Semua Bab Pernikahan Berselimut Noda: Bab 21 - Bab 30

40 Bab

Jatuh Sakit

Malam ini hujan turun sangat deras. Aku segera beranjak menuju ke jendela kamar dan mengintip keluar. Dahan-dahan pepohonan yang tumbuh di sekitar rumah tampak meliuk-liuk akibat terpaan angin yang cukup kencang.Sudah pukul 11 malam, namun Mas Wira belum juga pulang. Pikiranku mendadak cemas. Takut terjadi apa-apa dengannya. Sudah dua hari kepergian mama ke London guna mengantar Priska. Selama itu pula aku dengan Mas Wira belum bertegur sapa. Jika memang Mas Wira kecewa denganku, aku juga tak kalah kecewa dengannya. Akan tetapi, sehebat apapun rasa kecewaku terhadapnya, tak bisa kupungkiri jika aku pun mencemaskan kepulangannya.Dari tempatku berdiri, aku dapat melihat mobil Mas Wira yang baru saja memasuki halaman rumah. Kuhela napas sembari tersenyum lega. Senang rasanya jika orang yang kita tunggu kepulangannya, akhirnya tiba dengan selamat.Aku melangkah turun ke lantai bawah. Kami berpapasan di ruang tamu. Aku terkesiap begitu melihat wajah Mas Wira yang tampak kuyu dan pucat
Baca selengkapnya

Terbongkar!

"Mas, boleh aku tanya sesuatu?" tanyaku di suatu pagi tatkala Mas Wira sedang mengancingkan kemejanya."Boleh. Tanya aja," sahutnya mempersilakan."Emm ... itu ... punggung Mas Wira bekas kena luka apa?" tanyaku hati-hati."Oh ... ini. Biasalah, akibat sok jagoan," jawabnya santai."Maksudnya?" Alisku bertaut.Mas Wira tersenyum. "Kejadiannya sudah sangat lama. Sewaktu aku masih SMA. Sok-sok nyelametin cewek pas tawuran ya jadi gini lah.""Oh. Trus keadaan ceweknya gimana?" tanyaku."Untungnya tidak apa-apa. Dia selamat, dan aku bersyukur sekali mendengarnya. Meski setelahnya, lukaku yang jadi dobel. Di belakang juga di depan." Mas Wira menunjuk dadanya sendiri.Mungkin maksudnya hatinya juga turut merasakan kesakitan. Meski tak menanyakan apa penyebabnya, namun aku merasa jika Mas Wira sedang membicarakan wanita itu. Seorang wanita yang dicintainya sejak masih SMA. "Maksudnya, Mas menyelamatkan cewek yang Mas suka itu?" tanyaku seraya menelan ludah. Pahit.Ia mengangguk. Jemariku me
Baca selengkapnya

Kesakitanku

Dengan tubuh gemetaran, aku pun bergegas masuk ke dalam kamar. Pikiranku kosong, dan kedua telapak tanganku sangatlah dingin. Sepasang tungkai kakiku lemas tak bertenaga. Rasanya aku masih tak percaya dengan apa yang baru saja kudengar.Tak berapa lama, pintu didorong dari luar. Mas Wira masuk dengan terburu-buru."Yessi, anak kita sungguh kuat, ya—""Dia bukan anak kamu, Mas!" potongku cepat dengan suara bergetar.Mas Wira mendekatiku dan mencoba meraih tanganku, namun segera kutepis."Yessi, tidak semua yang kamu dengar tadi itu benar," ujarnya meyakinkanku."Tapi memang kebenarannya begitu, kan?" Aku membuang tatapan ke arah lain, tak berniat memandang wajahnya yang menghiba."Yessi—""Bodoh sekali aku berharap lebih pada sesuatu yang memang tidak pantas untuk diharapkan!" Lagi-lagi aku memotong tegas perkataannya. "Apa maksudmu?" tanyanya.Kuhela napas demi melonggarkan dada yang terasa amat sesak. Seiring bulir-bulir air mata yang kini mulai berjatuhan tanpa bisa kutahan lagi.
Baca selengkapnya

Celakalah Dia!

"Hufftt ...!" Aku mendengkus kuat-kuat, begitu membuka mata dan berhasil mengumpulkan kesadaran beberapa detik yang lalu, ternyata Tuhan masih memberikan cadangan nyawa untukku.Ya, aku masih hidup.Padahal akan lebih baik jika aku tiada saja. Entah apa maksud dari Sang Pemilik Nyawa membiarkanku tetap hidup hingga saat ini. Apakah Ia terlalu senang melihatku menderita?Apakah Ia senang karena tengah mempermainkanku?Pandanganku kemudian beralih ke sebelah kiri.Apakah dengan menarik selang infus yang menancap di tanganku, akan membuatku mati dengan seketika? Aku sudah bersiap untuk menariknya. Akan tetapi, pintu mendadak terbuka dan Mas Wira pun masuk ke dalam. Membuatku urung melakukannya.Seketika aku langsung memalingkan wajah. Rasanya tak sudi aku melihatnya setelah teringat akan pengakuannya yang membuatku tak sadarkan diri. Pengakuan cinta sekaligus kebej*tan yang telah dilakukannya, nyatanya berhasil membuatku melambung tinggi ke angkasa namun akhirnya terhempas saat itu juga
Baca selengkapnya

Satu Lagi Rahasia

Setelah dua hari diopname, aku pun diperbolehkan pulang ke rumah. Tak ada pesan khusus dari dokter untukku. Beliau hanya menyarankan agar pikiranku jangan terlalu stres. Sungguh mustahil jika aku tidak stres. Masalahku yang bertubi-tubi seperti tak ada habisnya, sudah cukup memeras otakku. Apakah aku harus kembali ke psikiater lagi? Bosan rasanya jika harus menenggak obat penenang terus-terusan.Akan tetapi, jika tidak seperti itu bisa dipastikan sebentar lagi aku akan dirawat di RSJ.Dan selama dua hari aku menginap di rumah sakit, selama itu pula tak ada satu orang pun dari keluargaku atau keluarga suamiku yang datang menjengukku. Sedih? Tidak sama sekali.Keluargaku jelas tidak tahu jika aku sedang dirawat. Dan keluarga suamiku? Wah, tentu akan lebih baik jika mereka tidak datang. Aku tak pernah mengharapkan kedatangan mereka sama sekali. Dan syukurnya, Tuhan mengerti akan keinginanku.Beberapa saat kami hanya saling diam. Hingga mobil yang kami tumpangi melewati pondok tempat ber
Baca selengkapnya

Obat Hati

"Kenapa kau dulu tidak menikahi Priska saja? Bukankah ibumu lebih menyukainya ketimbang aku? Orang tuanya bahkan lebih kaya dari orang tuaku. Pasti kalian akan mendapatkan lebih dari apa yang sudah diberi oleh orang tuaku!" Mas Wira melirik tajam ke arahku. Mungkin tersinggung dengan ucapanku barusan. Biar saja. Aku memang sengaja ingin memancing emosinya. Namun sayangnya hanya sebentar. Setelahnya, ia kembali fokus menatap layar macbooknya."Priska cantik, modis, kuliahnya di luar negeri. Apa lagi yang kurang darinya?" "Dia bahkan memiliki daya tarik yang mampu memikat lelaki. Aku saja yang wanita kagum padanya." Lagi, aku kembali memancingnya.Sial! Lelaki itu bahkan terlalu asik dengan pekerjaannya. Ia tak mengacuhkanku sama sekali. Kesabaranku nyaris habis sekarang."Aku ingin cerai saja," ucapku akhirnya. Mas Wira kembali menghadiahiku tatapan tajam yang menusuk. "Kamu bilang apa?""Aku sangat lelah. Aku benar-benar ingin menyerah. Tolong lepaskan aku. Bisa kan?" ucapku memela
Baca selengkapnya

Saling Menebak Rasa

Jantungku kian bertalu-talu. Sampai-sampai aku bisa mendengar suara degup jantungku sendiri. Siapa pemilik nomor ini?Foto profilnya kosong, bahkan namanya saja tidak ada. Sepertinya memang sengaja tidak ditulisnya. Kusentuh tombol hijau guna memanggil si pengirim foto tak bernama. Hanya berbunyi tut ... tut ... tut .... Namun sepertinya tidak aktif.Apakah ini nomor baru Mas Wira? Menurut pengakuannya bukankah dia yang telah memerkosaku? Tapi untuk apa dia mengirimiku gambar ini? Apakah dia bermaksud menerorku? Tidak mungkin. Mas Wira tidak mungkin melakukan hal bodoh seperti ini.Apakah kutelepon Mas Wira saja, ya? Aku ingin menanyakan hal ini padanya. Namun ketika aku sudah bersiap meneleponnya, tiba-tiba saja aku urung melakukannya. Aku tidak boleh gegabah. Sebaiknya, kucari tahu dulu sembari diam-diam menyelidiki Mas Wira. Apakah benar dia pengirimnya?***Jam menunjukkan angka lima tatkala Mas Wira sampai di rumah. Wajahnya terlihat tegang bercampur lelah tak seperti biasanya.
Baca selengkapnya

Sebuah Teror

Aku baru saja masuk ke dalam kamar dan tak menemukan keberadaan Mas Wira di sana. Sudah pukul delapan malam namun suamiku itu belum juga turun untuk makan malam. Tidak biasanya ia seperti ini."Mas ...!" Kupanggil dia seraya mengetuk pintu kamar mandi. Siapa tahu ada di dalam. Namun tak ada sahutan. Sepertinya memang kosong. Ke mana ya, Mas Wira?Samar-samar, aku mendengar suara Mas Wira sedang mengobrol di balkon. Aku lantas berjalan ke arah sana. Pintu balkon dalam keadaan terbuka sedikit. Agar tidak ketahuan, aku memilih mengintip keluar melalui gorden yang sedikit kusibakkan.Tampak Mas Wira yang sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon genggamnya dengan raut wajah tegang. Sampai-sampai aku bisa melihat rona wajahnya yang memerah karena emosi. Sedang berbicara dengan siapa dia? Kenapa bisa sampai seemosi itu?Kutajamkan pendengaranku demi mendengar obrolannya."Jangan pernah ganggu istriku! Kau hanya bisa merusaknya saja! Ke mana pun kau lari, aku akan terus mengejarmu!"
Baca selengkapnya

Gara-Gara Panci

Pikiranku melayang entah ke mana. Padahal aku sedang menggoreng ikan sekarang. Teror dari orang itu membuat pikiranku seketika buntu. Setelah insiden itu, Mas Wira hanya menenangkanku saja. Meski aku berharap ada suatu tindakan yang dilakukannya untukku. Entahlah, aku sendiri pun enggan memaksanya. Kelelahan yang menggelayut di wajahnya membuatku cukup merasa segan untuk mengganggunya."Non, jangan ngelamun, nanti ikannya gosong," bisik Bi Inah yang membuatku spontan terkejut."Oh ... iya, Bik." Tanganku dengan lincah membalik ikan di penggorengan."Daging prestonya kayaknya sebentar lagi mateng tuh, Non." Bibi mengingatkan sambil menunjuk tungku sebelah yang di gunakan untuk memasak rawon menggunakan panci presto.Aku pun mengangguk. Bik Inah lantas beranjak dari sisiku. Seperti tak sadar, aku pun kembali dalam lamunanku. Tak berapa lama, aku dibuat terkejut dengan bunyi nyaring dari panci presto. Buru-buru kukecilkan api kompor. Setelah agak lama dan kupastikan rawonku telah mat
Baca selengkapnya

Kisah Dari Diary Usang

Iseng, aku lalu membuka lemari khusus yang digunakan untuk menyimpan barang-barang lamaku. Dari mulai pernak-pernik, kemudian buku-buku pelajaran semasa SD, SMP, maupun SMA, semua kusimpan rapi di dalam lemari tersebut.Kubuka dan kuperiksa satu per satu barang 'bersejarah' penuh kenangan yang telah menemaniku dari masa ke masa itu.Tanganku meraih sebuah buku diari zaman SMA milikku yang masih tampak rapi meskipun sudah lama tak tersentuh. Bibirku menyunggingkan sebuah senyum tipis kala membuka lembaran demi lembaran kertas yang mulai tampak usang tersebut. Bukan kisah percintaan. Melainkan sebuah barisan tulisan konyol teman-teman sekelasku yang menuliskan tentang data dirinya.Secara tak sengaja, aku menemukan selembar foto yang terselip di antara lembaran kertas tersebut. Lagi-lagi aku tersenyum melihatnya. Sebuah foto diriku bersama dengan seorang teman lelaki yang bernama Yudha. Dia adalah kakak kelasku. Lelaki berkaca mata dan bertubuh sangat subur. Kulitnya putih bersih, ora
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status