Home / Rumah Tangga / Karma untuk Suami Pelit / Chapter 191 - Chapter 200

All Chapters of Karma untuk Suami Pelit: Chapter 191 - Chapter 200

231 Chapters

191. Karena Aku Berteriak

Mbak Nadia berpamitan setelah berbasa-basi beberapa saat. Aku pun bisa tersenyum lebar melihat wanita itu ternyata takut jika ketahuan kebaikannya kemarin hanya untuk kepentingannya semata. Meskipun aku juga berharap untuk bisa mendapatkan mas Nathan, tapi semangat mbak Nadia jauh lebih besar dariku. "Maafkan Eci, ya, Pak, Bu."Setelah mobil mbak Nadia tidak terlihat, aku kembali duduk di hadapan bapak dan ibu yang belum juga beranjak."Bapak tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian. Yang jelas, yang kamu lakukan itu selama hampir satu tahun ini hanya membuang-buang waktu," ucap Bapak datar.Insting orang tua ternyata tajam. Meskipun tidak berkata terus terang, sepertinya Bapak tahu dan menangkap gelagat dari kejadian ini."Sudah, sekarang tidak usah neko-neko lagi. Kamu diam di rumah membantu ibumu mengurus rumah ini, melatih diri jika suatu saat kamu berumah tangga tidak memalukan. Percayalah, jodohmu sudah ada di tangan Gusti Allah. Hanya saja kalian belum dipertemu
last updateLast Updated : 2023-04-30
Read more

192. Korban

Dengan bantuan beberapa warga, akhirnya pria itu dipindahkan ke teras rumah kami yang kebetulan luas. Atas saran Pak RT juga, aku membuat seduhan air gula aren hangat untuk diberikan pada pria itu.Sekilas aku melirik pria yang nampak sudah bisa duduk itu ketika menyerahkan air gula aren pada Pak RT. Seperti yang tadi orang-orang bilang, wajahnya bersih dan putih. Umurnya seperti tidak jauh dari mas Nathan. Sorot matanya begitu lemah, seperti tidak punya harapan. Satu persatu para warga yang berkerumun pun berpamitan, hanya tersisa Pak RT dan beberapa tetangga dekatku. Tak lama Bapak pun datang karena tadi Ibu menghubungi beliau. Lalu setelah kami menceritakan awal kejadiannya,bapak pun manggut-manggut seraya memperhatikan pria itu."Ambil makanan, Ci," titah Bapak sambil menoleh sekilas ke arahku. Tanpa pikir panjang lagi, aku pun segera bangkit. Ibu menyusul, kami pun beriringan ke dapur."Memangnya benar, tadi kamu yang berteriak, Nduk?" tanya ibu setelah kami berada di dapur."I
last updateLast Updated : 2023-05-01
Read more

193. Maafkan Papa

RikoDengan bantuan salah satu warga, aku diantar ke terminal terdekat. Pak RT dan Pak Narto, orang yang tadi memberiku makan, juga memberikan sedikit uang untuk ongkos. Beberapa menit yang lalu setelah selesai makan, aku ditanya tentang identitasku. Terpaksa aku mengaku bernama Erik. Pria korban hipnotis yang kehilangan harta bendanya begitu tersadar di dalam bis. Aku berpikir ulang untuk menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Status terakhirku adalah seorang mantan narapidana. Warga akan berpikir negatif jika mengetahui hal itu. Lebih baik aku menyembunyikan identitas yang asli demi kelangsungan hidup ke depannya. Sebenarnya aku juga tidak berniat untuk kembali ke rumah ibu, lantaran para warga sudah mengusirku dari kampung halamanku sendiri. Pulang ke tempat Reka pun rasanya enggan. Toh di sana aku tidak punya tempat tinggal dan pekerjaan."Saya permisi pulang dulu, ya. Mas Erik tinggal pilih sendiri mobil yang menuju daerah Mas-nya." Pria seumuranku yang baru saja memboncengku me
last updateLast Updated : 2023-05-02
Read more

194. Menahan Lapar

"Ini masih kurang, Mas." Mbak Nur, pemilik warung nasi di sebelah toko Pak Trimo menggerakkan tangannya yang baru saja menerima satu lembar uang merah dariku."Ya Mbak, saya tahu itu masih kurang. Tapi seminggu ini saya hanya digaji segitu sama Pak Trimo." Aku menatap wajahnya dengan perasaan tidak enak."Lah, sampeyan ini piye toh? Sudah tahu digaji 100.000, pengen makan yang enak-enak." Mbak Nur menunjuk ke arahku."Maaf Mbak, saya juga tidak tahu bakal dikasih uang segitu. Tapi beneran, minggu depan saya pasti lunasi, kok." Aku menunduk, dalam hati mengumpat, memangnya kapan aku makan enak-enak. Cuma sayur kangkung dan sayur asem, itu juga kadang banyakan kuahnya daripada sayurannya. "Beneran ya, minggu depan sampeyan lunasi. Awas aja kalau sampeyan coba-coba untuk kabur.""Saya pasti lunasi, Mbak. Lagian saya mau kabur ke mana? Kerjanya juga di sini.""Siapa tahu Mas-nya cari pekerjaan lain yang lebih besar bayarannya. Sampeyan itu ganteng, kenapa gak jadi artis saja? Pasti laku
last updateLast Updated : 2023-05-03
Read more

195. Roti Bekas Tikus

"Mas Erik istirahat saja dulu, mukanya pucat sekali, tuh!" Mas Tono meraih tanganku ketika aku hendak terbalik menuju mobil. Ada beberapa kardus yang belum selesai diangkut ke dalam toko."Aku masih bisa, kok. Mas Tono tenang saja, aku kuat." Karena tidak enak, aku menolak untuk beristirahat. Padahal perutku sudah terasa perih, sementara lutut terasa lemas."Tinggal tiga kardus lagi, biar saya yang selesaikan. Mas Erik lanjutkan saja menakar terigu!" Mas Tono bersikeras melarangku. Karena memang aku merasa kecapaian, akhirnya aku menurut.Sebelum duduk di dekat karung terigu, terlebih dahulu aku pergi ke belakang untuk mengambil air minum. Pandanganku tertuju pada beberapa bungkus roti di dekat meja galon. Setiap pagi selalu ada saja roti bekas digigit tikus. Pak Trimo biasanya membawa pulang untuk pakan ikannya di kolam dekat rumah dia. Tikus-tikus itu begitu bandel menyerbu makanan yang ada di toko. Meskipun sudah beberapa kali dipasang perangkap, namun masih ada saja yang tersisa.
last updateLast Updated : 2023-05-04
Read more

196. Mencurigakan

Selama seminggu ini, setiap hari aku memakan roti bekas gigitan tikus. Awalnya Pak Trimo melarangku karena takut terjadi apa-apa. Namun karena aku memaksa, akhirnya dia membiarkan saja hal ini terjadi. Mungkin pikirnya, yang penting aku bisa masuk kerja dan mudah-mudahan saja roti yang aku makan itu aman. Aku hanya makan satu kali diwaktu makan siang. Seperti biasa tidak memakai lauk yang macam-macam. Tumis kangkung atau sayur asem sudah cukup. Sesekali aku mengambil tempe goreng, itu sudah termasuk royal bagiku.Malam hari aku hanya mengkonsumsi mie rebus, dengan cara seperti itu lumayan masih bisa berhemat. Kadang sesekali makan nasi kalau kebetulan siang harinya mendapatkan tip dari para pelanggan yang menyuruhku mengangkut barang belanjaan mereka. Alhamdulillah setelah gajian minggu ini aku bisa melunasi utang sisa makanku minggu yang lalu pada Mbak Nur. Masih ada uang 15.000 tersisa dalam saku celanaku."Mas Erik temenin aku nganterin belanjaannya Bu Martini," pinta Mas Tono si
last updateLast Updated : 2023-05-05
Read more

197. Bukan Pacaran

Akhirnya Mas Tono menurut, ia memelankan laju motor beroda tiga ini. Aku yang duduk di atas bak pun menajamkan pandangan ke arah dua orang yang sudah semakin dekat dengan kami. Ketika kendaraan yang kami tumpangi melewati dua orang tersebut, aku semakin yakin kalau gadis itu dalam bahaya. Pasalnya, mereka memang tidak sedang bercakap-cakap. Gadis itu tertunduk, sementara si pria yang merapatkan badannya ke dekat gadis itu pun nampak tidak sedang berkata-kata. Mereka saling diam."Berhenti Mas!" Aku berseru sesaat setelah kami melewati dua orang itu."Mau apa, to, Mas Erik?""Saya penasaran dengan mereka.""Sudahlah, Mas. Jangan ganggu, nanti malah kita yang kena batunya.""Aku yakin gadis itu sedang dalam bahaya.""Jangan ikut campur urusan orang, Mas." Pria yang memakai oblong berwarna hijau tua itu masih mencoba menahanku untuk tidak turun. Tapi aku tidak bisa pergi begitu saja setelah melihat kejanggalan kedua orang tersebut. Seandainya mereka sepasang kekasih yang sedang ngobrol
last updateLast Updated : 2023-05-06
Read more

198. Mengejar

Untuk kedua kalinya, mas Tono menurut pada perintahku. Beberapa meter setelah melewati tikungan, motor kembali berhenti, tanpa mematikan mesinnya. Aku pun menajamkan pendengaran, khawatir terjadi apa-apa dengan dua orang tadi. "Ndak ada apa-apa, to? Ndak dengar suara apa-apa juga," gumam Mas Tono sambil mencebik kesal, setelah lebih dari lima menit tidak terdengar suara apapun. Anehnya, tak satupun kendaraan yang melewati jalan ini. Kata Mas Tono, tidak usah heran karena ini memang jalan pintas menuju desa tempat kedua pelanggan toko Pak Trimo berada."Ayo kita berangkat lagi," ajak Mas Tono."Ayo, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa." "Sudah kubilang, mereka sedang pacaran. Sampean aja yang ngeyel!"Belum juga motor melaju, samar terdengar seseorang berteriak."Tunggu Mas, aku seperti mendengar suara teriakan minta tolong.""Halah, Mas Erik ini ada-ada saja. Itu hanya halusinasi mas Erik karena pikiran sampeyan yang terlalu khawatir.""Tapi beneran, Mas. Barusan ada suara cewek min
last updateLast Updated : 2023-05-07
Read more

199. Tak Disangka

"Ternyata benar, dia maling motor," ucap mas Tono sambil menggeleng beberapa kali.Sebenarnya aku kesal padanya lantaran dari tadi terus menganggap sepele hal ini. "Sudah tahu begitu, Mas Tono dari tadi tidak percaya. Satu lagi, kenapa barusan memintaku untuk menelepon polisi? Mas Tono 'kan tahu kalau saya tidak punya ponsel?""Nuwun sewu, Mas Erik. Sebenarnya aku bukan tidak percaya, tapi takut. Soalnya, para pencuri seperti itu biasanya punya komplotan. Buktinya tadi, ada temennya yang menjemput. Itu tandanya, temennya itu mengawasi dari jauh. Soal menelepon polisi ... itu sengaja untuk menggertak orang itu. Terbukti 'kan, setelah itu orangnya langsung kabur?"Aku mengangguk tanda mengerti. Tadinya mau marah pada Mas Tono yang sudah menyuruhku seperti itu. Jujur saja aku merasa diledek. Tapi ternyata siasatnya itu berguna juga."Terus motornya kita apain, nih, Mas?!" Mas Tono celingukan sambil meraih stang motor lalu memarkirkannya. Kemudian memberikan kunci yang tadi dia ambil pad
last updateLast Updated : 2023-05-08
Read more

200. Uang Ganti

"Itu karena aku yang nyuruh, hehehe .... " Lagi, mas Tono berusaha mencari perhatian Yesi dengan mengatakan kalau melempar dus itu adalah idenya. Rasanya sudah ingin kusumpal mulut itu. Pandainya bersandiwara di depan gadis cantik."Siapapun, pokoknya saya berterima kasih. Maaf saya belum bisa membalas kebaikan Mas berdua karena kebetulan nggak bawa uang.""Jangan membalas apapun, kami ikhlas, kok." Aku menggerakkan tangan di depan wajah sebagai bentuk penolakkan."Kami ikhlas melakukannya, tapi kalau Mbak memaksa, ya ... ndak apa-apa, sih." Mas Tono menimbrung sambil kembali cengengesan. Kali ini aku ingin memukul kepala mas Tono, dari tadi terus bikin malu saja. Kelakuannya yang terakhir ini memang sudah keterlaluan, katanya ikhlas menolong tapi malah mengharapkan balas jasa."Saya pergi dulu," ucap Yesi sambil memakai helmnya kemudian dia berjalan ke arah motornya yang tadi aku parkirkan. Namun tak lama kemudian dia pun berbalik dan berjalan menuju ke arahku."Oh ya, Mas. Ini uan
last updateLast Updated : 2023-05-09
Read more
PREV
1
...
1819202122
...
24
DMCA.com Protection Status