Semua Bab Kukembalikan anakmu, bu!: Bab 11 - Bab 20

60 Bab

Bermain cantik

Hari ini aku putuskan mengunjungi butikku di Kuta. Sambil menyelam minum air, aku bekerja dan juga menunggu laporan lain dari mereka yang bekerja untukku.Aku duduk memeriksa semua desain kiriman dari beberapa desainer rekananku. Memilih kain-kain yang akan kami pakai di musim depan dan memikirkan sentuhan apa yang menarik pasar baru."Ini laporan pemesanan kain broklat dari beberapa negara bu" Jeni memberiku buku tebal berisi laporan pengiriman dan contoh kainnya.Aku periksa semua dengan teliti dan mengakhirinya setelah kurasa tak ada masalah didalamnya. Aku putuskan menikmati pantai yang damai pagi ini. Duduk di belakang butik, menikmati pantai yang indah."Ibu ingin minum apa?" Jeni bertanya padaku."Kopi saja""Kopi bu? Kopi panas di cuaca Panas begini?" Suci kembali berkomentar."Kamu mau apa?" Jani bertanya."Gak usah mbak. Nanti saja, Suci beli sendiri" 
Baca selengkapnya

pov Lia (terlunta-lunta)

Pov Lia 3Begitu banyak baju kubawa ke Bali. Sengaja, untuk bergaya, bergaya dan bergaya. Tapi kini justru aku bak gelandangan dengan baju tidur ini. Kenapa dengan bodohnya aku membawa babydoll ini untuk kabur. Kupandang babydoll yang melekat ditubuh ini. Ingin rasanya kumaki diriku sendiri. Tolol! Sekarang hanya selehelai baju ini ku punya. Aku berjalan tanpa tujuan. Aku duduk di tepian jalan yang masih ramai. Duduk di belakang sebuah pohon. Takut jika saja orang-orang dari club Paredise itu lewat disini.Kemana aku harus mencari bantuan?Tiba-tiba aku teringat semua teman sosialitaku. Mereka semua pasti mau membantuku. Jika masing-masing dari mereka meminjamkan aku lima juta saja. Bisa terkumpul banyak pastinya.Heheemmmm membayangkannya saja membuatku bahagia. Hah, otakku memang pintar...Saat kuambil Hp di tas, hidungku mencium bau gurihnya bawang putih ditumis. Perutku sudah melilit. Sejak siang aku tak kemasukan apapun. Kulihat tukang nasi goreng berhenti di depan sebuah Hotel
Baca selengkapnya

Pov Lia 4 (penyiksaan)

Aku pandang mbak Wita yang berjalan menjauh. Rasanya aku ingin memuntahkan apa yang sudah di belikannya untukku. Dia juga meninggalkan uang ini.Hanya lima ratus ribu dia berikan? Hah... tak sudi sebenarnya aku memakainya. Tapi karena memang nyonya muda Erlan tak boleh jelek saja aku menerimanya..Aku bisa pakai uang ini membeli baju. Menemui si Paul sial** itu dan mengambil kembali uangku. Aku berjalan ke toko baju terdekat. Semua mata menatapku tak ramah. Kenapa memangnya denganku? Aku kan punya uang.Aku mulai melihat-lihat baju dan mencari harga yang cocok. "Apa ini? Masak baju begini saja tiga ratus ribu!" Kukembalikan baju itu kedalam gantungan.Kembali ku buka-buka baju yang lain. Semua baju harganya di atas dua ratus ribu.Kenapa mahal sekali. Habis nanti uangku beli baju disini. Aku kembalikan baju itu dan berjalan keluar toko. Mereka masih melihatku aneh. "Apa lihat-lihat! Ni, aku mau beli. Aku ada uang." Ucapku mengibas-ngibaskan uang di depan mereka. "Mana ada kalian ua
Baca selengkapnya

Lia yang mencariku

Sejak pagi ibu tak berhenti menelphone. Baru aku telphone lagi setelah tiba di villa. Apa lagi yang akan dia katakan kali ini."Wita... halo wit" ibu terlihat duduk bersandar disofa. Satu tangannya memijat kelapa terus menerus."Assalamualaikum bu. Nyebut salam. Jangan asal halo saja. ada apa?"" ibu bisa gila Wita. Setiap hari ada saja tingah Erlan" ibu tetap tak menyebut salam dariku."Memang kenapa dengan mas Erlan bu? Mas Erlan itu sudah tak bisa apa-apa. Gak bisa kemana-mana. Memangnya apa yang bisa di lakukan mas Erlan?""Iy emang udah gak bisa kemana-mana. Tapi masih bisa buang air besar, masih bisa marah, jengkel ibu"Ingin aku tertawa mendengar keluhan ibu."Wita, minta si Imah itu kesini lah. Bantu ibu urus Erlan. Gak sanggup ibu"Enak saja minta bi Imah. Bi Imah tak akan kerja di manapun, selain dirumahku sendiri!"Bi Imah gak akan kerja selain dir
Baca selengkapnya

Aku Bawakan pengasuhmu

Bug....Tubuh wanita yang jadi adik maduku itu tersungkur, dilempar tepat di kakiku. Mereka kini tersenyum tipis dan aku dengan penuh kepuasan menyaksikan wanita yang dulu begitu angkuhnya itu, lemah tak mampu lagi berbuat apapun.Mengapa akhirnya kau kembali Amelia? Dimana harga keangkuhanmu sekarang?Aku melipat tangan menatapnya yang terlihat begitu tersiksa."Mbak...maafkan aku mbak, jangan biarkan aku mati mbak" Rintihnya ketakutan.Tentu saja dia ketakutan. Matanya tertutup kain, Sedang tangannya terikat kebelakang. Tak ada sedikitpun luka lebam di wajahnya. Yaa, karena memang aku tak mau terlihat menganiaya.Jeni memberikan sejumlah uang pada keempat lelaki itu. Mereka menghitungnya sebentar dan memasukkannya kedalam jaket salah satu kawan."Mbak Wita... mbak tolong mbak, aku gak mau mati mbak."Lia memohon, merintih dengan tubuh terikat. Suaranya terdengar seperti
Baca selengkapnya

Dua pov (Lia dan diapers Erlan)

Mobil memasuki pelataran rumah ibu. Wanita itu langsung berlari keluar seakan menyambut kedaranganku dan Lia."Angkat, bawa kekamar mas Erlan" Ucapku meminta dua penjaga yang ada dirumah itu menangkat Lia masuk kedalam.Ibu mas Erlan memandang terkejut sebentar. Lalu mendekatiku dan bertanya. "Itu Lia kenapa Wit?""Tidur bu. Kenapa?""Kamu gak apa-apakan dia kan Wit?"Aku memandang wanita itu. Dia tampak menatapku curiga. "Kenapa kalau aku apa-apakan Lia? Apakah ibu akan membelanya?"Wanita itu nampak salah tingkah. "Yaa gak gitu sih. Cuma ya kan dia istri Erlan kan ya, ibu hanya tanya" Dia mencoba tersenyum.Apasih... Bilang saja dia tak suka aku bawa mantunya dalam keadaan begitu."Yasudah, kalau ibu merasa gak suka, biar saja Lia pergi kalau bangun nanti. Tapi ingat, ibu yang harus mengurua mas Erkan sendiri.""Kenapa begitu?" "Ya karena ibu
Baca selengkapnya

Bagaimana jika aku minta cerai, bu?

Pagi ini aku datang kerumah ibu, rumah ini semakin hari semakin berantakan. Hampir semua kursi tak bisa di duduki karena debu yang tebal, ibu bahkan membiarkan piring menumpuk penuh di wastafel dapurnya.Baju mas Erlan menumpuk seperti gundukan gunung di atas ember hingga menimbulkan bau yang menusuk saat aku lewat didekatnya.Ini sudah jam lima pagi dan penghuni rumah ini masih tertidur di balik selimut mereka. Tak habis pikir aku, bagaimana bisa mereka menjalani hari-harinya begini? Bagaimana suara Azan akan masuk ke dalam telingga mereka, kokok ayam yang bersahutan saja tak bisa membangunkan mereka.Dua penjaga bayaranku sudah berdiri sejak aku datang. Mereka terlihat lelah, namun berusaha tetap profesional.  "Duduklah di sana, kalian pasti lelah. Sambil menunggu berganti waktu jaga, istirahat dulu saja"Mereka tersenyum dan menunduk lalu berjalan untuk duduk di ruang tengah. Suci menarik kursi makan dan membersihkannya lali
Baca selengkapnya

Mendidik Mertua dan Adik Maduku

Suci membuka pintu kamar mas Erlan. Lia langsung menghambur keluar. Dua pengawalku sudah bersiap dan menangkapnya.Dia menangis, meronta ingin lepas. "Mbak... jangan hukum aku begini. Aku gak kuat mbak"Dia masih meronta."Diamlah Lia" Aku berjalan mendekatinya."Mbak, aku gak mau disitu lagi. Aku gak sanggup mengurus mas Erlan""Kenapa? Kamu kan istrinya. Masak gak sanggup?" Ibu kini ikut bersuara. Tertawa aku melihatnya. Mereka dulu begitu kompaknya menghabiskan uang lelaki itu, kini saling melempar tanggung jawab."Ibu saja sana, dia kan anak ibu!" Lia menjawab dengan sengaknya."Heh, berani kamu jawab? Mantu kurang ajar" Ibu berjalan dan langsung menjambak rambut Amelia."Lepas bu, apa maksud ibu begini? Kenapa ibu jambak aku? Lepas" Kini Lia pun berontak berusaha melepaskan cengkraman tangan mertuanya.Pemandangan yang menggelitik!"Berhenti!"Mereka menatapku bersama. Menyadari kekonyolannya sendiri ibu dan menantunya itu saling menjauh."Duduklah Lia!" Aku menarik kursi makan
Baca selengkapnya

pov Erlan

POV ErlanLima tahun menikahi Saswita. Kami tak juga memiliki keturunan. Berkali-kali Wita mengajakku memeriksakan diri. Tapi ibu selalu bilang bahwa aku baik-baik saja. Ak tak butuh pemeriksaan apapun. Mungkin memang Wita yang bermasalah.Aku tak percaya. Aku yakin semua baik-baik saja. Berkali-kali ibu mencoba mengenalkaku dengan wanita Lain. Tapi aku selalu menolak, aku tak ingin menyakiti wanita sebaik Wita.Hingga suatau hari, Wita membawa hasil pemetiksaan dokter. Dokter mengatakan ada Kista di rahim Wita. Ibu bilang, itulah sebabnya kami tak juga punya anak. Semua karena Wita memang tak memiliki rahim yang baik. Aku fikir, apa yang ibu katakan benar. Mungkin semua masalah hanya ada pada Wita." Ini Amelia lan, dia yang sudah banyak membantu ibu saat berbelanja. Kami tak sengaja bertemu beberapa kali." Begitu kalimat ibu, saat itu ibu memintaku mengantarnya belanja, namun ternyata hanya alasan mengenalkanku dengan Lia.Gadis putih berparas oval itu tersenyum. Rambutnya ikal meng
Baca selengkapnya

Hukuman yang pantas

Huekkk hueekkk! "Ini celana atau bangkai. Bau sekali!" Teriakan istri kedua Erlan terdengar melengking. Berulang kali ia muntah dan berteriak-teriak tak jelas. Jengkel rasanya! Ia tak pernah sekesal ini.Braakk!"Sialan sekali si Wita. Aku suruh cuci baju laki idiot itu!" Lia menendang ember kosong hingga membentur dinding.Dia berkacak pinggang sembari mengatur nafasnya yang memburu. Lelah rasanya, ia mencuci beberapa celana Erlan yang berbau tak sedap lagi. Terlalu lama di tumpuk dalam keadaan basah karena air kencing, tentu saja menimbulkan bau menyengat yang tak enak."Hah...Aku tak mau lagi!" Teriaknya membuat bu Winda mendekat."Kamu kesurupan?""Bukan, Aku sedang kesetanan! Minggir, aku mau masuk!" Lia mendorong tubuh mertuanya. Namun bu Winda tetap diam bergeming."Gak bisa, enak saja main masuk. Siapa yang akan cuci itu baju?""Ibu lah... Aku ini cuma istri tak sah. Harta saja gak dapat, masak harus berutusan dengan gombal begitu!" Lia melangkah masuk."Nantang kamu yaa!
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status