Home / Romansa / Mantan Simpanan Ayah Mertua / Chapter 41 - Chapter 50

All Chapters of Mantan Simpanan Ayah Mertua: Chapter 41 - Chapter 50

98 Chapters

Bab 41. Menunggu Datangnya Esok Lusa

“Nah, ini dia sudah datang. Baru juga diomongin,” seloroh Lody.“Ngomongin apa?” tanya Grady seraya duduk di kursinya.“Paradise,” jawab Lody.“Oh,” sahut Grady singkat, seperti tak tertarik untuk membahas masalah itu.Dia lantas tersenyum pada Evita yang sedang mengambilkan sarapan untuknya. “Banyakin sayurnya,” titah lelaki itu.Patuh, Evita menyendok tumisan brokoli dan udang dari mangkok lalu meletakkannya di piring Grady. Dia juga menambahkan cumi goreng tepung untuk melengkapi menu sarapan sang suami.“Makasih,” ucap Grady ketika mendapatkan piringnya.“Jadi, mulai kapan kamu akan berangkat?” tanya Arman.“Lusa,” jawab Grady santai sembari menyendok makanan dari piring lalu memasukkannya ke mulut.“Yakin, bakal tahan nggak pulang dua bulan?” ledek Lody sambil menatap penuh arti pada Evita.Sontak tangan Evita yang sedang mengambil lauk berhenti bergerak. Wanita itu berpaling pada Grady yang sempat melirik padanya, tapi buru-buru menurunkan pandangan dan sok sibuk dengan makanann
Read more

Bab 42. Kekosongan Hati

Beberapa hari selepas Grady pergi ke luar kota, keadaan masih aman terkendali. Sepertinya pekerjaan Lody di kantor juga sedang banyak, sehingga Evita jarang bertatap muka dengan lelaki itu di rumah. Namun, ini tak lantas membuat Evita tenang. Masih banyak waktu yang tersisa untuk menggenapi dua bulan kepergian Grady. Maka selama itu pula, tinggal satu atap dengan Lody masih menjadi ancaman serius untuknya.Di saat sedang menghabiskan waktu membaca buku, tiba-tiba saja Evita teringat dengan ucapan ayah mertuanya. Lelaki paruh baya itu pernah menyarankannya untuk melanjutkan pendidikan. Dan sepertinya itu adalah ide yang cukup bagus untuk menghindari Lody di rumah. Dengan kesibukan yang dia miliki, paling tidak bisa meminimalisir pertemuannya dengan predator berbahaya itu.Meninggalkan bukunya, Evita beralih ke layar ponsel dan mulai melakukan penelusuran yang dibutuhkannya. Wanita itu mencari referensi beberapa Universitas yang sekiranya cocok untuk dirinya.“Mencari tempat belajar?” s
Read more

Bab 43. Kekasih Gelap Sang Menantu

Rasa perih yang melilit di ulu hati, memaksa Evita untuk beranjak dari tempat tidur. Wanita itu mendesis lirih sambil menekan perut bagian atas. Belakangan ini, dia terlalu fokus mencari informasi tentang beberapa perguruan tinggi untuk melanjutkan pendidikan, hingga seringkali melewatkan waktu makan.Jam di layar ponsel masih menunjukkan pukul 1 dini hari. Waktu yang masih cukup panjang untuk beristirahat, tetapi dengan rasa sakit seperti ini, Evita tidak akan bisa tidur dengan nyenyak. Wanita itu pun akhirnya memutuskan untuk mencari obat maag di kotak persediaan. Sayang, dia tidak memilikinya di kamar ini, sehingga dia harus turun ke lantai bawah untuk mencarinya.Cahaya temaram dari lampu-lampu sudut menjadi penerang ketika wanita itu menuruni anak tangga. Kotak persediaan obat itu ada di dapur, dan dia sedang menuju ke sana.Evita mengambil kotak tersebut dan membawanya ke meja bar, karena di sana ada lampu duduk yang bisa dia gunakan sebagai penerangan tanpa harus menyalakan lam
Read more

Bab 44. Skandal Masa Lalu

“Apa yang kalian lakukan?!” Gracy memekik dengan mata melebar, kala melihat suami dan adik iparnya dalam keadaan tidak senonoh.Lampu yang tiba-tiba menyala dan jeritan Gracy membuat dua orang di sana terkejut bukan main. Keduanya berpaling ke arah yang sama, dengan wajah yang menggambarkan ekspresi serupa.“Gracy,” cicit Lody.Lelaki itu memutar kepala ke arah Evita, lalu mendorong wanita itu hingga terjerembab ke lantai. “Akh!” rintih Evita, menggunakan telapak tangannya untuk menahan badan.“Dasar wanita jalang! Sudah kubilang jangan menggodaku!” hardik Lody, berlagak seolah Evita lah yang merayu dirinya.Evita mencengkeram piyama yang terbuka di bagian dada. Dia sama sekali tak menyangka bahwa Lody akan memutar balikkan fakta dengan begitu kejam. Dia lantas melihat pasangan suami dan istri itu secara bergantian. Di wajahnya tergambar ketakutan dan kepanikan yang begitu kentara.Usai mendorong Evita, Lody menarik cepat ritsletingnya yang sempat terbuka, kemudian menghampiri Gracy
Read more

Bab 45. Kehampaan

Tidak ada lagi yang dapat terlelap setelah kejadian itu. Mereka berkumpul di ruang tamu, menunggu kedatangan Grady. Sejak Gracy menghubungi dan meminta lelaki itu pulang dengan cepat tanpa memberitahu permasalahan yang terjadi, Grady langsung tancap gas kembali ke Jakarta. Kebetulan waktu itu dia sedang berada di Semarang untuk mengurus pekerjaan lain yang ada di sana. Dan perjalanan yang normalnya akan memakan waktu tempuh sekitar 5-6 jam melalui tol itu dapat dia takhlukkan dalam waktu 3 jam saja. Jalanan lengang saat dini hari, menjadi faktor pendukung. Lelaki itu sangat mengkhawatirkan kondisi Gracy yang menghubunginya sambil menangis. Terlebih lagi, dia tak bisa mendapatkan informasi dari pihak lain, karena tak satu pun dari mereka yang menjawab panggilannya.Matahari masih mengintip malu-malu dari langit timur ketika Grady memarkirkan mobil dengan asal di halaman. Lelaki itu berlari masuk ke rumah dengan tergesa, dan mendapati anggota keluarganya sedang berkumpul di ruang tamu.
Read more

Bab 46. Lelah Jiwa Raga

"Bereskan pakaianmu!" Perintah itu terucap dengan nada tajam dan dingin.Tatapan hangat dan penuh cinta yang dulu lekat dengan Grady, sudah tidak terlihat lagi. Dia bahkan tampak enggan melihat pada Evita, seolah wanita itu sangat menjijikkan di matanya."Maafkan aku." Evita mengiba, berharap lelaki ini berkenan mempertimbangkan maaf untuk dirinya."Maaf kamu bilang?!" tukas Grady. Lelaki itu menghampiri sang istri lalu mencengkeram kedua pipi Evita dengan kasar. "Apa dengan kata maaf itu kamu bisa mengembalikan nyawa ibuku?" ujarnya sinis seraya mengempas wajah Evita.Evita mengangkat pandangan, kemudian menggeleng lemah. Sudah tak terhitung lagi, berapa banyak air mata yang tumpah dari kedua netra wanita itu. Sampai-sampai, wajahnya terasa kebas."Bukan aku, Grad. Aku nggak melakukannya," ucap Evita.Rahang Grady tampak mengetat dengan kedua tangan yang mengepal kuat. Semakin Evita menyangkal, maka semakin besar pula kebenciannya terhadap wanita itu.Sambil menekan gejolak emosi di
Read more

Bab 47. Magis

Evita beringsut, merapat pada sofa. Suara lelaki itu membuat tubuhnya menggigil ketakutan. Degup jantung yang mendadak berpacu cepat, serta rasa sakit yang menusuk di kepala akibat terbangun dengan tiba-tiba, membuat wanita itu sulit mendapatkan konsentrasinya."Bangun dan cepat bersihkan dirimu!" perintah Grady tak ingin dibantah.Bukan soal sakit secara fisik, Evita merasa batinnya jauh lebih terluka. Grady benar-benar berubah 180 derajat. Sikap lembut dan ucapan manis yang beberapa bulan terakhir selalu memanjakan Evita, kini telah sirna. Hanya dalam waktu satu malam, lelaki itu berubah menjadi kasar dan kejam.Masih dalam posisi bersimpuh di lantai, Evita menengadah. Entah sejak kapan lelaki itu sudah berganti pakaian dan tampak rapi. Sepertinya Evita tidur terlalu lelap hingga sama sekali tak mendengar apa-apa."Baik." Wanita itu mengangguk patuh.Kendati air matanya terus menetes, dia berusaha untuk tidak mengeluarkan isak. Evita bangkit lalu berjalan ke kamar mandi untuk melaks
Read more

Bab 48. Bersenang-senang

Evita sama sekali tidak memiliki gambaran, ke mana Grady akan membawanya pergi. Wanita itu hanya menurut ketika sang suami menggelandangnya menuju mobil. Dia pun tak berani bertanya, hanya duduk diam di samping Grady yang sedang mengemudi. Terlebih lagi, Evita sangat asing dengan kota ini. Melawan pun pasti dia akan kesulitan sendiri.Beberapa waktu mengemudi, Grady menghentikan kendaraan roda empatnya di parkiran sebuah kelab. Memang masih terlalu sore untuk datang ke tempat hiburan malam. Akan tetapi, Grady seperti tidak peduli. Lelaki itu tetap saja membawa Evita masuk ke sana.“Grad, kita mau ngapain di tempat seperti ini?” tanya Evita sambil menahan tangan sang suami.Sekilas menoleh, Grady tak menghentikan langkah.“Kenapa? Nggak asing dengan tempat seperti ini, hah?” ujar lelaki itu dengan nada sarkas. “Bagus, dong. Kamu bisa bernostalgia,” ejeknya.Bukan tidak asing, Evita justru belum pernah mengunjungi tempat seperti ini sebelumnya. Di Lollipop, Zelin melarang anak-anaknya u
Read more

Bab 49. Ruang Hampa di Dalam Dada

Keributan pun terjadi. Grady tak terima dan membalas pukulan tersebut. Adu jotos antara dua lelaki itu, tak bisa dihindari lagi. Sampai akhirnya, petugas keamanan datang, persis saat Grady terjatuh ke lantai, disusul dengan lelaki asing tadi yang mengapitnya dengan kedua lutut bertumpu di lantai. Satu tangan lelaki asing itu mencengkeram kerah Grady, satu lagi menggantung di udara dan siap mengayunkan pukulan keras.“Berhenti!” perintah pertugas keamanan.Dua lelaki berbadan kekar datang, lalu salah satunya menarik si lelaki asing untuk menyingkir dari atas tubuh Grady.“Grady!” seru Evita seraya menghampiri sang suami.Dalam kondisi mabuk, Grady sulit mendapatkan keseimbangan. Lelaki itu hendak bangkit, tetapi berkali-kali terjatuh. Pada saat itu, Evita membantunya untuk berdiri.“Bangsat lo!” umpat Grady. Lelaki itu masih berusaha untuk melepaskan diri dan menghajar lawan, tetapi petugas keamanan langsung menahan dirinya.“Tidak ada yang boleh membuat keributan di sini!” hardik sala
Read more

Bab 50. Pengakuan

Hangover. Grady terbangun ketika rasa tidak nyaman mulai datang. Lelaki itu membuka mata dan seketika rasa pengar menyerang. Grady mendesis, dipejamkannya lagi kelopak mata rapat-rapat sambil memijit pangkal alis. Dia ingat bahwa semalam dirinya pergi ke kelab dan melempar Evita ke lantai dansa. Namun, bayangan kejadian setelah itu terasa kabur.“Sepertinya aku benar-benar mabuk semalam,” gumam lelaki itu.Ditolehkannya kepala ke sisi lain ruangan. Dia melihat Evita yang meringkuk di sofa tanpa selimut. Timbul rasa yang menggelitik di dalam benak, membuat Grady termenung sejenak. Sampai akhirnya, ketukan pintu membuyarkan lamunan. Dia lihat Evita menggeliat, dia pun kembali memejamkan mata, berpura-pura terlelap.Mengintip dari celah kelopak, Grady melihat wanita itu bangun lalu turun dari sofa. Evita tampak meringis lalu melipat bibir ketika akan berdiri, seperti sedang menahan sakit. Lalu, Evita mengembuskan napas panjang sebelum berjalan dengan langkah tertatih.‘Kenapa dia?’ batin
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status