Home / Pernikahan / Pernikahan Berselimut Noda / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Pernikahan Berselimut Noda: Chapter 11 - Chapter 20

40 Chapters

Ke Psikiater

Tepat pada saat jam makan siang tiba, Mas Wira datang menjemputku. Ia langsung masuk ke dalam kamar guna menemuiku."Sudah siap, Yessi?"Aku yang baru saja selesai berdandan, seketika menoleh dan mendapati dirinya telah berdiri di ambang pintu. "Sudah, Mas," sahutku seraya meraih slingbag yang sebelumnya sudah kupersiapkan di atas nakas.Kami pun berjalan beriringan. Ketika melewati ruang tengah, ada mama di sana yang sedang asik menonton televisi. "Mau pergi ke mana kalian?" tanyanya seolah menginterogasi. "Ke rumah teman, Ma," sahut Mas Wira."Penting banget ya temen kamu itu, sampai-sampai kamu pulang cepet dari kantor." "Kamu tau kan Wira, kalau perusahaan kita itu sedang tidak baik-baik saja. Itu artinya perusahaan sedang butuh sentuhan tangan kamu.""Ayolah, tunjukkan totalitas kerja kamu. Semangat untuk menaikkan kembali nama perusahaan kita. Jangan seenaknya keluar-keluar sementara jam kantor masih panjang."Aku tak tahu mengapa mama malah jadi membahas perusahaannya. Namu
Read more

Ngidam Malam-Malam

Namun, di tengah perjalanan, tiba-tiba pandanganku menangkap sosok seperti Bram. Dia terlihat akan menaiki sepeda motornya yang sedang terparkir di depan sebuah ruko.Mataku sampai memicing demi memastikannya. Ya! aku tak salah lihat kalau orang itu adalah Bram. Meskipun hanya sekilas, aku sangat yakin jika itu dia. Tiga tahun menjalin kasih, tak membuatku lupa tentang bagaimana bentuk postur tubuhnya. Tapi, kenapa lelaki itu ada di sini? bukankah katanya dia sedang berada di Palembang karena katanya hendak merintis usaha baru milik ayahnya, dan akan kembali setelah lima bulan? Sementara sekarang ini baru dua bulan semenjak kepergiannya. Aku jelas tahu. Sebab, dia pergi meninggalkan kota ini di saat hubungan kami masih baik-baik saja. Dan memutuskanku begitu saja pada saat dia sedang berada di luar kota."Ada apa, Yessi? kamu sedang melihat apa?" tanya Mas Wira tiba-tiba dan hampir membuatku terlonjak saking kagetnya."A-anu, Mas ... itu—""Pingin rujak lagi?" potong Mas Wira."Buk
Read more

Bilur Biru

Siang ini, aku tengah berkutat di dapur. Sebab ibu mertua menyuruhku membuat camilan kesukaannya, cupcake keju. Awalnya semua baik-baik saja ketika aku mulai mengayak bahan-bahan keringnya terlebih dahulu. Hingga masalah pun dimulai pada saat aku mulai memasukkan telurnya. Seperti biasa, aku tak menggunakan masker lantaran nyonya besar berdiri di sebelahku bak manekin di Pasar Tanah Abang guna mengawasiku.Refleks, aku langsung menutup mulut begitu tercium aroma amis dari telur, yang langsung membuatku mual.Mungkin saking refleksnya, hingga tanpa sengaja tanganku malah menyenggol mangkuk kaca berisi telur yang baru saja kupecahkan. Akibatnya, mangkuk kesayangan mama mertua yang katanya beli di India itu akhirnya jatuh ke lantai, dan akhirnya ....Prang!Pecah.Sontak, raut wajah mama langsung berubah warna memelototiku."Kenapa kau pecahkan mangkuk kesayanganku, hah?! Itu telurnya berceceran ke mana-mana. Rugi saya rugi! Manabau amis lagi. Dasar bloon!" makinya.Na'asnya lagi, aku
Read more

Emosi Suamiku

"Yessi ...!" Panggilnya lagi."Apa perlu aku yang melakukannya?" Mas Wira kemudian berjongkok dan bersiap menaikkan celana panjangku ke atas. Refleks, aku langsung menjauhkan kakiku."Kenapa?" Ia menatapku tajam."Mas sendiri mau apa?" tanyaku memberanikan diri."Cuma mau liat kaki kamu." Pria di hadapanku ini kembali menaikkan celana yang kukenakan.Aku bergegas menahan tangannya. "Memangnya apa yang mau dilihat sih, Mas? kakiku normal. Nggak ada yang aneh dengan kakiku," protesku.Namun ia seperti tak peduli dengan aksi protesku barusan. Tanganku nyatanya tak lebih kuat dalam menahan gerakannya yang sedikit memaksa, ketika ia menaikkan gulungan celanaku ke atas. Lalu sesuatu yang kutakutkan itu pun terjadi."Ini apa?" tanyanya dingin sembari menunjuk bagian paha dan betisku yang terdapat beberapa bilur warna biru. Matanya tajam menatapku.Aku hanya bisa menelan ludah. Lidahku mendadak berat tak bisa menjawab. Pandanganku memindai raut wajah lelah bercampur geram yang kini berjongko
Read more

Priska?

"Mas, aku numpang mobilnya ya," pinta Reni begitu kami keluar kamar."Mas buru-buru, ada meeting di kantor," sahut Mas Wira acuh tak acuh."Ish, pelit banget, sih. Kita kan searah, Mas." Reni memohon sembari mengekori Mas Wira di belakangnya."Tidak bisa!" jawab Mas Wira tegas sembari berjalan menuruni tangga.Sampai di bawah, kebetulan pula ada mama yang sedang berdiri di dekat tangga. Mas Wira melewati mama begitu saja. Sementara adik perempuannya tetap membuntuti di belakangnya, bersikeras ingin menumpang mobilnya."Wira, antar sekalian adikmu ke sekolah dulu, dong. Kan kalian searah. Kasihan adik kamu udah telat." Mama ikut-ikutan membujuknya.Mas Wira tak memedulikan bujukan sang mama. Lelaki itu terus melangkahkan kakinya hingga ke pintu mobil. Mau tak mau mama juga terpaksa mengikutinya sampai ke teras rumah, posisinya agak jauh dari tempatku berdiri."Wira!" hardik mama.Mas Wira tak jadi membuka pintu mobilnya. Ia pun berbalik badan."Ada apa lagi, Ma? Wira buru-buru, sebab a
Read more

Ada Cerita Dari Sang Mantan

"Oh, mantan pacar, ya?" sahutku setelah sempat termangu beberapa detik. Setelahnya, aku membantu Bik Inah menyiapkan bahan-bahan untuk diolah menjadi menu makan siang. "Nggak usah, Non. Biar bibik aja. Non duduk aja liatin bibik sambil kita ngobrol-ngobrol," tolak Bik Inah."Nggak apa-apa, Bik. Justru sambil ngobrol, tangan juga harus bekerja," sahutku sembari menyiangi sayur bayam."Bik ...!" panggilku lagi."Ya, Non.""Memangnya mantan pacarnya Mas Wira sering main ke sini, ya?" tanyaku akhirnya, tatkala rasa penasaran tidak bisa kutahan lagi."Dulu sering sih, Non. Cuma semenjak Non Priska kuliah di luar negeri, ke sininya ya cuma pas libur doang," sahut Bik Inah sembari mengupas bawang merah. Oh, kuliah di luar negeri?Aku manggut-manggut seraya mengusap kedua mataku yang perih akibat terkena hawa bawang merah yang sedang dikupas oleh Bik Inah.Beliau yang mengupas, mataku yang perih."Nggak usah nangis, Non. Non Priska kan cuma masa lalu. Kalau Non Yessi kan masa sekarang dan
Read more

Cemburu

Entah kenapa, tungkai kakiku rasanya sangat lemas sekali. Aku kemudian memilih duduk di teras. Sembari termangu, aku terus berpikir, apakah yang kulihat barusan itu nyata?Aku lalu menepis perasaanku jauh-jauh. Memangnya kenapa jika mereka masih berhubungan? toh, aku tak punya hak melarang. Mas Wira mau menikahiku saja, aku sudah sangat bersyukur. Harusnya, aku berterimakasih padanya lantaran telah sudi menutupi kotoran di tubuhku. Harusnya, aku tak berharap banyak pada pernikahan ini. Harusnya, aku tak sakit hati padanya.Harusnya, aku tak cemburu pada Priska.Harusnya, aku bisa menahan benih-benih cinta yang dengan tidak tahu dirinya malah tumbuh perlahan di hatiku.Lalu, apa arti ciumannya di hotel waktu itu?Lalu, apa arti kebaikan dan perhatiannya selama ini padaku?Lalu, apa arti pembelaannya untukku ketika aku disakiti oleh ibunya?Lalu, apa arti kecupan di dahiku pagi tadi?Salah sendiri Mas Wira baik padaku.Salah sendiri Mas Wira perhatian padaku.Salah sendiri Mas Wira
Read more

Suamiku Dan Masa Lalu

Akhirnya, rencana kami untuk pergi ke psikiater pun batal. Tanggung juga mengingat waktu praktik dokter Maura yang sudah hampir habis. Ujung-ujungnya Mas Wira malah membawaku keliling-keliling.Tak ada percakapan sedikitpun selama di perjalanan. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri, sementara Mas Wira sibuk ... menyetir.Setidaknya, itu yang kutangkap dari visualnya yang terlihat sedang serius mengemudi. Tak tahu isi dalamnya bagaimana, apakah sama seperti diriku yang juga sibuk berpikir. Memikirkan ucapannya yang tadi, hingga sampai sekarang pun masih terngiang-ngiang di telingaku."Sudah makan?" tanyanya."Sudah," ceplosku tiba-tiba saking hilangnya konsentrasi.Ah, mestinya kujawab belum, karena aku memang belum makan siang tadi. Bisa-bisanya mulutku ini memfitnah lambungku yang sudah kelaparan. Tiba-tiba,krruuuukk!"Eh!" Aku sontak memegangi perutku yang baru saja bernyanyi. Sementara Mas Wira tampak mengulum senyum ketika aku meliriknya. Sembari menggosok dagunya dengan tangan
Read more

Banyak Hal Yang Mengejutkan

Ketika akan memasuki pekarangan rumah, tak sengaja kami pun berpapasan dengan mobil milik papi yang terlihat baru saja keluar dari pintu pagar.Sontak, aku pun terkejut. Tumben? ada keperluan apa papi ke sini? "Mas, itu mobil Papi ya, kan?" Aku menunjuk mobil yang dikendarai oleh Pak Heru selaku ajudan papi tatkala melintasi mobil kami. Akan tetapi aku tak melihat keberadaan papi yang biasanya duduk di sebelahnya."Sepertinya iya," sahut Mas Wira singkat.Hatiku bertanya-tanya seiring dengan berlalunya mobil berwarna hitam itu hingga hilang dari pandangan.Sepertinya papi memang tidak ikut. Ah, mana mungkin juga papi mau ikut ke sini? memangnya aku terlalu istimewa, sampai-sampai papi rela datang ke sini demi mengunjungiku yang ia sebut sebagai anak nakal pencoreng nama baik keluarga? itu benar-benar mustahil. "Mas Wira dari mana aja, sih?" seru Priska sembari bergelayut manja di lengan Mas Wira, begitu kami turun dari mobil. Ya Tuhan, anak ini. Tidakkah dia melihat bahwa ada aku
Read more

Malam Keramat

"Mas, lepas!" tolakku sembari terus menekan dadanya. Entah kenapa aku merasa tidak suka diperlakukan seperti ini."Mas, tolong jangan begini. Apa maumu? bukankah kamu pernah bilang bahwa kamu paham jika aku belum siap melakukannya?" Aku terus berupaya mendorong tubuh kekarnya yang menindihku.Bukannya beringsut pergi, Mas Wira justru bertindak semakin menggila. Ia kini mencumbuku. Kedua tanganku dinaikkannya keatas. Membuatku sangat ketakutan dan tubuhku gemetar hebat. Trauma itu datang lagi."Kamu sudah sembuh Yessi. Walau bagaimana pun aku ini lelaki normal," bisiknya disela cumbuannya.Mas Wira menuntut haknya. Aku menggeleng pedih. Aku belum sembuh, Mas. Tidakkah kau bisa merasakan betapa gemetarnya tubuhku saat ini? Oh, Ya Tuhan, apakah kebanyakan lelaki seperti ini? hanya mementingkan egonya sendiri dan tak peduli dengan kondisi pasangannya sama sekali?Akhirnya, malam keramat itu pun terjadi. Aku melaluinya dengan penuh kepasrahan di sela desahan napasnya yang terdengar menggeb
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status