papa … Garut.” Rengek Baraja yang sudah lelah dengan permainannya. Menagih janji yang kemarin Ardika cetuskan. “Oh, iya. Papa lupa.” Ardika tengok lewat spion tengahnya. Kedua putrinya sedang asik jadi tidak perlu di usik. “Kabupaten Garut. Ada tulisan Aksara Sundanya yang papa nggak tahu bacanya gimana. Adalah sebuah Kabupaten di pr
Baca selengkapnya

Bab 113

Tidak ada halangan apa pun untuk sampai ke puncak Gunung Putri. Suasana cukup ramai karena ini weekend. Dan semilir angin malam mulai menyapa. Sepoi-sepoi menerbangkan helaian rambut milik Naomi yang mencuat. Sejauh mata memandang, kerlipan lampu malam kota Garut tersaji dengan indah. Tidak ada suara bising di sini. Sunyi dan senyap namun menenangkan. Suara jangkrik malam menjadi pengiring semesta menunjukkan keunggulannya.Embusan napas Naomi terhela dengan teratur. Seulas senyum terbit dengan jari menyelipkan anak-anak rambut.“Kakak belum bobok?” Adalah Ardika yang menatapi putri sulungnya sejak 15 menit yang lalu. Ada gejolak aneh di dalam hatinya. Desirannya penuh kesakitan dan sesaknya kesakitan. Bergumul jadi satu menyumbat saluran pernapasannya.“Mau ngelukis bentar lagi.”“Malam-malam begini?” Naomi mengangguk. “Nggak bisa besok saja kak?”“Papa lihat deh.” Ardika baru sadar bahwa anaknya yang satu ini tidak suka banyak bicara dan lebih menyukai tindakan. “Aku suka kerlipan l
Baca selengkapnya

Bab 114

Yang semalam tak bisa Ardika berikan jawaban.Pagi ini semuanya berjalan seolah memang tidak pernah terjadi apa-apa. Tidak ada obrolan seputar perasaan Naomi Aksara dengan B.S Negara yang membuat Ardika penasaran setengah mati. Ingin searching pun rasanya belum sempat. Ardika betul-betul melupakan di mana letak ponselnya berada dan fokus menghabiskan waktu bersama ketiga anaknya.Usai sarapan, agenda yang sangat di tunggu oleh Baraja pun terkabulkan. Paralayang yang sudah di incarnya sejak masih dalam perjalanan. Dan selesai dengan itu, mereka akan segera turun untuk Ardika bawa ke rumah orangtua Pulung.Tentu yang bingung tidak hanya para krucil itu saja. Bahkan ibunya Pulung tertegun selama berdetik-detik sebelum memeluk Baraja seraya menghujani dengan ciuman.“Ada milik Pulung di sini. Matanya punya Pulung. Hidungnya punya Pulung. Sisanya dia cetakanmu.”Ardika tersenyum kikuk. Dan di persilakan untuk duduk di ruang tamu sederhananya. Sudah ada suguhan padahal Ardika tidak memberi
Baca selengkapnya

Bab 115

Tiap orang punya rahasia yang tak bisa di ungkapkan secara gamblang. Dan tiap orang juga punya sisi lain yang disebut topeng untuk menutupi wujud keasliannya alih-alih yang terlihat di hari-harinya. Begitu juga dengan Pulung yang paham betul akan makna itu. Bahkan mungkin keberadaan dirinya yang ada di rumah ini selama hampir sepuluh tahun belum mengetahui sampai bagian terdalamnya. Karena memang ada tempat lain yang belum bisa Pulung jamah.Mungkin juga lewat sebuah rahasia yang tak bisa diucapkan lewat kata-kata, ada jiwa-jiwa lelah yang menghadapi sikap kekanak-kanakannya selama masa kehamilan ini. Bukan maunya Pulung, sungguh. Murni bawaan sang jabang bayi yang mengharuskan sikapnya berubah drastis. Mulai keluar dari jalur keaslian siapa dirinya sampai ke akar-akar sikapnya yang paling menyebalkan.Namun di atas itu semua yang paling membuat Pulung terkesan adalah Maharaja Askara yang dua puluh empat jam penuh mau mengurusi dirinya dengan telaten. Penuh kesabaran tanpa mengeluh a
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status