Semua Bab Bidadari di Dalam Rumahku: Bab 31 - Bab 40

109 Bab

Pria Bisu Cabul

Pria tersebut bukan Mas Arfan, yang kami tahu dari pihak petugas kebersihan kemungkinan dia adalah pria bisu cabul yang biasa melakukan pelecehan di sekitar pengadilan."Sepertinya dia pria bisu itu yang suka melakukan pelecehan," kata petugas kebersihan.Kami membawa orang tersebut, namun ternyata dia bisu sehingga tidak bisa diajak komunikasi dengan mudah."Siapa namamu?" tanya petugas."Aku Deni," jawabnya. Dia menulis di kertas yang di sediakan oleh petugas."Kenapa kamu masuk ke toilet perempuan? Apa kamu pria yang diisukan sering melakukan pelecehan?" tanya petugas."Iya, saya pelakunya. Naasnya kali ini aku ketahuan," jawabnya lagi dia tulis dalam kertas."Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatan kamu," kata petugas."Maafkan aku. Aku janji tak akan mengulangi lagi," kata pria bisu itu dalam kertas.Kami memilih jalur hukum, kami tidak mau ada korban selanjutnya. Pria itu marah pada kami. Tapi kami tak peduli, yang salah tetap harus dihukum.Pria itu berusaha berteriak walau
Baca selengkapnya

Singel Parent

Ternyata yang memegang bahuku adalah tangan mama. Aku sampai hampir berteriak."Mama, bikin takut aja," kataku."Ngapain kamu di sini bengong?" tanya mama."Aku tadi lihat orang di dekat pohon sana, Ma," jawabku. "Tapi pas aku lihat lagi udah gak ada, eh malah mama pegang bahuku kan jadi takut," kataku."Belum tidur kamu?" tanya mama."Gak bisa tidur, Ma. Makanya Kinan bikin kopi," jawabku."Kinan, kamu sekarang single parent. Tapi mama yakin kamu kuat dan bisa membesarkan Kiara," kata mama.Aku duduk bersama mama di meja makan. Kami mengobrol sebentar."Jadi single parent memang berat, tapi kamu masih punya mama dan papa yang akan selalu support kamu. Jangan pernah sungkan untuk meminta bantuan sama kami," tutur mama."Iya, Ma. Kinan hanya punya kalian, kalau bukan ke kalian Kinan minta tolong pada siapa lagi," kataku.Aku memeluk mama, aku memang sudah besar. Tapi di saat seperti ini aku juga butuh pelukan dan pundak mama untuk bersandar. Bukan berarti sudah dewasa aku tidak butuh m
Baca selengkapnya

Arfan Tiada, kasus ditutup

Kotak itu berisi fotoku dan Kiara namun sudah dicoret-coret dengan spidop berwarna merah. Bahkan dalam foto tersebut wajah kami dibuat sangat menyeramkan."Siapa yang melakukan ini?" tanyaku.Erina masuk ke ruangan ku, dia terkejut melihat isi kotak yang ada di depanku.Sepulang kerja aku langsung ke kantor polisi. Aku takut jika paket itu ada kaitannya dengan Mas Arfan."Baik, Bu. Kami akan usahakan agar cepat menangkap Pak Arfan," kata polisi.Aku langsung pulang, namun dalam perjalanan aku melihat seorang pria mirip dengan Mas Arfan. Dia tengah menaiki sebuah motor."Apa mungkin dia Mas Arfan?" tanyaku bingung.Aku tak mau terus bengong, aku segera pulang. Sampai di rumah, Kiara memelukku."Mama, tadi aku lihat orang mirip papa berada di sekitar sekolahanku," kata Kiara."Benatkah? Apa yang aku lihat tadi juga sama?" tanyaku."Mama juga melihat orang mirip papa?" tanya Kiara.Aku mengangguk pelan, ku ajak Kiara masuk ke dalam rumah. Situasinya belum aman, aku masih butuh penjaga.*
Baca selengkapnya

Penelfon Misterius

Kami senang bisa pindah rumah. Kami merasa keadaan sudah aman. Jadi aku tidak perlu khawatir lagi.Siang itu hari minggu, Ana menelfonku."Mbak Kinan apa kabar?" tanya Ana."Alhamdulillah baik," jawabku."Mbak, bisakah hari ini kita bertemu?" tanya Ana. "Bagaimana kalau kita bertemu di luar saja?" tanya Ana. "Aku gak enak kalau ke rumah mama Mbak Kinan," kata Ana."Oh ya, nanti jam dua ya," jawabku. "Soalnya ini Kiara masih tidur siang," kataku."Iya, Mbak," kata Ana.Pukul 13.45 aku mengajak Kiara menemui Ana di restoran milik Putra. Bukan karena aku ingin ketemu Putra. Hanya saja itu tempat terdekat dari rumah ibu mertua.Lagi pula, Putra belum tentu ada di restorannya. Dia pasti sedang di toko baju."Maaf ya, Mbak kalian jadi nunggu aku," kata Ana."Oh ya An, kamu masih tinggal sama mama?" tanyaku."Iya, Mbak," jawab Ana. "Tapi aku sih pengen kala tinggal di rumah Mas Arfan saja, mungkin bulan depan aku pindah," kata Ana."Ya ada baiknya memang begitu," kataku. "Oh ya ada apa kamu
Baca selengkapnya

Bodyguard Baru

Aku mendadak takut jika orang itu mau mencelakaiku dan Kiara. Nyatanya dia terus mengikutiku.Aku langsung menelfon Putra, aku meminta bantuannya untuk mencarikan bodyguard sekaligus supir untukku."Kenapa kamu berubah pikiran?" tanya Putra."Penelfon misterius itu ternyata sudah tahu rumah baruku, aku takut dia mau celakai aku dan Kiara, Put," jawabku."Ya sudah, aku akan hubungi temanku," kata Putra.Aku berharap Putra segera menemukan penjaga yang tepat untukku. Sebenarnya aku ingin memberitahu papa, tapi pasti papa panik dan memintaku balik ke rumahnya.Ponselku berdering, panggilan dari Mama."Halo Kinan, apa kabar?" tanya mama."Alhamdulillah baik, Ma," jawabku."Oh ya siapa yang jemput Kiara?" tanya Mama."Putra, Ma," jawabku."Oh ya udah berarti aman. Kamu gak kenapa-kenapa, kan?" tanya Mama. "Soalnya beberapa hari ini mama merasa khawatir dengan kalian," kata mama."Sebenarnya Kinan mendapat telfon misterius, Ma. Penelfon itu tahu rumah baru Kinan," ucapku.Aku harus jujur de
Baca selengkapnya

Ada Apa Dengan Putra?

Sudah satu minggu sejak Ilham kerja denganku. Aku tak pernah bertemu dengan Putra. Kami hanya berkirim pesan saja. Dia juga tak pernah menelfon."Ham, Putra baik-baik aja, kan?" tanyaku."Mbak Kinan kangen ya sama Mas Putra?" tanya Ilham balik."Gak gitu, biasanya dia gak pernah telat ke rumah. Ini udah seminggu gak ke rumah. Udah gitu gak pernah nelfon hanya berkirim pesan saja," jawabku."Bilang aja kangen, Mbak. Setahu aku dia sibuk, Mbak. Dia sedang buka cabang resto baru," kata Ilham."Ya udah kalau emang dia sibuk," kataku.Aku memaklumi jika Putra sibuk dia kan pengusaha dengan banyak usaha yang dia geluti. Bukan seperti aku yang hanya karyawan biasa. Ku lihat Pak Wilii juga jarang masuk ke kantor. Semua urusan sering dilimpahkan pada asistennya dan Mbak Indah."Mbak, Pak Willi gak datang lagi?" tanyaku."Ngapain sih kamu tanya Pak Willi melulu. Dia kan bos jadi suka-suka dia," jawab Mbak Indah."Iya kamu kaya pacarnya Pak Willi aja sih, Nan," tegur Erina.Aku mengirim pesan pa
Baca selengkapnya

Buku Diary Putra

Sampai di rumah aku segera mandi. Ku tutup pintu kamar rapat-rapat agar tak ada yang mengganggu.Ku buka halaman awal, menceritakan waktu dia pertama kali bertemu dan Kiara di taman.Halaman ke dua sampai sepuluh masih seputar hubungan dia dan dan Kiara. Ternyata dia mulai menyukaiku sejak Mas Arfan menuduhku selingkuh dengan Putra.Ku baca sampai halaman terakhir. Air mata ini seketika menetes begitu saja. Bagaimana tidak ternyata Putra mengidap penyakit kanker. Selama ini dia juga sudah menaruh hati padaku namun lebih memilih diam. Apalagi saat proses perceraianku dengan Mas Arfan.Ada hal yang tidak aku kira dari Putra. Dia meminta Ilham untuk menjagaku. Pantas dia mencarikan akh bodyguard. Ternyata Ilham tidak hanya diamanahkan untuk menjagaku saja tapi mendampingiku.Dalam buku itu, tertulis jika Ilham menolak tapi Putra terus mendesaknya karena umurnya tak bertahan lama hingga akhirnya Ilham menyetujui permintaan Putra.Ku simpan buku itu lalu keluar kamar karena sudah waktunya
Baca selengkapnya

Putra Meninggal

Aku sampai di rumah sakit langsung berlari menuju ruangan Putra. Di sana sudah ad Pak Willi dan istrinya."Putra, aku di sini. Kamu harus sembuh," ucapku. Air mataku tak terbendung lagi, Putra sudah kejang-kejang tak karuan.Sesaat dia tak kejang,"Kinan, aku mencintaimu," ucap Putra."Aku juga mencintaimu," ucapku.Dokter mengambil tindakan, Putra sudah tak dapat berbicara lagi. Aku menunggu di sampingnya. Sementara Kiara aku pasrahkan pada Ilham."Kinan, ini sudah sore. Apa tidak sebaiknya kamu minta jemput Ilham?" tanya Pak Willi."Gak, Pak. Biarkan malam ini aku yang jaga Putra. Kalian pulang saja," jawabku.Aku ingin menemani Putra di saat terakhir hidupnya. Dia sudah banyak menolongku selama ini.Sebelum Pak Willi pulang, Mama dan papa menjeguk Putra. Mereka menguatkan Pak Willi agar tetap sabar."Kinan, kalau kamu di sini. Mama akan ke rumah nemenin Kiara," kata mama."Iya, Ma. Kinan titip Kiara ya," kataku.Mama pulang, begitu juga dengan Pak Willi dan istrinya. Aku mengambil w
Baca selengkapnya

Arfan Menampakkan Diri

Kematian Putra membuatku turut sedih sekali. Bahkan berbeda dengan saat Mas Arfan dinyatakan meninggal. Apa mungkin karena aku dulu sudah tak mencintai Mas Arfan? Bisa jadi."Kinan, kamu tak ikut ke acara tahlilan Putra?" tanya mama."Ikut, Ma. Sebentar lagi aku siap-siap," jawabku.Kami berangkat tahlilan ke rumah Putra selama tujuh hari full. Setelah tujuh hari kematian Putra aku berangkat kerja seperti biasa diantar Ilham.Sore itu aku mampir ke resto untuk membeli makana. Aku melihat seseorang mirip Mas Arfan dia berdiri tidak jauh dari mobil seseorang. Aku ingat mobil itu seperti mobil mama mertua.Aku kembali ke mobil, membuat Ilham heran."Kenapa balik, Mbak?" tanya Ilham."Aku melihat orang mirip mantan suamiku," jawabku.Tidak berapa lama aku melihat mama mertua dan Ana ke luar dari restoran mereka mendekati Mas Arfan."Jadi selama ini mereka tahu Mas Arfan masih hidup?" tanyaku."Wah gak bener, Mbak. Mereka membohongi Mbak Kinan," sahut Ilham.Setelah mobil yang dibawa Mas
Baca selengkapnya

Ancaman Untuk Arfan

Ketika aku terbangun, aku berada di rumah. Ternyata Ilham membawaku pulang. Mama dan papa ada di sana.Ya, aku juga melihat Mas Arfan di sana. Dia tengah dimarahi habis-habisan oleh papa."Mau kamu apa? Ganggu Kinan terus," kata papa."Aku hanya ingin Kinan mengizinkan aku menemui Kiara sebulan sekali, Pa," jawab Mas Arfan tertunduk."Kamu mau melanggar perjanjian yang sudag kamu tanda tangani? Apa kamu juga kurang puas telah membohongi semua orang dengan pura-pura mati?" tanya papa penuh emosi.Aku tak melihat Kiara, sepertinya di sedang bersama Ilham di luar."Kamu sudah merusak ketenangan Kinan. Aku gak akan memanfaatkan kamu. Akan aku laporkan kamu ke kantor polisi," ucap papa."Jangan, Pa! Aku mohon jangan!" pinta Mas Arfan sambil berlutut di kaki papa."Kamu kira aku akan percaya padamu lagi?" tanya papa. "Kalau kamu berani mengganggu Kinan, maka aku juga akan mengganggu Ana. Aku bisa buat kamu kehilangan dia dan anak dalam kandungannya," ancam Papa.Aku tahu papa sudah tidak bi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status