Home / Fantasi / Dewa Pedang Tanah Pasundan / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Dewa Pedang Tanah Pasundan: Chapter 1 - Chapter 10

25 Chapters

Perguruan Naga Langit

Saat itu tengah malam. Hujan turun membasahi bumi dengan lebatnya. Ledakan guntur dan sambaran kilat, terus mewarnai malam tanpa mengenal kata berhenti.Angin malam di tengah hujan berhembus kencang. Menambah rasa dingin yang makin lama makin menjadi. Tanah becek. Genangan air tampak di sana sini. Keadaan sepi sunyi. Kecuali pepohonan, rasanya tidak ada makhluk hidup lain yang terlihat oleh pandangan mata. Pada saat-saat seperti ini, seolah-olah di muka bumi sudah tidak ada lagi kehidupan. Jangankan manusia, bahkan seekor binatang liar pun tidak terlihat batang hidungnya. Lewat setengah jam, hujan mulai mereda. Tapi sambaran kilat masih terus menyambar-nyambar. Keadaan masih mencekam. Sepi. Sunyi. Tiba-tiba, dari balik kegelapan terlihat ada manusia yang berjalan seorang diri. Semakin lama, bentuk tubuhnya makin terlihat jelas. Ternyata dia seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun. Pemuda itu mengenakan pakaian hitam. Wajahnya sangat tampan. Kedua matanya jeli dengan alis
Read more

Anggota Perkumpulan Iblis Merah

Betapa terkejutnya si Naga Hitam Dari Selatan itu ketika dia menyaksikan adanya puluhan orang berpakaian merah. Semerah darah. Orang-orang tersebut berdiri dengan tegak. Wajahnya sangat sangar melambangkan kebengisan. Sorot matanya memancar dengan tajam. Seperti layaknya mata pedang. Ketua Adiyaksa mencoba menenangkan dirinya. Dia mulai melihat ke tempat sekeliling Perguruan Naga Langit. Dan orang tua itu lebih terkejut saat dia menyadari bahwa para penjaga perguruan ternyata sudah tewas. Malah ada pula beberapa puluh murid yang juga sudah meregang nyawanya. Waktu terus berjalan. Entah sejak kapan, tahu-tahu di halaman itu sudah semakin banyak orang-orang yang mengenakan pakaian serba merah darah. Mereka semua mempunyai penampilan yang serupa benar. Terutama sekali dari warna pakaian dan senjata mereka. Warna pakaian merah. Senjata juga berupa golok bersarung merah. Siapa mereka? Kenapa orang-orang itu membantai Perguruan Naga Langit? Ketua Adiyaksa mencoba untuk tetap tenang. M
Read more

Pembantaian

Suara dentingan nyaring ketika berbagai senjata beradu, terus terdengar memecahkan keheningan malam. Teriakan anggota Perkumpulan Iblis Merah dan murid Perguruan Naga Langit, menyatu dalam satu suara. Teriakan, lolongan panjang seperti sergala, bentakan dan geraman terus terdengar mengiringi nyaringnya benda keras beradu. Pertempuran di malam bulan purnama itu sangat sengit. Kedua belah pihak tidak ada yang mau kalah. Masing-masing terus berjuang untuk mempertahankan pihaknya sendiri. Beberapa waktu telah berlalu. Pertempuran yang sangat menegangkan itu telah berakhir. Pihak Perguruan Naga Putih kalah telak. Puluhan murid mereka tidak ada yang selamat. Walaupun sampai kini masih ada yang bernafas, namun dapat dipastikan bahwa mereka tidak sanggup menjalani hidup lagi. Para murid itu akan mati! Pasti! Sebab kondisinya sungguh mengenaskan. Darah menggenangi seluruh tubuhnya. Berbagai macam luka akibat sayatan dan tusukan, terlukis dengan sangat jelas. Bau anyir darah menyebar luas
Read more

Tiga Belas Serangan Raja Golok

Untunglah, sebagai orang yang dijadikan pemimpin dalam penyerangan, tentu kemampuannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Memang tidak salah juga kalau orang itu dijadikan pemimpin. Sebab apa yang dilakukan oleh dia selanjutnya cukup membuat Ketua Adiyaksa merasa kagum. Ketika serangan ganasnya terus datang beruntun tanpa berhenti, entah dengan cara bagaimana, tahu-tahu Ranu Brata telah berhasil melepaskan diri dari 'jeratan' tersebut. Tubuhnya masih utuh. Tidak ada luka. Tidak ada pula ekspresi wajah kepanikan. Wajah orang itu masih sama seperti sebelumnya. Tetap sangar sekaligus tenang. "Hemm, bagus. Ternyata kau mempunyai kemampuan juga. Aku jadi lebih bersemangat untuk bertarung denganmu," ujar si Naga Hitam Dari Selatan. Sesaat berikutnya, dia segera memasang kuda-kuda. Pedang Lemas Delapan Titik disilangkan di depan dada. Tenaga dalam dan hawa murni langsung dikerahkan oleh Ketua Adiyaksa dalam waktu yang hampir bersamaan. Perisai tak kasat mata sudah tercipta. Hawanya mem
Read more

Tewasnya si Naga Hitam Dari Selatan

Bukk!!! Caraka Candra terlempar jauh ke belakang. Dia jatuh bergulingan. Serangan barusan dilayangkan dengan pengerahan tenaga dalam. Sehingga walau hanya satu kali serangan, namun hal itu saja sudah cukup untuk membuatnya terluka. Darah segar langsung merembes keluar dari mulut dan hidungnya. Pemuda itu juga merasaka kalau dadanya sangat sakit sehingga kesulitan bernafas. Melihat dirinya yang sudah tidak berdaya, maka dua orang lawannya tertawa bergelak. Mereka langsung melompat ke depan dan seketika itu juga melayangkan tendangan serta pukulan keras ke beberapa titik penting di tubuhnya. Caraka Candra menggeram perlahan. Walaupun serangan lawan datang bertubi-tubi dan menimbulkan rasa sakit yang tidak sedikit, namun dirinya berusaha untuk tetap tidak berteriak. Dia takut kalau sampai berteriak, maka dirinya akan mengganggu konsentrasi kedua orang tuanya yang saat ini sedang bertempur mati-matian. Sehingga pada akhirnya, Caraka Candra hanya bisa menyalahkan diri sendiri. Kenap
Read more

Dendam yang Harus Dibalas

Lima anak buah Ranu Brata mengangguk secara bersamaan. Mereka langsung pergi lalu segera membakar Perguruan Naga Langit. Begitu api berkobar, Ranu Brata lalu berjalan pergi dari perguruan itu. Langkahnya tenang namun pasti. Dia tahu, sebentar lagi Perguruan Naga Langit pasti akan rata bersama tanah. Oleh karena itulah, dirinya tidak pernah menengok lagi ke belakang. Sementara itu, Caraka Candra masih terlentang di atas tanah. Luka-luka di tubuhnya sudah mengering. Seperti juga darahnya. Pemuda itu masih berada dalam keadaan tidak sadar. Entah berapa lama dirinya tidak sadarkan diri. Tetapi, secara tiba-tiba dirinya membuka mata ketika merasakan adanya hawa panas yang sangat menyengat kulit. Caraka Candra sangat terkejut ketika dia mengetahui bahwa Perguruan Naga Langit ternyata sudah hancur lebur dan menyatu bersama tanah. Kesedihan, kemarahan, semuanya bercampur menjadi satu. Caraka Candra bangkit berdiri. Walaupun hal itu terasa sangat sulit, tapi setelah berusaha sekuat tena
Read more

Lima Harimau Gunung

Wushh!!! Wushh!!! Bayangan manusia berkelebat dengan cepat. Lima Harimau Gunung telah mengambil tindakan. Mereka mengirimkan serangan berupa pukulan dan tendangan yang cepat sekaligus ganas. Melihat betapa hebatnya serangan lawan, mau tak mau Caraka Candra dibuat terkejut juga. Dia sungguh tidak menyangka bahwa Lima Harimau Gunung ternyata mempunyai kemampuan setinggi ini. Kelima orang itu menyerang dari segala sisi. Mereka benar-benar seperti kawanan harimau buas yang sedang kelaparan. Serangannya tidak pernah berhenti. Bahkan makin lama, mereka makin ganas dalam melancarkan jurusnya. Dalam pada itu, Caraka sedang berusaha sebisa mungkin untuk mempertahankan dirinya dari jurus-jurus lawan. Pemuda itu bergerak ke sana kemari. Kadang kala dia pun mengangkat kedua tangannya untuk memberikan tangkisan. Pada awal pertarungan, Caraka memang masih mampu meladeni Lima Harimau Gunung. Tetapi setelah lewat dari enam jurus, posisinya perlahan-lahan berubah. Dia mulai terdesak hebat. Puku
Read more

Permintaan Kakek Tua Misterius

Rintik air hujan sudah berhenti. Berhenti seluruhnya. Kegelapan malam pun sudah menghilang. Sekarang sudah tiada lagi rasa dingin menusuk tulang, yang ada hanyalah kehangatan yang memberikan kenyamanan. Pagi hari telah tiba. Sinar mentari di pagi ini terlihat begitu cemerlang. Awan putih berarak mengikuti arah mata angin. Burung-burung berterbangan ke sana kemari dengan lincah. Di pinggir hutan itu ada sebuah sebuah gubuk reot berukuran kecil. Gubuk itu beralaskan tanah dan beratapkan daun kelapa yang dianyam. Walaupun terlihat jelek, tapi jelas, gubuk itu membawa suatu kenyamanan tersendiri. Di sebuah pendopo kecil yang ada di depannya, seorang kakek tua sedang duduk seorang diri. Di depannya ada kopi hitam yang diseduh dalam cangkir bambu. Tidak lupa juga, kakek tua itu pun membakar tembakau yang sudah hampir habis. Wushh!!! Asap tembakau yang berwarna putih menggulung tebal ke depan ketika kakek tua itu menghembuskan nafasnya dengan panjang. Tidak lama kemudian, dari dalam g
Read more

Hancurnya Sebuah Gubuk Tua

Pemuda tampan yang selalu mengenakan pakaian serba hitam itu segera membalikkan tubuhnya. Tanpa banyak bertanya lagi, dia langsung saja melesat menggunakan ilmu meringankan tubuhnya. Di tengah perjalanan, Caraka Candra merasa sedikit terkejut. Sebab sekarang ini, tubuhnya tidak lagi terasa ngilu dan sakit seperti hari kemarin. Sekarang, tiba-tiba dia merasa lebih segar bugar daripada biasanya. Bahkan menurut anggapannya pribadi, ilmu meringankan tubuhnya seperti meningkat. Meskipun peningkatannya tidak terlalu banyak, tapi hal itu saja jelas bukan kejadian biasa. Caraka baru mengalami kejadian seperti ini. Dan dia benar-benar merasa aneh kepada dirinya sendiri. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Kenapa pula dia merasa tenaganya makin meningkat? Pemuda itu sebenarnya ingin terus memikirkan hal tersebut. Sayangnya, hal itu tidak bisa dia lakukan secara terus menerus. Selain daripada itu, secara tiba-tiba sepasang telinganya juga mendengar adanya dentuman keras yang berasal dari ara
Read more

Si Tongkat Dua Jalan

Saat itu, Caraka Candra sedang memusatkan perhatiannya ke depan sana. Dan pemuda serba hitam itu sangat terkejut ketika melihat si kakek tua telah kalah di tangan tujuh orang yang menginginkan kematiannya. Tapi, dia jauh lebih terkejut ketika menyadari ada sebuah bayangan yang sedang melesat ke arahnya. Caraka ingin menghindar, tapi sayangnya dia terlambat! Bayangan yang dimaksud sudah tiba di depan matanya! Wutt!!! Sebatang tongkat tahu-tahu melayang dan mengincar batok kepalanya. Serangan itu datangnya sangat cepat. Siapa pun tidak ada yang sanggup membayangkannya. Seluruh tubuh Caraka bergetar. Nyawanya di ujung tanduk. Untunglah pada saat-saat yang menentukan itu, dia masih dapat mengingat keadaan dirinya. Dalam kekagetan, tubuhnya tiba-tiba melayang mundur sejauh enam langkah. Ancaman dari tongkat sirna saat itu juga. Dia pun selamat dari maut! "Siapa kau?" tanya si Tongkat Dua Jalan yang kini telah berdiri tepat di hadapannya. "Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah orang y
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status