Semua Bab Kapan Kamu Menyentuhku?: Bab 81 - Bab 90

121 Bab

81. Ada yang Panas

"Pak, ayo, dong kita jalan-jalan dulu, nanggung udah main ke mall, masa cuma main di sini doang." Melihat banyak orang berjalan sambil bergandengan tangan dengan pasangan masing-masing Tika jadi iri dan ingin merasakan juga. "Ya udah, kita naik ke sana, tapi janji, ya, lihat-lihat aja.""Iya, Tika janji." Tika tersenyum membuat Andika merasa tenang dan mengabulkan keinginannya untuk jalan-jalan ke lantai atas. Dengan percaya diri Andika menggandeng Tika yang bergelayut manja di pergelangan tangannya. Mereka menaiki eskalator yang membuat Tika tiba-tiba mendapatkan ide. "S-saya saya takut naik tangga berjalan, Pak.""Jangan takut, pegang tangan saya." Andika tersenyum bangga karena berasa menjadi pahlawan di depan kekasihnya. Sontak hal itu menerbitkan senyum kemenangan di wajah Tika. “Kalau gini ‘kan enak, mesra gitu kek orang-orang,” batinnya senang."Jangan lepasin, Pak. Gimana nanti pindah ke lantainya." Lagi-lagi Tika melanjutkan aksi pura-pura saat Dika mulai mengendurkan pe
Baca selengkapnya

82. Jujur pada Bu Fatma

Musim dingin di Canberra terasa menggigit kulit. Salju sedang turun membuat semua orang malas keluar rumah. Meski tubuh dibalut dengan syal atau pakaian tebal dan berlapis, tetap tak bisa mengusir rasa dingin. Jaket tebal hanya sebatas penghangat, tetapi tidak menghilangkan rasa dingin yang menyergap tubuh.Nura keluar dari dapur setelah berjibaku dengan semua pekerjaannya. Usai memasak menu untuk baby Liam, dia menyiapkan sup ayam untuk keluarganya. Nura juga menggoreng risoles frozen yang ia dapatkan dari minimarket Asia sebagai hidangan pelengkap. “Nah sudah matang, silakan dinikmati,” ujar Nura seraya meletakkan piring berisi risoles yang masih panas.Willy dan Bu Fatma tengah bersantai di ruang tamu, langsung menyambut menikmati hidangan yang sudah disiapkan oleh Nura. Secangkir kopi menemani sore yang dingin. "Gini kalau musim dingin, semua serba susah. Nanti kalau kita pulang ke Indonesia, kita jalan-jalan ke Bali dan menikmati matahari sepuasnya, ya?" ucap Willy pada baby Li
Baca selengkapnya

83. Nuri Jatuh Sakit

Di tengah-tengah kepanikannya, Nura mencoba menghubungi Nuri. Namun, berkali-kali dihubungi tidak ada jawaban dari pemilik nomor. Mungkin Nuri sedang sibuk, pikir Nura. Nura menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas, ia akan menghubungi kembali nanti. Sementara ia fokus dengan kondisi sang ibu yang tengah ditangani oleh dokter. Tak henti-hentinya Nura berdoa, semoga ibunya baik-baik saja.Ditemani Willy, Nura duduk sembari memangku putranya yang tertidur di pangkuan. Perasaannya diserang kecemasan yang teramat besar, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika mertuanya sampai kenapa-kenapa."Kamu tenang, ya. Berdoa saja, semoga Mama bisa sehat lagi," ucap Willy mencoba menenangkan Nura yang tak berhenti menatap pintu kamar di mana Bu Fatma tengah ditindaklanjuti.Seketika Nura mengangguk pelan seraya tersenyum, setidaknya ia tidak sendiri melewati masa tegang ini. Selang dua hari, kondisi Fatma sudah lebih baik. Meski ia masih harus dirawat untuk pemulihan, ada beberapa hal yang me
Baca selengkapnya

84. Dika Menjenguk Nuri

"Nuri lagi sakit, dia lagi banyak pikiran dan mungkin kecapekan. Sudah mama suruh untuk periksa, dia tidak mau, bilangnya nanti juga sembuh sendiri." Bu Widya menyambut kedatangan Dika dengan pemberitahuan tentang kondisi Nuri."Sejak kapan sakitnya?" Dika merespon pemberitahuan balik bertanya."Mulai kemarin. Mama sudah lihat keadaannya dan cari tahu dia sakit apa, dia bilang tidak parah, tapi kemarin badannya panas banget. Sudah mama bujuk supaya ke dokter, tapi dia nggak mau."Dika berjalan melewati Bu Widya lalu menghilang dibalik tirai pintu ruang tengah.Beberapa saat kemudian Dika keluar rumah, mengeluarkan lagi motornya. Melihat itu buru-buru Bu Widya menyusul dan bertanya kepada putranya." Mau kemana?"" Ke rumah Nuri. Mau lihat apa dianya baik-baik saja.""Mama ikut. Nggak tenang juga di rumah kalau belum lihat keadaannya hari ini. Lagian kamu juga belum tahu ‘kan alamat Nuri sekarang?"“Tapia pa Nuri nanti nggak marah kalau lihat Dika kesana sama mama?” " Udah ayo, beran
Baca selengkapnya

85. Dika ke Rumah Sakit

Bu Widya menengok ke arah Dika dan Daniel yang sedang berbincang di teras ruangan rumah sakit. Semakin lama Bu Widya semakin gelisah karena mendengar nada bicara Dika yang semakin meninggi, begitu juga dengan Daniel. Mama Dika itu bergegas keluar menegur anaknya. “Dika, ini rumah sakit, bukan stadion. Ngapain teriak-teriak gitu?”“Dia yang mulai duluan, Ma. Mama tadi lihat,kan, sebelum dia datang ruangan ini aman sentosa, sesuai sama nama rumah sakitnya. Lah, tiba-tiba dia datang ngajak rebut,masa nggak dilayani, mubazir, Ma.”“Hush, kamu ini!” Bu widya menoyor kepala Dika. “Siapa tadi namanya?” Bu Widya menunjuk wajah Daniel. “Saya Daniel, kekasih Nuri,” ucap Daniel bangga memperkenalkan diri.“Oh, kekasih,” sahut Bu Widya sambil mengangkat alis. Dia sengaja menekan kata ‘kekasih’ supaya putranya mendengar langsung. “Jadi itu yang kalian perdebatkan. Nak Daniel silakan masuk dan menemani Nuri, saya dan Dika mau ngobrol sebentar di sini.”“Baik, Bu. Sekali lagi terima kasih karen
Baca selengkapnya

86. Dika yang Kecewa

"Untuk apa kamu membawa roti sebanyak ini?” tanya Nuri sembari memandang kantong berlogo merk roti ternama. Kantong itu cukup besar, setidaknya ada lebih dari sepuluh roti yang masuk di dalamnya. “Memangnya salah, ya?” Dika menggaruk-garuk kepalanya. Dia punya niat baik, kenapa musti dicurigai? Bukannya biasa aja menengok pasien dengan membawa oleh-oleh, buah misalnya. Kalau sekarang dia membawa roti, sah-sah saja, dong.“Kamu kayaknya alergi banget, sih, ketemu saya?” tanya Dika saat melihat wajah Nuri yang seperti tak mengharapkan kedatangannya.“Bukan gitu, cuma enggak enak aja dilihat orang.” Nuri menjawab sebisanya.“Kita ‘kan saudara ipar, emangnya nggak boleh menjenguk saudara ipar?”Nuri terkekeh, ia menertawakan kekonyolan Dika. Pasti itu alasannya saja untuk dekat-dekat dengannya.“Untuk menjaga privacy dan kenyamanan masing-masing, sebaiknya kamu nggak datang ke sini lagi,” cetus Nuri sembari pura-pura mengecek ponsel dengan tangan kirinya. Dika jadi merasa serba salah. I
Baca selengkapnya

87. Daniel Berdebat dengan Kedua Orang tua

“Hai, Nuri! Kau terlihat cantik hari ini.”Daniel datang menjenguk Nuri pagi-pagi sekali membawa senyuman lebar, memamerkan deretan gigi yang kilaunya mengalahkan bintang iklan Pepsodent. Melihat Daniel, Nuri jadi terhibur dengan pemandangan pria tampan di hadapannya itu. Sebelumnya dia sudah mati gaya karena menghabiskan terlalu banyak waktu sendirian, terjebak di dinding serba putih rumah sakit, bertemu dengan perawat-perawat berseragam yang berwajah muram dan membosankan. Tetapi, sengaja dia sembunyikan perasaan senangnya itu dan mulai merajuk.“Apanya yang cantik.” Bibir Nuri mencebik. “Rambut lepek, wajah pucat, saya rindu ingin healing ke salon.”“Sabar, Sayang. Dua hari lagi kau boleh keluar dari sini. Lihat, apa yang saya bawa?” Daniel mengeluarkan tangannya yang sejak tadi ada di balik punggungnya. “Apa itu?” Mata Nuri berbinar-binar melihat tangan Daniel yang terkepal seperti sedang menggenggam sesuatu. Jantungnya berdebar kencang, menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala
Baca selengkapnya

88. Begitu Perhatiannya Bu Widya pada Nuri

Bu Widya resah tak mendapatkan kabar dari Dika perihal keadaan Nuri. Bahkan saat ditanya kapa Nuri boleh pulang, Dika tak bisa menjawab. Putranya itu hanya fokus kepada ucapan Nuri yang mengatakan serius menjalin hubungan dengan Daniel. Tak mau berlama-lama dengan rasa penasaran, Bu Widya ingin memastikan kondisi Nuri, hingga memberanikan diri mengunjungi Nuri di rumah kontrakannya.“Mama kenapa repot-repot datang kesini?”sambut Nuri setelah membalas salam yang diucapkan Bu Widya.“Mukamu masih sangat pucat , Nuri. Jangan bangun dulu, berbaring saja.” Bu Widya meraba kening Nuri yang terasa lebih hangat dari suhu tubuh normal. “Enggak, kok, Ma. Cuma masih sedikit pusing,” keluh Nuri. Dia memang merasa sudah lebih baik dibandingkan saat berada di rumah sakit. “Darimana mama tahu kalau Nuri sudah pulang?”“Mungkin feeling seorang ibu kepada anaknya. Kemarin saat Dika pulang dari rumah sakit, mama tanya kapan kamu boleh pulang. Tapi Dika malah bengong, ya sudah mama langsung kesini.
Baca selengkapnya

89. Tika Merajuk

uasana di rumah kontrakan Nuri berubah menjadi ramai saat Dika datang dan ikut mengobrol bersama Nuri juga Bu Widya. Berkali-kali Nuri tertawa mendengar candaan Dika, yang disambung Bu Widya. Suasana akrab tercipta tanpa mereka sadari, bahkan sejenak keduanya lupa bahwa mereka bukan suami istri lagi.“Mas ingat waktu saya ketinggalan di pasar ‘kan?” Nuri sedang asyik menceritakan kekonyolan Dika.“Yang mana, sih? Perasaan saya lupa kalau bawa belanjaan, tapi kalau istri ingat terus,” sergah Dika antusias.“Hei, waktu itu saya sampai hampir nangis. Kita baru awal-awal menikah, Mas Dika main naik motor aja, mengira saya sudah naik. Padahal masih ada di parkiran,” kenang Nuri sambil matanya menerawang. Saat itu ia merasa sangat malu karena orang-orang yang berada di parkiran memandangnya iba, sekaligus merasa kejadian itu sangat lucu.“Tenang aja, Mbak, ntar pasti suaminya pasti balik lagi kalau butuh,” ucap salah satu tukang ojek sembari senyum-senyum.“Kalau enggak balik, tukar tambah
Baca selengkapnya

90. Kedatangan Jimmy

Bab 90Malam yang begitu dingin, sampai-sampai membuat Tika menarik selimutnya ke kepala. Di saat-saat seperti ini, keinginan Tika untuk menggaet Dika sepenuhnya semakin kuat. Kalau sudah menikah dengan Dika, ia bisa leluasa meminta pria tersebut menghangatkannya setiap malam. "Halo, Pak. Bapak udah tidur, ya?" sapa Tika yang sengaja menelepon Dika karena merasa butuh ditemani. "Kalau saya udah tidur, gimana caranya bisa ngangkat telepon dari kamu, Tika?" jawab Dika dari seberang telepon. Tika sontak menyengir. "He-he-he. Maaf, Pak. Efek ngantuk dan kedinginan, nih. Kayaknya kita harus cepat-cepat nikah, deh, Pak." "Itu bukan efek ngantuk, Tika, tapi memang kamunya aja yang kurang se-ons. Saya jadi makin bingung, kenapa saya punya perasaan sama kamu, ya? Padahal kamu dodolnya nggak hilang-hilang." "Is, Bapak mah ngeledek saya mulu! Bikin makin kangen aja, deh! Besok kita ketemuan, ya, Pak?"Benar dugaan Dika. Sepertinya Tika memang kurang seons. Padahal ia serius saat menghina ga
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status