Share

65. Horor

Penulis: Diganti Mawaddah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Nuri makan malam bersama di ruang makan besar rumah Daniel. Ada mama, tante, dan anak dari Daniel yang ikut bergabung di sana. Sesekali Luna bertanya tentang kegiatan Nuri selama sudah tidak kursus lagi. Remaja itu begitu ceria karena ada Nuri ikut makan malam di rumahnya. Daniel pun sama, ia senang dengan hadirnya Nuri malam ini, meskipun tatapan tidak suka mama dan tantenya begitu jelas terlihat.

"Luna, selesaikan dulu makan kamu, baru kamu berbincang dengan Nuri!" Tegur Bu Cici pada cucunya. Luna terdiam, lalu menunduk malu. Ia tidak suka omanya selalu saja mengatur hidupnya. Apa yang boleh, apa yang tidak. Apa yang harusnya ia lakukan? Padahal papanya sendiri tidak banyak melarang. Dirinya juga tahu aturan karena ia sudah besar. Luna lebih senang jika omanya tidak terus-terusan tinggal di rumahnya karena omanya pun punya rumah sendiri. Oma Jamila yang diminta menemaninya di rumah juga melakukan hal yang sama denga Oma Cici-nya. Selalu saja sok mengatur.

Wajah Nuri semakin tidak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
NURUL LAILI MUFIDA
sy setuju sm nuri yg fokus dulu bebenah diri klo udah jadi janda tajir daniel mah lewat ya nur?
goodnovel comment avatar
Arif Zaif
luna mogoknya sama duo nek lampir aja, biar mereka kena stroke.....
goodnovel comment avatar
Yunita Anisyah
setuju sama luna
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   66. Mengerjai Tika

    Haruskah ia sedih dengan sambutan keluarga Daniel? Tentu saja tidak. Otaknya sedang tidak ingin dipaksa melow untuk keadaan yang belum pasti juga. Ia baru bertemu Daniel kembali setelah sekian tahun lamanya dan ia juga baru bercerai dari Dika. Jika ingin jujur, maka perasaannya pada Dika masih jauh lebih murni dari pada dengan Daniel, tetapi ia cukup tahu diri untuk tidak mempertahankan perasaan yang tidak berbalas. Untuk saat ini ia belum benar-benar merasakan jatuh cinta pada Daniel, karena hati dan pikirannya saat ini ada pada usaha yang mulai besok akan ia perjuangkan. Setelah mencuci wajahnya dan mengganti baju dengan piyama, Nuri pun nak ke tempat tidur untuk beristirahat. Ting!DanielNuri, aku benar-benar minta maaf soal mama dan Tante Mila. Oke, gak masalah, Mas. Saya mau istirahat dulu ya. SendSetelah membalas pesan Daniel. Nuri mematikan ponselnya, lalu mengisi daya alat komunikasinya tersebut. Padahal baru jam sembilan malam, tetapi bagi Nuri, ini sudah sangat malam.

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   67. Perdebatan Dika dan Mamanya

    "Besok saya cari informasi tentang sekolah SMP yang menerima siswa tua ya," kata Dika sambil naik ke atas motor. Tika memutar bola mata malasnya. "Gak perlu sebut tua kali, Pak," balas Tika tidak senang. Dika tersenyum. "Saya pergi ya, jangan kangen." Pria itu menyentuh pipi Tika dengan tangannya. "Pipi kamu gak rata gini, Tika, banyak lubang-lubangnya. Nih, kalau mau mama setuju, kamu juga harus mulus." "Oh, itu sih gampang, Pak. Saya tinggal ke klinik kecantikan. Asalkan Bapak kasih saya uang.""Nah, kalau kamu mau kita menikah, saya gak bisa kasih kamu uang. Karena uang yang saya dapat harus ditabung untuk pernikahan kita. Kamu mau pesta di gedung atau di KUA saja?" mata Tika langsung berbinar mendengar kata pesta pernikahan. Ia tidak mengira bahwa efek air jampe Mirna sampai seperti ini. Benar-benar berhasil dan hanya butuh sedikit perjuangan saja. "Pesta, Pak. Saya mau undang warga kampung saya. Saya mau menunjukkan pada mereka bahwa saya ini telah berhasil di Jakarta." Tika

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   68. Pembukaan Warung Baso Nuri

    "Ma, saya menyukai Tika," kata Dika sekali lagi menegaskan perasaanya. "Seribu kali kamu mengatakan hal menjijikkan itu, maka sepuluh ribu kali Mama menolak. Lagian Dika, kamu ini bodoh sekali! Kamu saja selama bertahun-tahun menyukai Nura. Terus, tiba-tiba kamu malah menyukai Tika. Bukankah aneh? Harusnya kamu mikirnya pakai otak, jangan pakai belalai gajah!" Dika membuang pandangan. "Entahlah, Ma. Saya pusing." Dika bangun dari duduknya, lalu berjalan masuk ke dalam kamar. Niat menanyakan kabar Nuri dan aktifitas apa yang sedang dilakukan oleh wanita itu, ia urungkan karena kepalanya mendadak sakit. Dika berbaring di ranjang, mencoba memejamkan mata, tetapi malah wajah Tika yang menari-nari di kepalanya. Kenapa jadi seperti ini? Kenapa dirinya begitu lemah saat tidak bertemu Tika? Apakah benar ia diguna-guna? Jika memang iya, bagaimana cara menggugurkan guna-guna ini? Batin Dika. Tidak tahan dengan rasa sakit di kepalanya, Dika pun mengambil obat sakit kepala di laci meja, lalu me

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   69. Hari Pertama Jualan

    Sebuah rejeki yang luar biasa bagi Nuri yang tidak menyangka, bahwa pembukaan warung basonya hari ini sangat ramai.. Sejak buka pukul sebelas sampai sekarang jam tiga sore, Nuri sama sekali belum istirahat. Hanya saat solat zuhur dan makan siang tadi, itu pun terburu-buru karena pembeli datang silih berganti. Bukan hanya yang makan di tempat, tetapi juga yang datang mampir bungkus. Untunglah ada Udin, jika tidak, ia bisa pingsan karena tidak ada yang membantunya. Udin bolak-balik mengantar mangkuk baso pada pembeli yang sudah menunggu pesanan mereka. Udin juga membantunya membuatkan minum pembeli. Baru ada es teh manis dan juga teh hangat. Untuk aneka jus, ia belum sempat untuk menyediakannya. "Mbak, mi ayam gak ada ya?" tanya salah satu pembeli pada Nuri. "Iya, Mbak, baru ada baso saja," jawab Nuri. "Ya sudah, baso setengah dua mangkuk. Yang satu pakai mie kuning aja, yang satu mi campur." Nuri mengangguk sambil memperhatikan di mana pembelinya duduk. Ia mulai menyiapkan sesuai p

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   70. Malam Mingguan Tika

    Nuri tidak berdaya. Tubuhnya masih penyesuaian di hari pertama jualan. Mata mengantuk dan rasa lelah yang luar biasa. Begitu selesai mandi, Nuri solat magrib, dan langsung berbaring di kasur. Drt! Drt! Tanpa melihat siapa yang menelepon, Nuri langsung saja mengangkat panggilan itu. "Halo, assalamu'alaikum, Nuri.""Wa'alaykumussalam, Mas.""Nuri, saya di depan warung, kenapa tutup ya? Apa gak jadi pembukaan hari ini?""Ya Allah, Mas di depan ya. Udah habis, Mas. Jam setengah lima udah habis, Mas. Ini saya malah lagi rebahan, lagi merasakan lelah luar biasa.""Yah, sayang banget, padahal saya mau nyobain masakan kamu. Jadi saya pulang lagi dong nih?""Iya, Mas, maaf ya. Saya ngantuk berat dan beneran capek. Untung tadi ada Udin yang bantuin cuci mangkuk dan panci. Saya udah gak sanggup, Mas. Besok buka jam sebelas, Mas. Datang awal saja ya, Mas, biar kebagian." "Ya sudah, gak papa. Kamu istirahat saja.""Oke, Mas, assalamu'alaikum." Nuri sudah setengah sadar. Ponselnya ia matikan ag

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   71. Pesan dari Dika

    Pria itu masih tidak percaya kalau mantan istrinya membuka warung baso dan laris pula. Berarti Nuri memang bisa memasak. Buktinya ia pandai membuat baso, bahkan membuka warung baso. Jika hanya sekedar bisa, tentu saja ia tidak akan nekat. Berarti Nuri memang mahir, tetapi kenapa saat masih bersamanya, masakan Nuri selalu asin? Terakhir ia menikmati makan sore buatan Nuri memang rasanya pas. Video Nuri yang tengah melayani pembeli di warungnya, selalu berputar di kepalanya. Ma, bagi video Nuri tadi. SendMamaEmmoh!Dika tertawa. Mamanya tidak mau mengirimkan video Nuri tadi karena mamanya ingin balas dendam dengannya. Kring! Kring! Nama Tika muncul di layar setelah ia mengabaikan tiga puluh misscall dari Tika. "Halo, Tika, gimana? Udah enakan? Masih meriang gak?""Enakan apa sih, Pak? Bapak tuh aneh! Kenapa saya dibalikin lagi ke kosan dan Bapak malah pulang?" "Loh, katanya kamu kedinginan, jadinya aku kirain kamu demam, gak enak badan, jadinya aku antar ke kosan saja. Apa sala

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   72. Bantuan dari Ardi

    Bab 72"Assalamu'alaikum! Permisi, Mbak?" Terdengar teriakan seorang lelaki di luar kontrakan. Nuri yang tengah mengaduk kuah baso bergegas berjalan menuju pintu. Tampak pemuda asing berdiri di depan kontrakannya. "Wa'alaykumussalam, Ardi, ya?" tebak Nuri. "Wah, Mbak dukun, ya? Kok bisa tahu nama saya?" jawab si Pemuda yang belum diketahui namanya. Nuri sontak berdecak kesal. "Jangan sampai saya nggak jadi terima kamu kerja, ya," sahutnya. Ia yakin pemuda yang berdiri di hadapannya itu pasti teman Udin. Memangnya siapa lagi lelaki yang akan datang ke kontrakannya? "Eh, jangan dong, Mbak. Perkenalkan, saya Ardi, temannya Udin. Dia bilang Mbak butuh orang buat bantu jualan baso, ya? Udin nyuruh saya datang ke alamat ini, Mbak." Pemuda yang tidak lain memang Ardi tersebut cepat-cepat meminta maaf. Jangan sampai Nuri tidak jadi memperkerjakannya karena sikap kurang akhlaknya barusan. "Iya, saya udah tahu. Kamu beneran mau bantuin saya?" tanya Nuri serius. "Iya, seriuslah, Mbak. Asal

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   73. Pertemuan Dika dan Daniel

    Bab 73Dika benar-benar memenuhi janjinya kepada Nuri semalam. Ia akhirnya bisa datang ke warung baso milik wanita itu setelah memohon-mohon meminta alamat kepada mamanya. Awalnya Bu Widya tidak mau memberikan alamat warung baso Nuri. Ia tidak mau putranya berbuat macam-macam di sana. Namun, karena Dika menjanjikan akan membelikan apa pun yang dia inginkan, Bu Widya pun setuju. Asalkan Dika berjanji tidak akan memperumit kehidupan Nuri yang sudah rumit. "Assalamu'alaikum, Nuri," ujar Dika mengucapkan salam. "Wa'alaikumussalam. Mas Dika," jawab Nuri. Walau bagaimanapun, Dika adalah calon pembelinya. Ia harus bersikap ramah kepada siapa pun yang datang. " Saya dapat alamat warung kamu dari Mama," kata Dika memberitahu tanpa ditanya. "Oh, gitu. Mas mau pesan apa?" Nuri tampak tidak terlalu peduli dengan pemberitahuan Dika tadi. "Saya juga nggak bawa Tika, sesuai permintaan kamu." Dika lagi-lagi membahas hal yang seharusnya tidak dibahas. Toh, Nuri sudah melihat sendiri kalau Dika d

Bab terbaru

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   121. Minta Cerai

    Setelah sekian lama menghubungi papanya, akhirnya panggilan itu diangkat juga oleh Daniel. "Luna, Sayang, ada apa?" suara Daniel berat, seperti orang baru saja bangun dari tidur. "Papa, Bunda pingsan di rumah. Sekarang ada di rumah sakit bersama Luna dan Bu guru. Kenapa Papa susah ditelepon. Ini masalahnya Bunda terus menangis. Bunda bilang papa jahat. Ada apa sih, Pa?" "Hah? A-apa? Nuri dirawat. Luna, apa bisa kamu berikan ponsel kamu pada bunda, Papa harus bicara dan Papa mohon, kamu keluar dari kamar perawatan ya, Nak. Karena ini pembicaraan orang dewasa.""Iya, Pa, sebentar, Luna kasih Bunda." Remaja itu berjalan masuk ke dalam bilik Nuri. Bunda sambungnya itu masih menangis sesegukan sejak tadi. Belum pernah sedetik pun berhenti. Bantalnya saja sampai basah. Suster membujuk untuk bercerita, tetapi Nuri memilih bungkam. "Bunda, ada telepon dari Papa." Luna berujar pelan. Lalu meletakkan ponselnya di samping Nuri. Remaja itu keluar dari ruang perawatan VIP. Masuk ke dalam lift

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   120. Wanita Siluman

    Nuri dilarikan ke rumah sakit oleh Luna, dibantu juga oleh guru homeschooling-nya. Bu Cici dan Bu Mila sedang keluar untuk jogging dan dua orang nenek itu tidak membawa ponsel. Jadilah Luna membawa Nuri ke rumah sakit dengan mobil sedan lama milik gurunya. Kunci pagar dan juga rumah, dititipkan Luna pada pembantu di sebelah rumahnya. Luna memberi tahu kan hal itu pada papanya. Remaja itu menghubungi papanya, tetapi tidak bisa. Ponsel Daniel memang masih mati. Lebih tepatnya dimatikan sengaja oleh Angel. "Papa ke mana sih? Ini masih pagi loh," gerutu remaja itu kesal. "Sabar, Luna. Papa kamu sedang meeting mungkin. Coba tinggalkan pesan saja. Bilang bunda kamu lagi di rumah sakit karena pingsan di kamar.""Oh, gitu, ya Bu. Ya sudah, saya tinggalkan pesan WA saja." Luna menurut saran darin gurunya. Ia pun mengetik dengan cepat pesan untuk sang Papa yang saat ini ternyata tengah mandi. Mobil yang dikendarai guru Luna berhenti di lobi IGD rumah sakit. Ia meminta tolong pada salah satu

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   119. Hancur

    "Kamu terlalu menganggap remeh aku, Mas Daniel. Apa kamu tidak tahu sedang mempermainkan perasaan siapa? Kamu nampak begitu tidak sudi padaku, bahkan menikahi janda dari kampung itu tanpa mengundangku. Ya ampun, padahal kamu duda, tetapi kenapa aku malah bucin berat sama kamu. Padahal kamu jelas tidak suka padaku. Baiklah, jika aku sudah ikuti aturan main kamu, maka kamu pun harus ikuti aturan main aku, Mas. Tuhan itu adil, membawa kamu padaku." Angel kembali mencium rakus bibir Daniel yang tidak sadarkan diri di bawah pengaruh obat perangsang dan juga obat tidur yang ia cekoki saat pria itu tak sadarkan diri. Tubuh telanjangnya benar-benar menyukai senjata milik Daniel yang berhasil mengobrak-abrik organ intimnya. Bercak darah perawan juga tercecer di seprei dan selimut mereka. Angel puas, bahkan amat sangat puas. Rencananya berhasil tanpa perlu ikut campur dari orang tua Daniel. Saat ia tahu Daniel sedang ada di Singapura, maka ia pun mendapatkan ide ini. Foto itu ia kirimkan pad

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   118. Semangat Baru

    Pukul dua siang, Nuri sudah diantar pulang ke rumah suaminya. Tidak lupa Bu Widya membelikan banyak vitamin untuk Nuri dan juga makanan. Bu Widya bahkan membelikan daster cantik untuk putrinya itu. Ya, bagi seorang Bu Widya, Nuri adalah putrinya. Jika putrinya tertekan, maka ia pun akan sangat sedih. Selagi Nuri tidak sampai di dipukul oleh mertua yang sombongnya gak tertolong itu, maka ia harus menahan diri. "Mama, terima kasih jalan-jalannya dan oleh-olehnya." Nuri begitu senang setelah meluapkan semua kesedihannya pada Bu Widya. Wanita paruh baya itu selalu mengerti dirinya. Bersikap begitu bijak dan tidak memanas-manasinya untuk durhaka pada suami atau mertua. Bu Widya hanya memintanya kuat dan juga memperjuangkan haknya. Jika sudah dianggap keterlaluan, maka ia harus bisa melawan. Bukan melawan tanda tidak hormat, tetapi untuk menyelamatkan mentalnya. "Iya, Sayang, Mama. Minggu depan Mama ke sini lagi ya. Kita ke salon. Hari ini gak keburu mau ke salon. Ingat pesan Mama ya, Can

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   117. Bu Widya ke Rumah Nuri

    "Ibu siapa?" tanya Bu Cici saat Bu Widya sudah berada di teras rumahnya. Wanita begitu jengah karena sejak kemarin ada saja saudara Nuri yang datang. Apakah wanita itu menceritakan pada keluarganya bahwa ia di sini diperlukan seperti pembantu? Tapi bukankah Nuri gak punya siapapun di Jakarta? "Saya adik ayahnya Nuri. Kebetulan sedang ada bisnis di sini. Saya mau ajak Nuri makan di luar. Apakah boleh, Bu?" Bu Cici memperhatikan Bu Widya yang tampilan glowing dengan emas yang ia pakai. Mulai dari gelang, cincin, kalung besar, jam tangan mahal, serta gamis yang dipakai Bu Widya adalah gamis seharga lima jutaan ke atas. "Baik, tapi Nuri tidak diijinkan keluar terlalu lama oleh suaminya. Itu pesan Daniel. Jadi sebelum jam dua siang, sudah kembali ya." "Baik, Bu, terima kasih atas pemaklumannya." "Nuri Sayang, kamu ganti baju dulu ya, Tante tunggu di sini saja gak papa.""Ah, itu sopir saya! Sini, Cep!" Pria dari luar pagar berlari untuk memberikan kunci mobil pada Bu Widya. Dengan ang

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   116. Darah Haid yang Tak Kunjung Berhenti

    115. Dika benar-benar tidak bisa menahan emosinya sepulang dari menjenguk Nuri. Ibu Mertua Nuri tadi bahkan tidak mempersilakannya masuk dan malah mengomel, mengatakan urusan rumah tangga Nuri bukanlah urusannya, jadi Dika tidak perlu ikut campur. Bagaimana Dika bisa berdiam diri kalau melihat secara nyata Nuri diperlakukan buruk seperti itu? Mumpung Tika sedang sibuk menonton, Dika langsung menelepon adiknya, Willy, untuk mengabarkan apa yang dilihatnya di rumah Daniel tadi. Untung saja Willy langsung mengangkat teleponnya sehingga ia tidak perlu repot-repot menambah emosi. Setelah berbasa-basi sejenak, Dika pun mulai bercerita kepada Willy. Sang adik tentu saja terkejut mendengar apa yang terjadi kepada kakak iparnya itu. "Mas mau minta saran dari kamu, nih, WIil. Apa yang harus Mas lakuin sekarang? Rasanya nggak tega ngeliat Nuri dijadikan babu seperti itu," ujar Dika setelah selesai bercerita. "Duh, gimana, ya, Mas. Aku juga bingung. Gini aja, aku minta tolong Mas buat serin

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   115. Dika Menjenguk Nuri

    Dika tidak bisa melupakan kata-kata mamanya kemarin. Tentu saja tentang Nuri, bukan tentang Tika. Kalau hal yang berhubungan dengan Tika, Dika sudah tidak heran lagi. Ia sudah menyaksikan sendiri betapa menjengkelkannya sang istri. "Apakah aku harus datang sendiri untuk memastikannya?" Dika bertanya kepada dirinya sendiri. Tanpa bisa dipungkiri, Dika merasa iba kepada Nuri kalau memang mantan istrinya itu diperlakukan seperti babu oleh keluarga suaminya. Padahal saat masih menjadi istrinya dulu, setidaknya Dika tidak pernah melihat mamanya memperlakukan Nuri dengan buruk. "Iya, sepertinya aku memang harus datang ke sana," tekad Dika. Berbekal alibi mereka adalah ipar, Dika pun nekat ingin menemui Nuri di rumah Daniel. Ia sengaja tidak memberitahukan hal tersebut kepada ibunya, apalagi kepada Tika. Bisa-bisa Tika guling-guling di depannya kalau sampai ia meminta izin untuk hal yang satu itu. "Din, saya minta alamat Nuri dong!" pinta Dika ketika menemui Udin. "Loh, buat apa, Pak?"

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   114. Bertengkar dengan Mertua

    "Aduh, kenapa halaman depan masih banyak daun jatuh, ya, Nuri? Bukannya saya udah sempat nyuruh kamu bersihin, ya? Kalau sampai ada tamu penting yang datang bagaimana? Mereka bisa ilfeel melihatnya!" Mendapati pertanyaan seperti itu saat sedang sarapan, membuat Nuri kesusahan menelan air yang sudah masuk ke dalam mulutnya. Untung saja cairan itu tidak menyembur ke wajah Bu Cici. "Maaf, Ma. Saya sudah bersihkan halaman semalam, kok. Namanya juga ada pohon hidup, Ma. Wajar kalau ada daun yang jatuh lagi," jawab Nuri setelah berhasil menelan minumannya. "Berarti harusnya kamu inisiatif, dong, bersihin subuh-subuh. Jadi waktu saya bangun, halamannya sudah bersih. Saya kan jadi tidak perlu buang-buang waktu buat negur kamu." Nuri menghela napas panjang. Ingin membalas ucapan sang Mertua, tetapi malas berdebat. Alhasil, ia pun mengalah. "Baik, Ma. Setelah sarapan saya bersihkan halamannya.""Ya, udah, yang cepat sarapannya. Jangan sengaja lama-lamain karena malas mengurus rumah!" Nuri

  • Kapan Kamu Menyentuhku?   113. Dika Mulai Solat

    Tika sedang berada di boncengan motor suaminya. Seperti biasa, Tika memeluk tubuh Dika terlalu erat, sehingga pria itu tidak nyaman. Napasnya terasa sesak, sehingga mengakibatkan Dika tidak fokus mengendarai motornya. Beberapa kali ia menabrak begitu saja polisi tidur, hingga Tika terguncang. "Mas, pelan dong!" protesnya. "Kamu juga jangan kuat-kuat peluk saya. Napas saya jadi sesak. Saya gak fokus bawa motor!" omel Dika balik. "Bukannya lelaki itu suka kalau dipeluk erat istri, ini malah protes!" Dika menghentikan motornya di pinggir trotoar. Lalu pria itu menoleh ke belakang dengan wajah marah. "Sekali lagi kamu balikin ucapan saya, kamu turun di jalan! Kita mau ke dokter, jadi jangan rusak suasana!" Tika terdiam sambil menunduk. Di dalam hatinya masih sangat kesal dengan Dika, tetapi justru ia juga semakin cinta. Apalagi setelah melihat senjata suaminya secara tidak sengaja yang seguede timun suri. Membayangkan benda itu masuk ke miliknya, membuat Tika bergetar, sekaligus bergi

DMCA.com Protection Status