Home / Romansa / Mantan Simpanan Ayah Mertua / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Mantan Simpanan Ayah Mertua: Chapter 51 - Chapter 60

98 Chapters

Bab 51. Neraka untuk Evita

Evita sampai tidak bisa berkata-kata setelah mendengar pengakuan Grady. Ternyata, selama ini sang suami tahu tentang Lody yang suka mengganggu dirinya. Namun, lelaki itu justru berpura-pura tidak tahu dengan maksud untuk menyiksanya. Benar-benar tidak disangka, bahwa Grady akan sekejam itu terhadap dirinya.“Kenapa? Kaget, aku tahu semuanya?” tanya Grady enteng sambil menaikkan alis.Wanita itu menunduk dan membiarkan air mata terus mengalir di kedua pipi. Jangankan untuk menjawab pertanyaan Grady, untuk sekadar meneguk ludah saja dia kepayahan. Napas Evita tercekat, dan rasanya begitu sesak.“Sudah diapain aja kamu sama dia?” tanya Grady dengan nada mengejek.Tak ada jawaban yang bisa Evita beri untuk lelaki itu. Dia tidak mungkin mengatakan bahwa Lody sudah membuatnya klimaks, bukan?“Jangan bilang kalau kalian pernah main!” Grady mendelik, bukan dengan raut marah melainkan seperti orang yang sedang menerka sesuatu. “Atau jangan-jangan malah kamu kesenengan karena bisa main sama dia
Read more

Bab 52. Air Mata dan Rintih Kesakitan

Sudah beberapa hari sejak mereka kembali ke rumah. Setiap malam, Grady selalu pergi dan pulang dalam keadaan mabuk. Entah mabuk berat atau sekadar minum. Dalam kondisi seperti itu, Grady selalu bersikap kasar pada Evita. Mulai dari sekadar berkata tajam, hingga memaksakan kehendak untuk berhubungan badan. Lelaki itu memperlakukan Evita lebih rendah dari seorang wanita murahan.Pun begitu dengan malam ini yang terasa seperti malam-malam sebelumnya. Grady pulang dalam keadaan mabuk. Begitu masuk ke kamar, lelaki itu langsung menghujani Evita dengan sumpah serapah.“Punya otak nggak, sih, kamu? Aku tadi nyuruh kamu apa? Kenapa kemeja yang ini masih kotor, hah?!” bentak Grady seraya melempar kemeja kotor itu ke wajah Evita.Wanita itu mengerutkan badan sambil menangkap kemeja tersebut. Dia takut Grady akan memukulnya, meski sejauh ini lelaki itu tidak melakukan hal tersebut. Evita sudah berusaha untuk berdamai dengan semua rasa sakit ini. Namun, tetap saja bentakan Grady terasa seperti pu
Read more

Bab 53. Menolak Cemas

Punggung telanjang Evita bergetar, meringkuk membelakangi Grady yang sudah terlelap usai menyakiti dirinya. Wanita itu memeluk selimut di bagian dada dengan air mata yang terus menetes deras. Luka fisik dan batin ini membuatnya lelah, sangat lelah. Bahkan untuk bangun dan membersihkan diri saja dia tidak mampu. Wanita itu terisak lirih dan membiarkan tubuhnya tak beranjak dari atas ranjang, hingga perlahan-lahan dirinya terlelap karena terlalu lelah menangis.Saat terbangun, Grady merasakan pengar seperti pagi-pagi yang sering dia jumpai beberapa waktu terakhir. Lelaki itu memijit pelipis sambil meringis. Setelah merasa lebih baik, Grady pun bangkit. Namun, pandangannya langsung terarah pada tubuhnya yang masih dalam keadaan tak berpakaian sama sekali. Lelaki itu berdecak lalu menutup wajah dengan telapak tangan sambil mendesah keras.Grady ingat apa yang sudah dia lakukan semalam. Bagaimana dia menggagahi istrinya dengan tidak berperasaan. Namun, tidak biasanya dia terbangun dalam ke
Read more

Bab 54. Ikhlas

“Sudah merasa lebih baik?” tanya sebuah suara yang terdengar familiar.Evita menoleh ke arah pintu dan mendapati Arman yang berjalan mendekat padaya. Lelaki paruh baya itu membawa sebuah keranjang berisi buah-buahan segar di tangan kanannya, serta senyum hangat yang menghiasi wajah.“Pa,” balas Evita seraya berusaha untuk bangkit.“Tidak perlu!” cegah Arman. “Kamu tiduran saja,” lanjutnya.Meski Arman memintanya seperti itu, Evita tetap merasa tidak enak. Tubuhnya memang terasa lemah, tapi tak berarti dia tidak bisa melakukan apa-apa. Sehingga, wanita itu tetap beringsut duduk menyambut kedatangan ayah mertuanya.“Sudah saya bilang, tidak perlu bangun,” ujar Arman begitu sampai di samping ranjang.Lelaki paruh baya itu meletakkan keranjang di atas nakas lalu menumpuk bantal di belakang Evita, agar sang menantu dapat bersandar dengan lebih nyaman.“Bagaimana kondisi kamu?” tanya Arman khawatir. “Tadi pagi, saya melihat Grady gendong kamu dan … kelihatan panik,” lanjut lelaki itu.Evita
Read more

Bab 55. Senyum dalam Luka

Semua perhatian terpusat pada Grady. Lelaki itu tak beranjak dari tempat, hingga beberapa saat. Bahkan, ketika Ranti dan Dewi menyapanya, Grady hanya merespons dengan anggukan kecil. Untuk itu, Evita segera mengambil tindakan, agar kedua temannya tidak melihat murka sang suami."Mh ..., Ran, Wi. Makasih, ya, martabaknya. Makasih juga sudah mau menjengukku," ucap Evita dengan raut sungkan pada kedua temannya."Oh, iya." Ranti segera menutup kotak martabak lalu meletakkannya di samping keranjang buah. "Kalau gitu, kami pamit dulu, ya.” Tanggap dengan maksud Evita, Ranti lantas berpamitan. Wanita itu menyenggol lengan Dewi, memberi kode pada sang teman untuk segera berpamitan juga."He em, Ev. Kami pulang dulu. Jangan lupa martabaknya dimakan," kata Dewi sambil menunjuk kotak di atas nakas.Evita mengangguk sambil tersenyum kecil."Makasih, ya," ucapnya lagi.Sepeninggal kedua teman Evita, Grady baru melangkah masuk ke ruang perawatan. Ekapresi lelaki itu terlihat dingin, dengan tatapan
Read more

Bab 56. Martabak Keju Spesial

“Pak,” panggil Bagas.Suami Evita itu tergagap. Grady berdeham, kemudian berkedip cepat beberapa kali. Lelaki itu terlalu fokus dengan sikap Evita yang seolah tak mempan dia siksa. Pikirannya hanya dipenuhi dengan pertanyaan seputar cara apa yang mampu membuat Evita tersakiti.“Oh, maaf. Bisa ulangi sekali lagi?” pinta Grady.Bagas mengangguk sebagai respons.“Pihak Multitama Asia membatalkan kerjasama dengan kita.” Bagas menunjuk sebuah dokumen ke hadapan Grady. “Dan mereka telah menandatangani kerjasama dengan Primandaru Inc. beberapa jam yang lalu,” lanjut Bagas.Napas Grady terembus keras.“Kurang ajar!” Lelaki itu menggebrak meja lalu meremas dokumen di hadapan dan melemparnya dengan asal. “Sudah kuduga, Primandaru akan menghasut mereka. Licik sekali!” geram Grady.“Bukan hanya itu, Pak.” Bagas memasang raut tegang di wajahnya. Asisten Grady itu kemudian mengelurkan ponsel dan menunjukkan layarnya pada sang atasan. “Mereka juga mencuri ide kita,” lanjut Bagas.Wajah Grady langsun
Read more

Bab 57. Bumerang

Pelukan hangat menjadi jawaban atas permintaan maaf itu. Evita langsung menghambur dalam dekapan Grady, dengan netra yang berurai air mata.“Aku sudah memaafkan kamu, Grad. Aku selalu memaafkanmu,” ucap wanita itu disertai air mata haru.Sebuah usapan lembut, Grady berikan di kepala hingga punggung Evita seraya berkata, “Makasih, Sayang.”Perlahan-lahan, senyum di bibir Grady memudar. Berganti dengan sebuah seringai keji serta netra yang menyorot licik seraya membatin, ‘Makasih, karena kamu sudah membuka pintu untukku.’Evita sama sekali tidak curiga. Meski di awal dia sempat merasa permintaan maaf ini begitu mendadak dan aneh. Namun, usaha untuk memahami perasaan sang suami justru berakhir menjadi bumerang untuk diri sendiri.Usai mendapatkan maaf dari sang istri, sikap Grady berubah menjadi lebih lembut. Seperti sebelumnya, Grady memang pandai bersandiwara. Setiap ucapan manisnya mampu membuat Evita dengan begitu mudah terpedaya.Pagi itu, Grady yang sebelumnya tidak pernah lagi men
Read more

Bab 58. Runtuhnya Kepercayaan

Suara pintu yang diketuk dengan cepat, membuat Evita tergesa-gesa keluar dari kamar mandi. Wanita itu berjalan sambil mengikat tali jubah mandi. Sampai-sampai, rambutnya yang setengah basah, dia biarkan tergerai begitu saja.“Iya, sebentar,” teriak Evita agar seseorang di luar sana berhenti mengetuk.Semakin Evita dekat dengan pintu, semakin panik pula dirinya. Karena selain suara ketukan, Evita juga mendengar suara tangisan. Wanita itu pun mendengarkan dengan seksama, sampai akhirnya dia tahu siapa yang menangis di depan pintu kamar.“Tania!” seru Evita seraya berlari lebih cepat ke arah pintu.Buru-buru dia buka pintu dan wanita itu langsung dihadapkan pada Tania yang menangis sesenggukan. Evita berjongkok, menyejajarkan tingginya dengan gadis kecil itu.“Tania! Apa yang terjadi? Kenapa kamu nangis, Sayang?” tanyanya cemas seraya menyeka air mata di wajah Tania.“Ma—mama ….” Gadis kecil itu terbata-bata dan justru melanjutkan ucapannya dengan raung tangisan. Jari mungil gadis itu me
Read more

Bab 59. Tak Ingin Meminta Simpati

Gracy berlari dan menghambur dalam pelukan Grady ketika adik laki-lakinya itu datang.“Grace? Kamu nggak apa-apa?” tanya Grady cemas.Tidak ada yang Gracy ucapkan sebagai jawaban. Wanita itu hanya menggeleng dan tersedu dalam dekapan.Grady pun tidak mencecarnya lagi, karena dia tahu hal itu hanya akan membuat Gracy semakin tertekan. Lelaki itu mengusap punggung sang kakak sampai akhirnya Gracy sedikit lebih tenang dan mulai bisa bicara. Mereka duduk bersisian di sofa dengan Grady yang terus menggenggam tangan sang kakak.“Aku nggak nyangka kalau dia akan melakukan kekerasan seperti ini,” ujar Grady.“Dia sudah lama selingkuh, Grad. Dan bodohnya, selama ini aku nggak pernah curiga,” adu Gracy.Grady menundukkan kepala sambil menarik napas dalam. Dia ingin bilang pada sang kakak kalau dia sudah tahu sejak lama, bahkan pernah memergoki dengan mata kepala sendiri bahwa kakak iparnya itu memang suka bermain wanita. Namun, sepertinya hal itu hanya akan menambah berat beban yang dirasakan G
Read more

Bab 60. Gaun Seksi

“Siap?” tanya Grady.Evita mengangguk lantas bangkit menyambut uluran tangan si lelaki. Hari ini, Grady akan mengajak Evita untuk membeli gaun. Lelaki itu mengatakan bahwa tamu undangan yang lain adalah orang-orang penting, sehingga dia ingin Evita tampil sempurna.Keduanya pergi ke butik ternama yang ada di salah satu pusat perbelanjaan. Barang-barang yang dijual semuanya bermerek terkenal, dan harganya sudah pasti sangat mahal. Namun, Grady bersikeras untuk mengajak Evita membeli salah satu pakaian di sana.“Tolong carikan gaun malam yang cocok untuk istri saya,” kata Grady pada salah satu pegawai butik.Pegawai itu meneliti penampilan Evita. Sejenak kemudian, dia tersenyum ramah.“Mari silakan ikut saya, Bu,” kata si pegawai.Melihat pegawai itu berjalan ke bagian dalam butik, Evita lantas mengikutinya.“Postur Ibu sangat proporsional, akan banyak gaun yang cocok untuk Ibu,” kata pegawai itu.“Tapi tolong pilihkan yang tidak terlalu terbuka ya, Mbak,” pinta Evita.“Ibu tenang saja.
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status