Bab 77"Ardi, sini dulu kamu. Mbak mau ngomong," ujar Nuri tepat di hari ketujuh ia berjualan. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Bakso yang ia jual sudah habis. Mereka berdua tinggal beres-beres dan menutup warung. Ardi yang sedang mengelap mangkuk basah langsung meletakkan mangkuk dan kain lap tersebut, lalu mendekat ke arah Nuri. "Duh, aku deg-degan, nih, kalau ngeliat muka Mbak yang serius kayak gitu. Sumpah, Mbak! Aku nggak ada bikin kesalahan, loh! Aku nggak nyuri uang sepeser pun, aku nggak mecahin mangkuk atau gelas, aku juga nggak makan baso diam-diam. Jadi jangan hukum aku," ujar Ardi sambil duduk di dekat Nuri. Nuri menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Ardi. Pemuda yang satu itu memang tahu bagaimana cara menghibur hatinya. "Mbak serius, nih, Ar. Jangan guyon mulu. Ntar Mbak tahan gajimu seminggu, mau?" Nuri pura-pura mengancam Ardi. "Eh?" Wajah Ardi terlihat panik. "Nggak gitu cara mainnya, dong, Mbak! Iya, deh. Aku ngaku. Tadi sempat numpahin gula ke meja
Baca selengkapnya