Beranda / Urban / Asmara Ibu Asrama / Bab 101 - Bab 110

Semua Bab Asmara Ibu Asrama: Bab 101 - Bab 110

116 Bab

Bab 101. Tidak Ada yang Kebetulan

"Juan? Ya Tuhan, kamu ..." Pria itu membalas tatapan Julian dengan wajah memerah. Dia maju lagi, mendekat pada Julian. Lalu pria itu memeluk Julian erat.Wenny mundur. Dia bingung dengan apa yang terjadi. Dia perhatikan dua pria itu. Pria yang tiba-tiba datang itu memeluk Julian erat sambil menangis. Sedang Julian tak bergerak, tak mengatakan apa-apa."Akhirnya aku bisa bertemu kalian. Ya Tuhan, ya Tuhan ..." Ada keharuan tapi juga sedih terdengar dari ucapan pria itu."Bagaiman Papa bisa menemukan aku dan Wenny?" Julian bertanya.Pria itu melepas pelukannya, kemudian menoleh pada Wenny. "Boleh aku memeluk kamu?" tanya pria itu dengan kedua mata basah.Wenny menyatukan kedua alisnya. Dia menatap tajam pada pria itu lalu melirik Julian."Wenny ... He is your daddy," kata Julian.Seketika mata Wenny melebar. Rasanya seperti diterjang badai dan angin ribut mendengar itu!"My daddy?" ulang Wenny. Tubuhnya tiba-tiba limbung dan gemetar.Wenny mundur dan duduk di kursi di sebelah kirinya. J
Baca selengkapnya

Bab 102. Ungkapan Hati

Pernyataan dan pertanyaan Wenny sangat wajar sebagai seorang anak tidak pernah tahu ayahnya. Yang dia dengar ayah pergi dan tak permah kembali. Itu artinya si anak tak diinginkan."Aku tidak tahu apa yang kamu ingat tentang aku. Apa mama kamu ga pernah cerita? Oya, di mana dia? Apa dia di dalam atau bekerja?" Levin mengalihkan pembicaraan tidak langsung menjawab rasa ingin tahu Wenny yang diselubungi marah."Mama udah ga ada. Dia sakit parah dan meninggal. Aku hanya berdua sama Kak Juan." Ringan Wenny menjawab. Matanya tajam memandang Levin.*Apa? Mama kamu ... ya Tuhan, ya Tuhan ..." Ekspresi Levin menunjukkan dia shock mendengar jawaban Wenny. "Kapan? Bagaimana bisa? Lalu seperti apa hidup kalian?" Wenny memejamkan mata beberapa detik. Jika mau diingat, masa-masa itu begitu berat. Yang Wenny simpan hanya pedih dan perih. Mama yang tidak bisa mengurus rumah, hidup mereka seringkali kekurangan, sampai mama sakit dan meninggal. Julian yang justru berusaha keras berjuang sejak bocah m
Baca selengkapnya

Bab 103. Aku Takut, Juan

"Kamu seorang anak yang manis, kamu sekarang menjadi pria yang mampu berdiri di kaki kamu sendiri. Dan, dengan situasi rumit yang harus kamu jalani, melihat aku datang, menerima aku dan masih menyebutku papa, aku sangat berterima kasih." Sepenuh hati Levin mengucapkan itu.Hati Julian menghangat. Papa. Ya, Julian punya dua pria yang bisa dia sebut papa. Papa kandung yang hanya dia kenal hingga usia enam tahun, lalu Levin, yang hampir sama lamanya dia kenal. Julian tidak pernah puas menjadi seorang anak dalam pelukan papa. "Whatever, kamu pernah menikah dengan ibuku. Beberapa tahun aku merasa punya papa. And I have to thank for that." Julian tersenyum kecil.Levin menatap Julian dengan haru. Dia tepuk pundak Julian. Tanpa bicara Julian bisa merasakan Levin senang, bangga, dan bersyukur mereka bisa bertemu lagi.Puas berbincang hingga hampir tengah malam, Julian menghubungi Astri. Ketika dia mendengar suara Astri, dadanya tiba-tiba terasa penuh. Julian tidak bisa menahan air mata haru y
Baca selengkapnya

Bab 104. Darma Menghiba

Levin dan Wenny saling memandang. Hati mereka beradu. Meskipun tak terucap, Levin seolah-olah paham yang tengah bergejolak di dada Wenny. Levin maju mendekati putrinya, lalu memeluknya serta memberikan kecupan di puncak kepala gadis itu.Julian dan Astri memperhatikan keduanya. Luar biasa yang mereka lihat. Ayah dan anak yang sekian lama tak pernah bersama, akhirnya waktu menyatukan kembali."Berangkatlah, jangan telat." Levin berpesan. Suara berat pria itu terdengar nyaman di telinga Wenny."Makasih, Papa." Dengan hati berdetak karena senang, Wenny melepas pelukan Levin dan berjalan dengan ransel di punggung menuju ke asrama.Langkah Wenny ringan. Dia siap memulai hari dengan semangat baru. Dan tidak sabar Wenny akan mengatakan pada Alfonso dan Errin kalau ada kejutan luar biasa datang buat dia. Ayah Wenny sayang padanya dan berhasil menemukan anak yang dia cari!*****"Semua sudah jelas. Bukti kamu sudah lihat sendiri, itu serius dan nyata. Kamu bisa berdalih, mencari alasan, itu hak
Baca selengkapnya

Bab 105. Jangan Lepaskan, Please ...

"Kamu serius? Kok bisa? Tiba-tiba saja dia datang?" Mata Alfonso melotot lebar saat mendengar Wenny bercerita bahwa papanya yang selama ini menghilang muncul tanpa diduga. "Ya, itu benar. Aku kayak ga percaya dengan apa yang aku hadapi. Awalnya aku bingung, kayak orang oon. Aneh dan ... ga yakin aja, beneran aku punya papa yang ternyata peduli sama aku. Dia nyari aku terus, hingga karena kejadian ga terduga, dia tahu di mana aku sekarang," ucap Wenny. Panjang lebar Wenny menuturkan semua. Alfonso hanya bisa menatap Wenny dengan rasa takjub dan heran. "Ga nyangka, kan? Gara-gara aku dilaporkan sama pengacara aneh itu justru menjadi jalan papa mendapat petunjuk keberadaanku," ujar Wenny. Alfonso tersenyum lebar." Hei, berarti kamu harus berterima kasih sama Darma itu. Coba dia nggak laporin kamu ke polisi." "Eh, kok kamu bela dia?" Wenny mengerutkan kening. Tidak enak sekali yang Alfonso katakan. "Aku bener, kan?" tukas Alfonso. "Aku mesti berterima kasih sama diri aku sendiri. Co
Baca selengkapnya

Bab 106. Yes, It Is!

Levin tersenyum lebar. Dia berhasil menyentuh hati putrinya. Kejutan kecil yang dia berikan mampu meluluhkan kekakuan di antara dia dan Wenny. "Wenny, Papa harus pergi. Tapi Papa janji, waktu Julian menikah, Papa sekalian ambil libur kita jalan-jalan. Kamu mau ke mana, Papa antar," kata Levin. Pikiran Wenny melayang. Bayangan-bayangan kala masih bocah setiap dia mengenang seorang ayah terpampang jelas. Taan hiburan, pantai, kemah, memancing, dan menjejalahi alam, semua itu muncul. "Serius? Papa mau kasih apa saja yang aku minta?" Wenny menatap Levin dengan mata ceria. "Yup. Kita ganti waktu-waktu yang hilang dengan menghabiskan waktu bersama. "Oke. Kalau aku ajak Errin dan Alfonso juga, boleh?" Wenny menoleh pada dua orang terbaik yang dia punya di sekolah itu. "Sure, silakan saja," sahut Levin. "Makasih, Pa. Aku tunggu kabar Papa." Sekali lagi Wenny memeluk Levin erat, lalu dia melepaskan pria itu pergi. Alfonso dan Errin ikut memperhatikan Levin sampai tak tampak lagi. Ada se
Baca selengkapnya

Bab 107. Rahasia Dua Pria

Astri yang duduk di sebelah Julian merasa heran dengan perubahan cepat pada ekspresi Julian. Siapa yang menghubungi dia? "Juan?" Astri memanggil, minta Julian mengatakan sesuatu.Tangan kanan Julian yang bebas teracung memberi isyarat Astri tidak bertanya. Astri menarik napas dan mengembuskannya pelan. Beberapa menit akhirnya Julian selesai. Astri terus menatap kekasihnya menunggu penjelasan."Ah, ada sesuatu. Tapi aku ga bisa kasih tahu kamu. Maaf," kata Julian."Kenapa?" Astri kaget mendengar itu. Ini pasti sangat serius. "Jangan buat aku khawatir, Juan."Julian melihat Astri dengan raut wajah berpikir keras. "Juan, aku ga mau apapun mengganggu kita dan kita masuk pernikahan dengan ada masalah yang sebenarnya kita bisa atasi sama-sama." Astri mendesak.Julian mengangguk. "Aku paham. Aku pastikan ga ada yang akan mengganggu. Oke?""Lalu ada apa? Kamu ga bisa bilang kenapa?" Astri makin gelisah."Ini, ini soal kerjaan. Dalam dua atau tiga hari pasti selesai. Please, jangan cemas, Hon
Baca selengkapnya

Bab 108. Aku ... Menerima Engkau ...

Gedung gereja megah dan tinggi menjulang tampak kokoh di hadapan Astri. Pintu gereja terbuka lebar dengan dekorasi cantik seolah sebuah gerbang menyambutnya datang. Debaran di jantung Astri makin tak karuan. Hari itu dengan gaun pengantin yang elok, Astri benar-benar sampai dan siap melangkah menuju altar menemui pria terkasih."Ayo, Kak. Hampir telat." Damira yang ada di kursi depan, duduk bersebelahan dengan Davin menoleh dan bicara tidak sabar.Mobil pengantin sudah terparkir manis di depan pintu gereja. Astri seperti terpaku dan tidak juga beranjak."Ya, ok. Thank you," ucap Astri gugup.Perlahan Astri membuka pintu mobil dan turun. Galang menunggu di sana dengan senyum lebar. Kebahagiaan tampak dari wajah kakak terbaik Astri. "Akhirnya ..." kata pria itu masih dengan senyum lebarnya. "Ayah ada di pintu menanti. Ayo."Galang menggandeng Astri mengantar sang adik menemui ayah mereka. Pria itu dengan gagah berdiri di muka pintu. Dia terlihat cukup tegang meski senyum terurai manis d
Baca selengkapnya

Bab 109. Just You And Me

"Selamat bersenang-senang, yaa!! Jangan lupa, dunia bukan milik kalian berdua aja. Masih ada aku dan yang lain di sini!" Wenny melambai dengan senyum lebar ke arah Julian dan Astri.Raja dan ratu sehari itu telah masuk ke mobil pengantin dengan Davin sebagai driver dan Damira yang tidak mau ketinggalan berada di sampingnya. Tampak juga Errin dan Alfonso ikut melambai mengantar Astri dan Julian meninggalkan gedung gereja. "Akhirnya, Kak!" Damira menoleh pada Astri. Mata gadis itu berbinar senang, kakaknya sukses menikah dengan Julian, kekasih pertamanya, tetapi bukan pria kaleng-kaleng.Astri ikut tersenyum. Tentu saja bahagia terpampang di wajahnya. Julian juga tak mau melepas tangan Astri, digenggamya erat. Julian ingin meluapkan kegembiraan telah resmi menjadi suami Astri "Kamu tahu, Kak, mama nangis terus. Dia happy banget beneran kamu nikah. Impiannya terkabul bisa melihat kamu di altar dan di pelaminan." Damira melanjutkan."Iya, Tuhan baik. Mama juga bisa ikut acara, ga sampai
Baca selengkapnya

Bab 110. Don't Touch Me

"Tunggu aku belum selesai!" Astri menyahut lagi."Oke, Honey," balas Julian.Julian kembali ke sofa dengan posisi yang sama. Dia harus menunggu Astri selesai mandi. Tapi rasanya lama sekali. Apa memang wanita selama itu jika mandi?Julian menoleh ke pintu kamar mandi. Tidak ada tanda-tanda Astri muncul di sana. Julian menegakkan badan. Apa sungguh tidak terjadi sesuatu? Bukankah Astri memang merasa kurang sehat?Segera Julian bangun dan mendekat ke pintu. Dia mau mengetuk tetapi dia urungkan. Julian maju selangkah lagi dan menempelkan telinga di pintu. Siapa tahu dia mendengar sesuatu. Bisa jadi Astri mengerang atau menangis disertai merintih menahan sakit.Tidak terdengar suara apapun. Berarti Astri baik-baik saja. Atau jangan-jangan .... Kalau ternyata dia ...Julian mendengar dering ponsel. Maka dia kembali ke arah meja dan sofa mengambil ponsel dan melihat siapa yang berani mengganggu waktu istimewanya dengan sang istri."Wenny?" Julian kesal. Wenny yang menghubungi? Julian enggan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status