Semua Bab Kapan Kamu Menyentuhku?: Bab 61 - Bab 70

121 Bab

61. Dika Menemui Bu Widya

"Mas pokoknya harus cerita hari ini sama Bu Widya kalau Mas sedang dekat dengan saya!" "Iya, Tika, setelah meeting, saya akan ke rumah mama untuk bercerita tentang hubungan kita.""Bagus, terima kasih, Mas. Saya tunggu kabar baik dari, Mas. Hati-hati di jalan ya.""Oke." Dika memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia pun naik ke atas motor dan siap berkendara menuju rumah sang Mama. Ia baru saja selesai meeting sore di sebuah restoran yang sangat kebetulan sekali berjarak tidak jauh dari rumah Bu Widya. Rumah mamanya sedang ramai orang. Ia bisa melihat dari kejauhan pintu gerbang yang terbuka, serta pukulan pada alat musik rebana yang mengalun merdu serta nyaring berasal dari rumahnya. Merasa sungkan karena mamanya sedang banya tamu, Dika melewati begitu saja rumah orang tuanya. Motornya malah diarahkan rumah Nura. Ia akan numpang beristirahat sejenak di sana sambil menunggu acara mamanya selesai. Namun, Dika terkejut saat mendapati di depan rumah Nura, ada tumpukan pasir, sert
Baca selengkapnya

62. Kemarahan Bu Widya

Saat adzan subuh berkumandang, Bu Widya membangunkan Dika. Emosi tadi malam belum tuntas, justru api amarah itu masih menumpuk di dadanya. Ia harus meminta penjelasan detail dari Dika, tentang hubungan putranya itu dengan Tika. Tidak akan bisa tidur nyenyak dirinya jika Dika benar-benar terjerat Tika. "Dika, bangun! Solat subuh dulu!" Bu Widya mengguncang tubuh Dika. Pria itu bukannya membuka mata, malah ia berbalik badan dan semakin erat memeluk guling. "Dika, bangun!" Kali ini diiringi tepukan di lengan putranya. Dika membuka mata dengan terkejut. "Ada apa, Ma? Udah siang ya?" tanya Dika sambil menggosok matanya. "Masih subuh. Bangun, mandi, dan solat. Kamu semalam tidur masih dalam keadaan kotor dari pulang kerja. Mandi dan solat subuh dulu!" Titah Bu Widya dengan setengah memaksa. Ya, dirinya harus memaksa Dika untuk bersujud pada Tuhannya agar jika memang ada sihir yang mempengaruhi alam bawah sadar putranya, sihir itu bisa segera pergi. "Ayo!" Bu Widya menarik tangan anakny
Baca selengkapnya

63. Niatan Mengguna-guna Bu Widya

"Memangnya kamu sudah jadian sama Tika?" tanya Bu Widya "Iya, Ma." Dika menunduk malu. Bu Widya pun terbahak, merasa kecolongan dengan Tika. Jika saja sejak awal pembantu itu ada di rumah putranya dan ia keberatan, pasti tidak akan terjadi hal menjijikkan seperti ini."Ma, biar Dika yang jelaskan pada Tika. Mama jangan menemui Tika karena nanti malah jadi ramai. Mama percaya saya kan?" Dika memohon. "Nggak percaya. Kamu bilang ingin menikahi Nuri dengan alasan sudah jatuh cinta pada dia, tetapi apa, kamu masih tetap saja tidak bisa berpaling pada Nura. Padahal jelas Nura tidak mengetahui perasaan kamu. Lalu sekarang kamu menjalin hubungan dengan keset kamar mandi itu, terus bilang kamu mau beresin? Gak bakalan Mama percaya. Biar Mama yang beresin kesetnya. Pokoknya kamu tidak boleh memiliki hubungan dengan gadis itu, titik! Ayo, kita berangkat!" Bu Widya bergegas mengambil tas selempangnya di kamar. Dika pun akhirnya pasrah. Ia tidak bisa menghubungi Tika untuk memberitahu agar Tika
Baca selengkapnya

64. Nuri ke Rumah Daniel

"Nuri, mulai sabtu besok, kamu pasti sibuk banget. Gimana kalau nanti malam, kamu saya ajak ke rumah? Luna juga sudah kangen katanya.""Oh, gitu, tapi gak lama kan, Mas? Karena saya harus prepare pembukaan warung dari sejak pagi.""Nggak, Nuri. Habis magrib kamu saya jemput. Mungkin jam sembilan saya antar lagi ke rumah. Mau ya?""Baiklah, Mas. Habis magrib ya." "Permisi, Mbak, basonya udah buka belum ya?!" Seru suara seorang wanita dari luar. Nuri yang berada di dapur, langsung bergegas menghampiri tamunya. "Eh, ya, Mbak, ada apa?" Nuri menghampiri sambil tersenyum ramah. "Warung basonya udah buka belum?" tanya wanita itu lagi sambil memperhatikan tempat makan baso milik Nuri. "Besok pagi jam sebelas siang bukanya, Mbak," jawab Nuri. "Oh, saya kirain udah buka. Makasih ya, besok saja kalau begitu.""Ya, Mbak, terima kasih. Besok jangan lupa mampir ya." Nuri melepas kepergian calon pembelinya dengan senyuman dan perasaan begitu senang. Besok adalah awal perjuangannya membuka usah
Baca selengkapnya

65. Horor

Nuri makan malam bersama di ruang makan besar rumah Daniel. Ada mama, tante, dan anak dari Daniel yang ikut bergabung di sana. Sesekali Luna bertanya tentang kegiatan Nuri selama sudah tidak kursus lagi. Remaja itu begitu ceria karena ada Nuri ikut makan malam di rumahnya. Daniel pun sama, ia senang dengan hadirnya Nuri malam ini, meskipun tatapan tidak suka mama dan tantenya begitu jelas terlihat. "Luna, selesaikan dulu makan kamu, baru kamu berbincang dengan Nuri!" Tegur Bu Cici pada cucunya. Luna terdiam, lalu menunduk malu. Ia tidak suka omanya selalu saja mengatur hidupnya. Apa yang boleh, apa yang tidak. Apa yang harusnya ia lakukan? Padahal papanya sendiri tidak banyak melarang. Dirinya juga tahu aturan karena ia sudah besar. Luna lebih senang jika omanya tidak terus-terusan tinggal di rumahnya karena omanya pun punya rumah sendiri. Oma Jamila yang diminta menemaninya di rumah juga melakukan hal yang sama denga Oma Cici-nya. Selalu saja sok mengatur. Wajah Nuri semakin tidak
Baca selengkapnya

66. Mengerjai Tika

Haruskah ia sedih dengan sambutan keluarga Daniel? Tentu saja tidak. Otaknya sedang tidak ingin dipaksa melow untuk keadaan yang belum pasti juga. Ia baru bertemu Daniel kembali setelah sekian tahun lamanya dan ia juga baru bercerai dari Dika. Jika ingin jujur, maka perasaannya pada Dika masih jauh lebih murni dari pada dengan Daniel, tetapi ia cukup tahu diri untuk tidak mempertahankan perasaan yang tidak berbalas. Untuk saat ini ia belum benar-benar merasakan jatuh cinta pada Daniel, karena hati dan pikirannya saat ini ada pada usaha yang mulai besok akan ia perjuangkan. Setelah mencuci wajahnya dan mengganti baju dengan piyama, Nuri pun nak ke tempat tidur untuk beristirahat. Ting!DanielNuri, aku benar-benar minta maaf soal mama dan Tante Mila. Oke, gak masalah, Mas. Saya mau istirahat dulu ya. SendSetelah membalas pesan Daniel. Nuri mematikan ponselnya, lalu mengisi daya alat komunikasinya tersebut. Padahal baru jam sembilan malam, tetapi bagi Nuri, ini sudah sangat malam.
Baca selengkapnya

67. Perdebatan Dika dan Mamanya

"Besok saya cari informasi tentang sekolah SMP yang menerima siswa tua ya," kata Dika sambil naik ke atas motor. Tika memutar bola mata malasnya. "Gak perlu sebut tua kali, Pak," balas Tika tidak senang. Dika tersenyum. "Saya pergi ya, jangan kangen." Pria itu menyentuh pipi Tika dengan tangannya. "Pipi kamu gak rata gini, Tika, banyak lubang-lubangnya. Nih, kalau mau mama setuju, kamu juga harus mulus." "Oh, itu sih gampang, Pak. Saya tinggal ke klinik kecantikan. Asalkan Bapak kasih saya uang.""Nah, kalau kamu mau kita menikah, saya gak bisa kasih kamu uang. Karena uang yang saya dapat harus ditabung untuk pernikahan kita. Kamu mau pesta di gedung atau di KUA saja?" mata Tika langsung berbinar mendengar kata pesta pernikahan. Ia tidak mengira bahwa efek air jampe Mirna sampai seperti ini. Benar-benar berhasil dan hanya butuh sedikit perjuangan saja. "Pesta, Pak. Saya mau undang warga kampung saya. Saya mau menunjukkan pada mereka bahwa saya ini telah berhasil di Jakarta." Tika
Baca selengkapnya

68. Pembukaan Warung Baso Nuri

"Ma, saya menyukai Tika," kata Dika sekali lagi menegaskan perasaanya. "Seribu kali kamu mengatakan hal menjijikkan itu, maka sepuluh ribu kali Mama menolak. Lagian Dika, kamu ini bodoh sekali! Kamu saja selama bertahun-tahun menyukai Nura. Terus, tiba-tiba kamu malah menyukai Tika. Bukankah aneh? Harusnya kamu mikirnya pakai otak, jangan pakai belalai gajah!" Dika membuang pandangan. "Entahlah, Ma. Saya pusing." Dika bangun dari duduknya, lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Niat menanyakan kabar Nuri dan aktifitas apa yang sedang dilakukan oleh wanita itu, ia urungkan karena kepalanya mendadak sakit. Dika berbaring di ranjang, mencoba memejamkan mata, tetapi malah wajah Tika yang menari-nari di kepalanya. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa dirinya begitu lemah saat tidak bertemu Tika? Apakah benar ia diguna-guna? Jika memang iya, bagaimana cara menggugurkan guna-guna ini? Batin Dika. Tidak tahan dengan rasa sakit di kepalanya, Dika pun mengambil obat sakit kepala di laci meja, lalu me
Baca selengkapnya

69. Hari Pertama Jualan

Sebuah rejeki yang luar biasa bagi Nuri yang tidak menyangka, bahwa pembukaan warung basonya hari ini sangat ramai.. Sejak buka pukul sebelas sampai sekarang jam tiga sore, Nuri sama sekali belum istirahat. Hanya saat solat zuhur dan makan siang tadi, itu pun terburu-buru karena pembeli datang silih berganti. Bukan hanya yang makan di tempat, tetapi juga yang datang mampir bungkus. Untunglah ada Udin, jika tidak, ia bisa pingsan karena tidak ada yang membantunya. Udin bolak-balik mengantar mangkuk baso pada pembeli yang sudah menunggu pesanan mereka. Udin juga membantunya membuatkan minum pembeli. Baru ada es teh manis dan juga teh hangat. Untuk aneka jus, ia belum sempat untuk menyediakannya. "Mbak, mi ayam gak ada ya?" tanya salah satu pembeli pada Nuri. "Iya, Mbak, baru ada baso saja," jawab Nuri. "Ya sudah, baso setengah dua mangkuk. Yang satu pakai mie kuning aja, yang satu mi campur." Nuri mengangguk sambil memperhatikan di mana pembelinya duduk. Ia mulai menyiapkan sesuai p
Baca selengkapnya

70. Malam Mingguan Tika

Nuri tidak berdaya. Tubuhnya masih penyesuaian di hari pertama jualan. Mata mengantuk dan rasa lelah yang luar biasa. Begitu selesai mandi, Nuri solat magrib, dan langsung berbaring di kasur. Drt! Drt! Tanpa melihat siapa yang menelepon, Nuri langsung saja mengangkat panggilan itu. "Halo, assalamu'alaikum, Nuri.""Wa'alaykumussalam, Mas.""Nuri, saya di depan warung, kenapa tutup ya? Apa gak jadi pembukaan hari ini?""Ya Allah, Mas di depan ya. Udah habis, Mas. Jam setengah lima udah habis, Mas. Ini saya malah lagi rebahan, lagi merasakan lelah luar biasa.""Yah, sayang banget, padahal saya mau nyobain masakan kamu. Jadi saya pulang lagi dong nih?""Iya, Mas, maaf ya. Saya ngantuk berat dan beneran capek. Untung tadi ada Udin yang bantuin cuci mangkuk dan panci. Saya udah gak sanggup, Mas. Besok buka jam sebelas, Mas. Datang awal saja ya, Mas, biar kebagian." "Ya sudah, gak papa. Kamu istirahat saja.""Oke, Mas, assalamu'alaikum." Nuri sudah setengah sadar. Ponselnya ia matikan ag
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status