All Chapters of Anak Yang Terlahir dari Rahim Wanita Gila: Chapter 1 - Chapter 10

35 Chapters

1. Bertemu Kembali di Rumah Sakit Jiwa

Dua puluh tahun yang lalu, aku pernah menikahi seorang gadis. Dia gadis yang sempurna. Tapi, usia perkawinan kami tidak bertahan lama, hanya tiga tahun, dia memilih pergi dan meninggalkanku sepucuk surat serta sebuah test pack bergaris dua sebagai pengantar perpisahan.Suamiku,Aku bukan istri yang sempurna, aku sangat lelah menerima setiap perlakuan ibumu dan adik maduku sendiri. Sungguh, bukan perihal berbagi cinta dengan orang lain, tapi ini menyangkut harga diriku. Maaf, karena aku pergi dengan membawa benihmu yang tertanam di rahim ini. Aku berjanji akan merawat dan menjaganya dengan baik. Aku akan selalu mengenalkan dengan benar siapa kamu sebenarnya. Walau dia tidak pernah melihatmu.Suamiku.Maafkan keputusan yang gegabah ini. Tapi aku sudah memberi isyarat padamu, betapa aku terluka oleh perbuatan kasar dan hinaan orang-orang di sekitarmu. Tapi kenapa, engkau selalu menutup matamu? Mereka terus menyebutku mandul, sedang aku sudah berbesar hati menerima kehadiran Siska sebag
Read more

2. Kepergian Dina

"Sudah lama dia tidak begini. Saya bahkan memprediksi pasien ini sudah seratus persen sembuh. Tapi kenapa hari ini bisa kambuh lagi, ya?" Sahabatku Rizky yang tak lain adalah Dokter Spesialis Penyakit Jiwa yang menangani Dina berucap padaku.Sejenak suasana hening. Suster yang tadi berbicara padaku sudah menyatakan siapa Dina pada Rizky."Jadi dia istrimu?"Tak ingin menutupi apapun, kuanggukan kepala."Dia pergi dari rumah karena disiksa oleh ibuku serta adik madunya. Istriku sekarang. Puluhan tahun aku hidup dalam penyesalan, kini aku mau menebus semuanya. Aku ingin merawatnya sendiri, Ris. Bisa aku membawa Dina sekarang?""Apa kamu yakin? Bagaimana kalau penyakitnya kambuh lalu dia menyerangmu.""Saya yakin dia tidak akan menyerang. Atau jika memang itu terjadi, saya akan merawatnya di Magelang. Jadi saya bisa rutin mengunjungi.""Yasudah kalau itu menjadi keputusanmu. Sangat disayangkan kalian baru bertemu setelah dua puluh tahun berlalu.""Tidak Ris, walau sudah banyak waktu yan
Read more

3. Aku Merindukanmu, Istriku

Hati sudah tak tenang semenjak tahu ternyata Pak Pram telah menabrak seseorang dengan ciri-ciri seperti yang dimiliki Dina. Bagaimana jika itu benar Dina? Aku harus bagaimana, mengakuinya hingga semua ini kembali sampai ke telinga Siska?Tidak boleh, Siska tidak boleh tahu. Atau jika tidak, dia akan kembali mengganggu ketenangan Dina.[Hallo, Pak Fadly]Suara di sambungan telpon seberang sana membuyarkan daya pikirku.[Eh, iya Pak. Yasudah tidak apa-apa, Pak. Lain kali saja kita susun kembali waktunya.][Sekali lagi, saya sekeluarga minta maaf ya Pak.][Tidak apa-apa, Pak.]Kututup telpon sambil menatap dua wanita di hadapan. Mereka terlihat terperangah."Ada apa, Pa?" tanya Mira dengan mimik mulai berubah tegang."Fandy tadi habis nabrak orang.""Apa? Kok bisa? Aduh, gagal deh ketemuan, padahal udah pengen banget, Pa. Apa kita samperin aja ke rumah sakit?"Mira terlihat kecewa."Ya jangan, Mira. Udah sabar, kita susun lagi deh jadwalnya, ya."Siska seketika membujuk. Tapi tak jua mem
Read more

4. Mengunjungi Panti Asuhan

Dua puluh tahun Mama melayani Papa, tidak pernah ada panggilan tengah malam begini. Papa jangan bohong! Papa kemana tadi malam?"-Istri Kedua-***Dina tertidur sembari memeluk bonekanya. Aku kembali melangkah, pelan kaki ini terangkat ke atas ranjang. Lalu merebahkan diri di samping wanitaku. Ia menggeliat dan berbalik. Wajahnya kini tepat ada di hadapanku. Cantik, meski tak seputih dahulu. Aku bangkit dan mencium keningnya perlahan. Hingga tak kuasa air mata ini kembali berderai. Sudah lama memperhatikannya dari kejauhan, tak terkira penyesalan yang kian menghujam. Aku ingin meminta maaf padamu, Din. Bagaimana caranya agar kau mengerti dan memaafkan diri ini?"Sayang ...," lirihnya sembari mengelus kepala bonekanya. Dia mengigau."Kamu merindui anak kita, Din? Mas akan mencarinya dan membawa kembali dia dalam dekapanmu. Tapi kamu harus janji, harus bisa sembuh agar bisa mengenaliku dan anak kita," lirihku dalam hati.Sambil memegang tangannya, aku mencoba memejamkan mata. Niat ha
Read more

5. Meninggalnya Pendiri Panti Asuhan

"Sepuluh tahun yang lalu, panti itu sempat kebakaran. Dan tidak ada satupun yang bersisa melainkan debu. Kini berita kematian pendiri panti akan menjadi berita terlengkap yang akan membumihanguskan harapan unt bertemu anakku."-dr.Fadly.-***Mataku terperangah."Ini rumahnya, Buk?""Eh iya, Pak. Abah Kasim orangnya memang sederhana. Tidak ada sepeserpun dana yang dihadiahkan oleh pemerintah setempat yang tidak ia gunakan untuk keperluan panti. Alhasil, rumahnya dari dulu sampai ia tua ya segini-gini aja," ucap wanita paruh baya yang sudah berjalan terlebih dahulu itu.Kami berhenti tepat di depan pintu, namun dari dalam seperti terdengar suara tangis diiringi lafal syahadat.Wanita bernama Fatimah itu langsung mengetuk pintu. Dan tak lama, pintu rumah tersebut terbuka."Assalamualaikum.""Waalaikum salam.""Ngopo dengan Abah, Teteh?""Abah sedang sakaratul maut."Ibuk Fatimah berhamburan ke dalam. Dan di sini hatiku hancur. Jika satu-satunya lelaki yang kemungkinan masih mengetahui p
Read more

6. Pengakuan Sabrina

Saya ini terlahir di sebuah panti Pak. Lalu seseorang mengambil saya untuk diasuh, tapi tidak diasuhnya sendiri, melainkan dititip ke ibu yang saya ceritakan itu, Pak."***Siska masuk dengan wajah yang terlihat begitu lelah. Aku segera bangkit untuk menyapanya."Mama sudah pulang?""Iya Pa."Dia menyalami tanganku lalu menarik diri ini ke kamar."Mama mandi dulu ya, Pa. Gerah banget ini."Kuanggukan kepala sambil mencoba bersandar pada kepala ranjang. Kuhidupkan televisi dan memilih acara berita. Entah kenapa rasa penasaran menghujam dada. Tatkala terdengar dering ponsel di dalam tas milik Siska. Kuangkat tubuh untuk kemudian membuka tas itu. Hingga mata berhasil menangkap benda pipih yang kini masih menyala dengan sebuah nama tertera di layarnya.Sabiq.Siapa Sabiq? Kenapa aku tidak pernah mendengar nama itu selama ini?Kucoba mengangkat.[Hallo.]Tak terdengar suara jawaban dari seberang hingga tak lama telpon itu justru ditutup. Karena penasaran, aku coba kembali menelpon ke nom
Read more

7. Istriku Tidak Gila

"Darimana kamu tahu kalau Ibu kandungmu gila?""Ibu Asti yang ngomong begitu, Pak. Benar nggaknya saya nggak pernah dan sudah tidak mau tahu. Sebab saya menganggapnya sudah tiada Pak. Sudah hampir dua puluh tahun, jika dia menganggap saya anaknya, pasti dia sudah mencari saya 'kan Pak. Tapi kenyataannya, siang malam saya menunggu, kadang saya jauh berjalan mencarinya hingga saya lupa jalan pulang ke rumah. Tapi Ibu Asti selalu menemukan saya. Kadang rindu ingin melihat seperti apa wajah ibu dan ayah kandung saya, tapi saya percayakan pada Allah, mungkin memang benar mereka sudah tiada."Dua bola mata Sabrina kembali digenangi cairan. Dan di sini hatiku pun ikut terasa pilu. Seperti itukah perasaan seorang anak yang lahir tanpa tahu siapa ayah dan ibunya? Lalu apakah seperti ini pula yang dirasakan oleh anakku? "Saya tahu kamu kuat. Saya hanya ingin memberitahu satu hal padamu. Bahwa Allah Maha Mengetahui. Apa yang terjadi sama kamu, semua sudah Allah kehendaki. Dan hanya Allah pula
Read more

8. Cemburu

POV SabrinaAku tak bisa percaya ada lelaki sebaik Bapak Fadly di dunia ini. Tak seperti majikanku yang lain, dia begitu perhatian. Bahkan berniat memasukkan dan membiayai biaya kuliahku di sebuah universitas.Selain baik, dia juga tampan. Meski sudah memiliki seorang anak yang kutahu seusiaku. Tapi auranya masih tampak begitu menawan. Dan yang lebih membuatku kagum ketika dia mengenakan jas dokternya. Sungguh dia begitu berwibawa.Hari ini, tidak ada angin tidak ada hujan, Pak Fadly mengajakku ke sebuah mall. Sesekali kulihat ia mencuri pandang menatap wajah ini di kaca depan mobilnya. Ya Rabb, apa mungkin beliau menyukaiku? Yang bahkan lebih layak menjadi anaknya?Tapi jujur, sikap istimewanya, membuat sesuatu bermekaran di dalam dada. Huhft, bolehkah aku menyukainya.Lanjut di mall. Ia mengajakku berbelanja pakaian. Dia terus memperhatikan saat diri ini memilih-milih pakaian mana yang kiranya cocok untuk dikenakan tubuhku.Sesekali mata kami bertemu. Debar aneh itu semakin jelas k
Read more

9. Didatangi Pak Fadly Tengah Malam

"Udah diem, jangan berisik. Ini udah selesai kok."Mbak Mira membiarkanku bangkit lalu dia berjalan ke pinggir ranjang."Ganti bajumu dengan pakaian ini ya.""Baju siapa ini, Mbak?""Pokoknya dipakai aja."Kuulur tangan untuk membuka kantong plastik yang diberikan Mbak Mira. Bau menyengat seketika menguar."Ini baju siapa, Mbak?""Adalah, jika kamu jijik, sebelum pakai baju itu pakai baju lain di dalamnya.""Kok harus segininya Mbak?""Iya, karena saya nggak mau kamu jatuh cinta sama mas Fandy. Eh, salah. Saya nggak mau Mas Fandy ngelirik cewek lain selain saya. Oke paham!"Aku terdiam tanpa kata. Bagaimana caranya menolak, jika kemarin saja dia bersedia aku menumpang di mobilnya. Walau tidak jadi."Yaudah iya, Mbak.""Nah, gitu donk. Baru namanya manusia cerdas. Jika kamu berhasil, nanti kamu bakalan aku kasih hadiah.""Hadiah?""Iya. Nanti semua barang kamu yang udah diambil sama Mama, bakalan aku kembalikan.""Benaran Mbak?""Iya, makanya kamu harus bisa ngambil buku itu tanpa memb
Read more

10. Pengakuan Pak Fadly

"Pak Fadly?"Serasa ada yang berdegup kencang di dada ini, tatkala melihat seseorang yang sedaritadi amat kukhawatirkan ada di depan mata."Bisa ikut saya sebentar," ucapnya dengan suara bergetar.Aku dapat menangkap dua bola mata majikanku itu tampak basah. Sebenarnya, ada apa dengan beliau?Tanpa banyak bicara, kuikuti langkah Pak Fadly hingga sampai di ruang keluarga. Tadinya yang kukira semua sudah terlelap, sebab tak terdengar suara berisik walau sedikit pun. Ternyata empat pasang mata kini seperti tengah menanti kedatanganku."Duduklah di salah satu kursi," ucap Pak Fadly kembali hingga membuat darah ini terasa membeku. Sebenarnya apa yang sudah terjadi, apa aku melakukan kesalahan hingga membuat mereka memanggil di tengah malam begini?"Maaf Pak Fadly, Nyonya Siska, apa saya melakukan sebuah kesalahan hingga diharuskan menghadap semua orang begini di tengah malam?"Nyonya Siska menghela napas, sedang di sisinya Mbak Mira tampak tegang."Kamu nggak melakukan kesalahan apapun Sa
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status