All Chapters of Disia-siakan Keluarga, Diratukan Ibu Mertua: Chapter 121 - Chapter 130

162 Chapters

Mau Kemana Setelah Ini?

“Mau kemana aku setelah ini?”Fahmi menatap langit-langit kamarnya dengan sorot mata menerawang. Samar-samar terdengar alunan instrumental Prelude in C Major oleh Johann Sebastian Bach, menambah suasana magis di ruangan separuh gelap tersebut.“Aku udah gak kuliah, cuma ngaji, dan gak punya ijazah buat kerja. Aku juga gak bisa ngajar kitab kuning kayak kakak-kakak yang lain. Aku harus gimana?” gumam Fahmi lagi.Semua ini berawal saat dia tidak sengaja berkeliling asrama. Tanpa sengaja, kakinya melangkah menuju pelataran masjid dimana ada beberapa pemuda yang sedang mengobrol di sana. Beberapa diantara mereka sedang membahas masa depannya masing-masing—hal yang mengusik pikiran Fahmi setibanya di rumah.“Aku berencana mau daftar ke UI. Atau Padjadjaran. Terus coba ambil S2 di luar negeri.”“Kenapa gak langsung ke luar negeri aja? Nanggung kalau cuma kayak gitu doang,” sela temannya yang sibuk menandai kitab dengan sticky-note.“Gak nanggung lah namanya. Banyak juga kok yang begitu.”Ta
last updateLast Updated : 2023-04-20
Read more

Mencoba Kabur

Fahmi baru akan memanjat dinding belakang asrama saat mendengar suara dehaman di belakangnya.“Mau kemana?” tanya Azzam penasaran.“Pergi.” Fahmi menyahut ketus.Azzam tetap diam menatapnya. Fahmi berusaha memanjat lagi, namun seketika berteriak saat sesuatu mengiris telapak tangannya.“Shit!”Azzam terus memperhatikannya.“Sial banget!”Dengan ekspresi berang, dia meraih ransel dengan kasar dan berderap menuju gerbang depan. Azzam mengikutinya di belakang—tatapannya tidak lepas meski beberapa santri berhenti untuk menyalaminya.“Mau kemana, Gus?” tanya salah satu santri yang baru kembali dari kantin pesantren.“Pergi,” balasnya kasar. “Males saya tinggal disini.”Keempat santri itu bertatapan. Fahmi terus melangkah menuju gerbang, lalu menggenggam jeruji dan mengguncangnya sambil berteriak-teriak meminta dibukakan gerbang.“Kenapa, Gus....”Ucapan satpam pesantren terhenti saat Azzam mengangkat kedua tangannya. Matanya lalu melirik ke sekitar. Semua santri maupun pekerja kantin dan k
last updateLast Updated : 2023-04-21
Read more

Bertengkar Dengan Fadli dan Orangtua

“Masih banyak kesempatan kalau kamu mau mulai belajar dari sekarang.” “Tapi aku gak bisa, Mas,” bantah Fahmi. “Aku gak paham soal pegon, nahwu, dan kitab-kitab kayak gini.” "Itu karena kamu gak mau berusaha!""Aku udah berusaha, tapi memang dasarnya gak bisa masa harus dipaksa?!" teriak Fahmi."Kamu bukannya gak bisa, tapi gak mau berusaha! Kamu belum memulai tapi sudah bilang gak bisa. Memangnya kamu pikir orang-orang yang hebat dan pintar itu kerjanya ngeluh dan ongkang-ongkang kaki doang?!" tanya Fadli dingin.Fahmi tidak menjawab. Ditusuk-tusuknya buku tulis dengan pulpen hingga berlubang—tingkahnya mirip betul dengan anak kecil yang merajuk karena tidak dituruti keinginannya.Di depan kelas, Fadli melipat lengan dan menatapnya tajam. Kalau menurutkan keinginan, sebetulnya dia juga tidak mau mengajari Fahmi. Pemuda itu keras kepala, nyolot, pemarah, dan tidak pernah mau kalah. Mimpi buruk bagi Fadli saat tahu dirinya harus mengajari Fahmi mulai dari satu tahun lalu."Aku gak bis
last updateLast Updated : 2023-04-22
Read more

Tetaplah Bersama Hana, Umi!

“Sudah, Nduk.”Hana meletakkan gelas teh, lalu merapikan selimut dan menatap Alissa. Di matanya, ibunya terlihat begitu lelah dengan lingkaran hitam di bawah kelopak mata dan kulitnya yang seputih kertas.“Umi sehat-sehat terus ya. Hana masih pengen berbakti sama Umi,” ucapnya pelan.Alissa menatap kepala Hana yang menunduk, satu tangannya terangkat untuk mengusap air mata yang menetes di pipinya. Di dalam hati, dia juga ingin bisa terus menemani dan membimbing putri bungsunya tersebut.“Iya, Nduk.” Alissa terbatuk sejenak. “Kamu doain Umi terus ya. Supaya Umi dan Abah bisa lihat anak-anak kalian tumbuh dewasa.”Hana mengangguk. Tangannya bergetar antara ingin memeluk Alissa atau tidak, namun wanita paruh baya itu lebih cepat dan memeluknya lebih dulu.“Maafin Umi ya, Nduk.”“Maaf karena apa, Mi?” tanya Hana dengan suara teredam.“Karena gak pernah nyari kamu dan ngebiarin kamu dibawa mereka. Sampai hari ini, Umi masih gak bisa lupa sama kejadian itu....”“Udah, Umi,” bisik Hana. “Han
last updateLast Updated : 2023-04-23
Read more

Orangtua Yang Baik Itu Seperti Apa?

“Alin gak bisa, Ma.”Langkah Alissa yang baru kembali dari kamar tertahan demi mendengar obrolan tersebut. Dia ingin pergi, tapi mendengar nada suara Alina yang serak mau tak mau membuatnya tidak bisa bergerak.“Selama ini Mama selalu belain Ardan dan Tiara. Memuji-muji mereka, mengagungkan mereka. Bahkan sampai Mama dan Papa pergi pun tetep begitu. Lantas kenapa ketika Mama butuh uang dalam jumlah besar, Mama nyari Alin? Memangnya mereka gak bisa ngasih?” tanya Alina dengan suara tegar.“Alin sudah kirim uang setiap bulan. Perkara Mama butuh buat apa, maaf. Alin maupun Kak Fauzan gak bisa ngasih. Tahun depan Raka harus kuliah ke Yaman, Raza mau mondok di Tuban, juga Raina yang mau mondok di Rembang. Kami perlu uang dalam jumlah besar buat sekolah mereka.” Alina melanjutkan. “Alin bakalan tetep kirim uang, tapi cuma cukup buat keperluan bulanan Mama sama Papa aja. Kalau untuk keperluan lain, minta Ardan atau Tiara aja. Mereka kan punya uang yang lebih banyak daripada Alin.”Tanpa menun
last updateLast Updated : 2023-04-25
Read more

Tentang Orangtua Alina

“Mbak Alin selalu diam kayak gini kalau lagi sedih?”Alina yang tengah menghafal sambil melamun menoleh. Dilihatnya Hana dan Alissa yang berdiri malu-malu di depan pintu sebelum masuk karena dipersilahkan Fauzan.“Mbak kan memang lagi gak sehat. Jadi males kalau mau ngomong” Alina berkata sambil menunjukkan tangannya yang ditancapi jarum infus.Hana diam. Ditatapnya Alina yang kembali melamun sambil menghafal, sejenak menemukan cerminan dirinya di masa lalu. Di dalam hati, dia ingin berharap kalau ibu dari sepupunya tersebut bisa berubah, tapi sisi hatinya yang lain berkata bahwa hal tersebut mustahil karena ibunya Alina tidak pernah menunjukkan perubahan dan malah makin menjadi-jadi serta terus menyalahkan Alina.“Enak gak punya orangtua yang baik?” tanya Alina mendadak.Bukannya menjawab, Hana malah balik bertanya sambil melirik Shofiyah yang duduk di sisi lain Alina. “Mbak kan punya Bude Shofi. Itu udah cukup kan?”“Mbak juga pengen punya ibu kandung yang baik kayak kamu, Han.” Ali
last updateLast Updated : 2023-04-26
Read more

Diam Seperti Patung

“Alina mana, Mbak?”“Di kamar, Dek. Dia sakit kepala sejak kemarin.”Salwa mengernyitkan dahi. Terbesit di dalam hatinya ingin menjenguk menantu kakak sulungnya tersebut, namun dia malu untuk mengatakannya.“Kalau Dek Salwa mau jenguk boleh. Siapa tahu Alina mau ngomong lagi.”Salwa sekali lagi mengernyit bingung, tapi akhirnya dia mengucapkan terimakasih dan berjalan menuju lantai dua. Sepanjang perjalanan, diingatnya lagi acara kumpul keluarga semalam dan ingat kalau Alina tidak hadir karena harus beristirahat.Telinga Salwa menajam saat tiba di depan kamar berpintu putih. Diketuknya pelan, lalu mendorong pintu yang tidak terkunci dan bertanya, “Saya boleh masuk, Lin?”Alina menoleh, lalu mengangguk. “Silahkan, Bulek.”Salwa melangkah masuk dan duduk di sisi ranjang. Selama satu menit, tidak ada pembicaraan karena Alina lebih banyak menatap ke luar. Dia baru menoleh saat Alina menyentuh tangannya.“Kenapa kamu diam aja disini?” tanya Salwa saat Alina hanya diam.“Selain karena lagi
last updateLast Updated : 2023-04-27
Read more

Cerita Alina

“Kenapa Mamaku bisa jadi kayak gitu? Dan sejak kapan?” Pandangan Alina terlihat kosong saat mengatakan kalimat itu. “Kalau tepatnya, aku gak tahu. Aku bahkan gak ingat kapan beliau bersikap baik sama aku.”Hana menatapnya iba, membuat Alina terkekeh dan melanjutkan, “Jangan lihatin aku kayak gitu.”“Kok Mbak bisa tahan sih? Kalau aku mungkin udah gak sanggup,” komentar Hana tanpa mengindahkan protesnya. “Dulu waktu masih tinggal sama Tante Naira, aku bahkan pernah nyoba bunuh diri beberapa kali karena udah putus asa. Kenapa Mbak Alin bisa kuat begini?”“Siapa bilang aku kuat? Dulu aku juga pernah hampir bunuh diri di depan Kak Fauzan. Aku hampir nyilet tanganku sendiri sampai beliau marah-marah, aku pernah minum soda selama dua minggu dan gak makan nasi sama sekali supaya sakit pelan-pelan dan akhirnya mati. Aku juga pernah ninju kaca supaya kehabisan darah, tapi tetep aja gak terjadi dan malah ditolong Umi Shofi. Jadi, kamu salah kalau bilang begitu. Aku gak sekuat itu,” balas Alina.
last updateLast Updated : 2023-04-28
Read more

Sadar?

“Jadi gitu.” Alissa diam sejenak dan memperhatikan ekspresi Naira. “Kamu mau Tari dan Fahmi nanti kayak Alina juga? Kamu mau dibenci anak-anakmu sendiri dan gak ketemu mereka selama bertahun-tahun?”Naira terdiam—matanya menatap kosong pada pot bunga matahari yang tergantung di atas kepala mereka.“Setidaknya, ada perbedaan besar antara kamu dan ibunya Alina. Kamu masih mau menyadari kesalahan dan berusaha buat berubah meski sulit. Ibunya Alina enggak, Dek. Dia gak menyadari kesalahannya sama sekali dan terus aja nyakitin anaknya. Kamu mau jadi kayak dia yang egois?” tanya Alissa tenang.Naira tidak menjawab, namun otaknya memikirkan semua tingkahnya selama hampir puluhan tahun terakhir. Menyakiti Hana, tidak menganggapnya ada, bahkan menyuruhnya mengerjakan semua tugas rumah tangga dan malah membiarkan kemanjaan kedua anaknya yang lain menjadi-jadi. Juga tidak membela Hana ketika semua orang menyakitinya.“Ibunya sadar kalau tindakannya itu nyakitin anaknya?” tanya Naira untuk pertam
last updateLast Updated : 2023-04-29
Read more

Pilihan Keluarga

“Ciee, yang mau khataman.”Bukannya riang atau bahagia, wajah Vanya malah keruh mendengar ledekan tersebut. Dihempaskannya buku ke meja dan merebahkan kepala.“Kenapa dia?” tanya Hana penasaran.Lidia, Kaina, dan tiga gadis lain yang tidak dikenal Hana mengedikkan bahu. Dimiringkannya kepala dan menatap Vanya, namun gadis itu malah mengamuk dan meninju kepalanya.“Gak usah main tangan!” hardik Hana ketus.Vanya tergeragap, lantas buru-buru meminta maaf dan memperbaiki posisi duduk.“Kenapa sih? Kayak dapat hukuman berat aja,” seloroh Hana lagi.“Dia disuruh kuliah di jurusan hukum setelah lulus nanti. Ngikutin jejak ayahnya yang jadi pengacara.” Kaina bercerita saat Vanya malah diam dan menutup wajahnya dengan ensiklopedia tebal.Hana melirik sahabatnya tersebut dan kembali bertanya, “Terus, apa masalahnya? Bukannya bagus?”“Bagus kamu bilang?! Aku gak mau jadi sekelompok lalat-lalat rakus yang rela menghalalkan segala cara demi kemenangan kliennya. Meski ayahku gak begitu, tapi aku g
last updateLast Updated : 2023-04-30
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
17
DMCA.com Protection Status