Semua Bab Bidadari di Dalam Rumahku: Bab 11 - Bab 20

109 Bab

Naik Jabatan

Kemesraan demi kemesraan mereka tunjukkan di depanku. Sekuat apapun hati ini bertahan pasti akan runtuh juga. Belum nanti jika Ana hamil, Mas Arfan pasti akan memprioritaskan Ana. Lalu bagaimana aku dan Kiara? Haruskah aku diam? Tidak aku manusia punya hati yang tak akan sanggup diam terus."Mama, Kiara sayang mama. Kalaupun papa udah gak sayang mama masih ada Kiara, Ma," kata Kiara."Anak pinter nih, anaknya mama pasti akan sayang mama dong," kataku."Kiara, udah malam. Kamu tidur sama mama Ana ya," kata Ana."Gak mau, Kiara mau sama mama Kinan aja," tolak Kiara."Ana, kalau dia gak mau gak apa-apa. Mendingan kita tidur saja. Lagian dia masih ada Kinan yang urus. Kalau Kinan kan gak bisa ngurus aku," kata Mas Arfan membuatku kesal."Iya, kamu urus aja Mas Arfan. Kan kamu istri kesayangan," sahutku.Mas Arfan menggandeng Ana, tapi Ana terlihat enggan untuk mengikuti Mas Arfan. Dia terus menatapku seakan merasa bersalah. Tapi aku malah memilih tak peduli."Kiara, kita tidur bersama," k
Baca selengkapnya

Sindiran Untuk Ana

Sampai rumah aku ajak Kiara mandi setelah itu gantian aku. Aku merasa kesal dengan kelakuan Mas Arfan yang semakin hari makin keterlaluan. Ana juga gak bisa mengontrol Mas Arfan."Ana, kamu gak bantu bibik masak?" tanyaku."Kata Mas Arfan aku gak boleh ngapa-ngapain, Mbak," Jawab Ana."Wah enak ya jadi kamu di manja sama suami. Kamu kan istri Kesayangan Mas Arfan pantes nurut sama suami," sindirku."Gak gitu, Mbak," ucap Ana."Lalu apa, beda dong sama aku yang hanya istri gak dianggap. Kalaupun aku mau kerja keras kaya apapun gak akan dipeduliin," kataku."Mbak Kinan kok gitu," protes Ana."Kenapa? Gak suka? Emang kenyataannya kan," bantahku."Mas Arfan juga sayang Mbak Kinan kok," sanggah Ana."Mana ada orang sayang tapi dibedakan. Ana...Ana jadi wanita polos amat sih kamu," ucapku. "Pantas sih kalau Mas Arfan suka sama kamu biar mudah dikibulin," kataku lagi."Kinan, kamu bicara apa sih," tegur Mas Arfan yang baru muncul. "Mendingan kamu sana yang bantuin bibik masak," kata Mas Arfa
Baca selengkapnya

Hari Bahagia

Paginya ku buka kembali ponselku. Banyak pesan masuk dari Ana dan Mas Arfan namun aku tak hiraukan itu. Aku memungkinkan Kiara, setelah mandi kami sarapan bersama do restauran hotel.Rencana hari ini aku akan mengajak Kiara ke tempat bermain. Aku ingin Kiara bahagia."Ma, aku senang bisa jalan-jalan sama mama," ucap Kiara."Mama lebih senang lagi," ucapku.Kami chek out dari hotel, setelah itu menuju tempat wahana bermain.Hari ini aku tak mau di ganggu siapapun termasuk Mas Arfan.Kiara senang, dia mulai bermain. Ku dampingi dia, tak ku hiraukan ponselku yang bergetar di dalam tas."Mama, ayo main sini!" ajak Kiara.Aku menemani Kiara main setengah hari, setelah itu kami jamaah di masjid terdekat."Om Putra," panggil Kiara saat kami ke luar dari masjid.Aku kesal bertemu dengan pria itu, namun Kiara justru bahagia sekali."Halo Kiara, sedang apa di sini?" tanya Putra."Ini ha
Baca selengkapnya

Tuduhan Selingkuh

Ana dan Mas Arfan memojokkan aku, padahal aku sama sekali tidak selingkuh. Aku hanya bisa menangis saat Ana menasehatiku."Mbak Kinan tahu kan selingkuh itu dosanya besar. Kasihan Mas Arfan, Mbak," ucapkan Ana.Bahkan Ana mengeluarkan hadist-hadist tentang perzinaan untuk menasehati aku."Ana, percayalah padaku! Aku tidak pernah selingkuh. Kemarin aku bertemu Putra di resto. Kiara yang kenal Putra, Kiara juga yang menawarkan Putra untuk makan siang bersama," tuturku."Kenapa kamu tidak menolak, Mbak. Kan jadinya kaya gini salah faham," kata Ana."Bagaimana aku menolak, aku lihat Kiara bahagia sekali dekat dengan Putra. Bahkan lebih bahagia dari pada saat dengan Mas Arfan. Bagiku kebahagian Kiara nomor satu karena dia telah diabaikan Papanya sendiri," ucapku."Kinan, jangan ngarang cerita kamu! Udah ketahuan selingkuh masih saja mengelak," bantah Mas Arfan. "Mulai sekarang haram bagiku menyentuhmu, aku juga gak akan memberi kamu nafkah karena kamu telah berhianat," sambung Mas Arfan."
Baca selengkapnya

Selalu Di Salahkan

Putra segera di larikan ke rumah sakit. Aku ikut menemani Putra. Biar bagaimanapun aku bertanggung jawab atas kesalahan yang Mas Arfan lakukan."Kinan, ini sudah keterlaluan. Bapak akan laporkan masalah ini ke kantor polisi atas tuduhan pencemaran nama baik dan kekerasan," kata Pak Willi."Apa tidak bisa di selesaikan dengan kekeluargaan, Pak?" tanyaku."Aku gak bisa menolerir perbuatan Arfan. Dia sudah menuduh Putra selingkuh denganmu dan melakukan tindakan kekerasan," jawab Pak Willi.Aku tak bisa berbuat apa-apa, mungkin ini lebih baik agar Mas Arfan jera. Tapi kasihan dengan Kiara karena akan menjadi anak narapidana.***Esoknya Mas Arfan dibawa polisi, Ana menangis begitu juga Kiara. Aku sudah berbicara pada Pak Willi agar kasus ini di selesaikan dengan kekeluargaan tapi Pak Willi menolak."Mbak, katanya Mas Putra anak bos kamu. Tolong dong, Mbak negosiasi dengan Bapaknya," kata Ana."Sudah, Na. Tapi Pak Willi gak mau," kataku."Usaha lagi dong, Mbak," ucap Ana."Usaha bagaimana
Baca selengkapnya

Ana Hamil

Dokter tengah memeriksa Ana di dalam kamar di temani dengan Mas Arfan. Aku dan Kiara hanya menunggu di ruang keluarga.Hari ini aku terpaksa izin karena takut terjadi sesuatu terhadap Ana."Mama Ana kenapa, Ma?" tanya Kiara."Mama belum tahu, sayang," jawabku.Mas Arfan ke luar bersama Dokter, dia kelihatan bahagia sekali."Maaf, Dok. Ana sakit apa ya?" tanyaku."Oh Bu Ana tidak sakit, dia tengah hamil," jawab Dokter.Hamil, itu tandanya rencana Ana untuk meninggalkan Mas Arfan akan gagal. Mana mungkin Mas Arfan mau Ana pergi, apa lagi dia tengah mengandung."Pak Arfan, saya pamit ya. Biarkan Bu Ana istirahat, dia perlu banyak istirahat," kata Dokter.Mas Arfan mengantar Dokter ke depan. Aku dan Kiara masuk ke dalam kamar Ana."Ana, kamu hamil," kataku."Iya, Mbak. Maaf ya, Mbak. Aku gak bisa menepati janjiku. Mas Arfan gak akan mau meninggalkan aku kalau aku hamil," kata Ana."Tidak masalah, mungkin memang kita ditakdirkan untuk jadi madu selamanya," ucapku."Kinan, jangan harap aku
Baca selengkapnya

Mendadak Baik

Aku tak masalah Mas Arfan meminjam mobilku. Hanya saja kenapa aku mesti pindah demi menjaga perasaan Ana.selama ini aku cemburu aja dia gak peduli.Pulang kerja Mas Arfan menjemputku. Teman-temanku mendadak heran dengan sikap Mas Arfan."Tumben di jemput," bisik Erina."Iya mobilnya di rumah, jadi tadi pagi pakai mobilku," ucapku.Ku lihat Mas Arfan sedang berbicara dengan satpam."Mas, ayo pulang!" ajakku. "Udah selesaikan ngobrolnya?" tanyaku."Oh ya udah selesai," jawab Mas Arfan.Kami lalu pulang, Mas Arfan bersikap biasa saja. Aku melihat Liar sudah mandi sore."Kiara, udah cantik," pujiku."Iya anak papa cantik," Mas Arfan ikut memuju Kiara. Kami saling pandang karena gak biasanya Mas Arfan bersikap begitu.Malam itu aku tak melihat Mas Arfan memperlakukan Ana seperti kemarin. Malah dia membiarkan Ana jalan sendiri ke kamar mandi."Kok Ana gak diantar, Mas," ucapku."Gak usahlah, dia bisa sendiri," kata Mas Arfan. "Oh ya gimana kerjaan lancar?" tanya Mas Arfan.Sejak kapan Mas A
Baca selengkapnya

Gantian Sakit Hati

Kami mencari penginapan terdekat. Karena hari sudah sore. Kami tak lupa mencari hotel yang bagus karena tidak setiap hari kami tidur di hotel."Mas, bayar dong," kataku."Kamu aja yang bayar," kata Mas Arfan.Dalam hati aku dongkol tapi mau gimana lagi dari pada berantem lebih baik aku mengalah saja.Sehabis isyak, kami makan direstauran hotel. Mas Arfan memesan banyak makanan untuk kami bertiga."Banyak amat, Mas. Apa akan habis?" tanyaku."Kita makan aja, lagian kapan lagi kita bisa jalan bertiga begini," jawab Mas Arfan.Aku menurut saja karena tak mau ribut di depan Kiara. Selesai makan kami kembali ke kamar dan istirahat. Besok baru kami jalan-jalan.***Kami sampai di tempat kami jalan-jalan, ku lihat Mas Arfan memegangi ponselnya."Mas, ini waktu kita bersama. Aku harap Mas jangan hubungi Ana," kataku."Tapi...ya sudah biar aku matikan saja ponselku," kata Mas Arfan lalu menonaktifkan ponselnya san menyimpannya di tas kecil yang dia bawa.Kami menemani Kiara bermain, setelah it
Baca selengkapnya

Arfan Cemburu

Sehabis salat isyak aku berhias, aku memoles wajahku dengan bedak dan lipstik. Entah mengapa aku ingin tampil maksimal padahal Pak Willi hanya mengajakku makan malam bersama."Kinan, kamu mau ke mana?" tanya Mas Arfan."Oh itu, Pak Willi mengajakku makan malam di rumah Putra," jawabku."Hanya kamu sendiri yang diundang?" tanya Mas Arfan. Dia terlihat tidak suka dengan adanya makan malam ini."Kalau tidak aku sendiri siapa lagi, Mas. Masa iya ngajak kamu," ucapku."Siapa tahu Kiara juga disuruh ikut," kata Mas Arfan."Tidak, mungkin mau bicara masalah pekerjaan jadi hanya aku yang diundang," kataku.Mas Arfan terdiam, aku pamit padanya. Setelah itu aku pamit pada Kiara.***Sampai di rumah Putra, aku melihat mobil Pak Willi sudah parkir di sana. Aku langsung saja memencet bel. Seorang wanita paruh baya membukakan pintu."Sudah di tunggu tuan, Non," kata wanita itu.Aku di bawa ke ruang keluarga. Di sana ada Pak Willi, Bu Kamila istri Pak Willi dan Putra."Selamat malam," sapaku."Malam
Baca selengkapnya

Perhatian Putra

Hari kedua Putra memaksa untuk menjemputku. Aku sudah menolak tapi kata Putra dia tidak menerima menolakan."Bu, ada Pak Putra jemput ibu," kata Bibik saat kami tengah sarapan."Kamu di jemput?" tanya Mas Arfan. "Kenapa Putra harus jemput segala, lalu gimana dengan Kiara?" tanya Mas Arfan."Dia tetap berangkat denganku, sebenarnya aku sudah menolak tapi nyatanya Putra tetap jemput aku," jawabku."Mama, Om Putra ke sini? Asyik bisa bareng Om Putra," sahut Kiara."Kiara jangan dekat sama Putra. Dia itu orang lain," tegur Mas Arfan.Aku dan Kiara berpamitan, Mas Arfan mengantar kami sampai depan."Putra, awas saja kamu macam-macam dengan Kinan," ucap Mas Arfan."Jangan khawatir, Pak Arfan! Saya bukan tipe pebinor," balas Putra.Kami berangkat mengantar Kiara dulu, Kiara terlihat senang bisa bersama Putra. Entah, Putra punya pesona apa sehingga Kiara nempel padanya."Sepertinya kamu sayang dengan anak kecil. Kenapa gak menikah aja?" tanyaku."Belum ada yang cocok, kan gak harus menikah ju
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
11
DMCA.com Protection Status