Home / Romansa / Aku Bukan Pelakor / Chapter 41 - Chapter 48

All Chapters of Aku Bukan Pelakor: Chapter 41 - Chapter 48

48 Chapters

Chapter 41

“Bapak meminta saya untuk segera kembali,” jawab Alan mengulangi apa yang dia katakan.Mendengar jawaban Alan membuatku sedikit lega dan juga was-was. Karena perintah yang diberikan oleh kakak tertuaku itu tiba-tiba sekali. Bukankah sebelumnya Alan mengatakan dia akan berada di sini sampai aku kembali, dan sekarang? Apakah ini ada hubungannya dengan Mas Tio?“Bu Andara, Bu Andara. Apa anda baik-baik saja?” panggil Alan membubarkan lamunanku.“Iya, saya baik-baik saja,” jawabku masih sambil berusaha menguasai diriku yang masih sedikit terkejut, “Jadi, kapan kamu akan pergi?” lanjutku.“Sekarang, Bu Andara.” Jawab Alan tegas.Jawaban Alan benar-benar membuatku ternganga. Bagaimana tidak? Mas Utomo memerintahkan orang kepercayaannya untuk pergi sekarang juga. Apakah itu artinya, Mas Utomo benar-benar marah ketika mendengar suara Mas Tio ada di rumah ini? Ataukah? “Kalau begitu saya pamit dulu, Bu Andara.” Pamit Alan.Aku hanya mengangguk menjawab Alan. Karena pikiranku saat ini masih di
Read more

Chapter 42

“Johan, bagaimanapun caranya kamu harus menghentikan mereka. Jangan biarkan orang-orang Mas Utomo membawa wanita itu!” perintahku pada orang di seberang telepon.Setelah mendengar jawaban dari Johan, aku segera memikirkan cara agar bisa keluar dari rumah ini tanpa diketahui oleh orang-orang Mas Utomo dan Mas Tio. Tapi semakin aku memikirkannya, otakku terasa buntu dan aku tidak menemukan cara tepat untuk bisa keluar dari rumah ini.“Butik!” gumamku setelah lama merenung.Setelah mendapatkan ide untuk keluar dari rumah ini, aku segera menghubungi Dita untuk menyiapkan apa yang aku butuhkan untuk bertemu dengan Johan, dan orang kepercayaanku itupun menyanggupi apa yang aku minta.“Sayang, kamu mau ke mana?” tanya Mas Tio begitu aku keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi.“Aku akan ke butik, Mas.”“Ke butik? Sekarang?” ujar Mas Tio dengan raut wajah tampak terkejut.“Hmmm,” jawabku malas sambil berjalan melewati Mas Tio tanpa memperhatikan bagaimana reaksinya. Mau dia megizinka
Read more

Chapter 43 …

“Maaf, Nona. Apa bisa keluar sebentar?” ujar Alan ketika aku membuka setengah dari kaca mobilku.Aku yang gugup berusaha untuk menenangkan hatiku dan bersikap layaknya anak muda saat ini. Tentu saja dengan sedikit mengubah gaya bahasaku.“Memangnya ada urusan apa gue harus keluar? Apa gue nabrak mobil lu? Gak ‘kan?” tolakku sedikit ketus sambil menatap lurus ke depan menghindari kontak mata dengan Alan.“Ini! Tas anda tadi terjatuh,” ujar Alan sambil menunjukkan paper bag berwarna biru berlogo butik milikku.Aku yang tidak menyadari kalau aku menjatuhkan benda itu segera mengambilnya dari tangan Alan melalui jendela. Namun, pria itu tidak memberikannya begitu mudah. Hingga membuatku harus menoleh kepadanya.“Kalau anda tidak bersikap sopan, paling tidak hargai orang lain sedikit saja!” ucap Alan membuatku sedikit terkejut. Tapi apa yang dikatakan oleh pria itu memang benar, dan sayangnya saat in
Read more

Chapter 44

“Apa maksudmu, Johan?”Pria yang berdiri di depan pintu itu berjalan mendekatiku, dan mengatakan sesuatu yang membuatku terkejut. Johan memberitahuku bahwa pria yang aku maksud adalah dirinya.“Jangan bergurau, Johan. Pria itu berbeda sekali denganmu. Tapi …,” ucapku tidak percaya. Tapi setelah memperhatikan baik-baik pakaian yang dikenakan pria yang berdiri di depanku. Aku mulai meragukan apa yang aku katakan. Karena pakaian yang Johan kenakan sama persis dengan apa yang pria tadi kenakan. Tapi wajahnya? Bagaimana bisa dia merubahnya dalam waktu singkat?“Pasti Bu Andara heran dengan perubahan saya tadi?” ujar Johan seolah-olah tahu apa yang aku pikirkan, “Ini,” lanjutnya sambil mengeluarkan sebuah topeng dari belakang kantung celananya.Sebuah topeng karet yang tampak seperti difilm-film. Topeng itu kemudian Johan pakai, dan benar saja. Wajah Johan kini berubah seperti pria yang tadi aku lihat.“Apa sekarang Bu Andara percaya?” ucap Johan begitu selesai memakai topeng yang dia bawa,
Read more

Chapter 45

“Mas Utomo?” hanya kata itu yang berhasil keluar dari mulutku ketika melihat Mas Utomo berdiri di depan pintu.Aku benar-benar terkejut dan tidak menyangka pria itu akan datang ke rumahku. Apa ini ada hubungannya dengan penculikan wanita itu? Ataukah?Ah, begitu banyak pertanyaan di otakku saat ini. Hingga tanpa sadar aku melupakan dua pria yang sedang bersamaku saat ini.Mas Utomo yang masih berdiri depan pintu menatapku dan Anton secara bergantian dengan tatapan yang terlihat tidak bersahabat, dan itu membuatku merasa tidak nyaman dengan situasi saat ini.“Mas tunggu di dalam,” ujar Mas Utomo dengan tatapan dingin. Pria itu lalu masuk ke dalam tanpa menunggu jawaban dariku ataupun menyapa Anton terlebih dahulu.Melihat sikap Mas Utomo, bisa aku pastikan ini bukan sesuatu yang baik. Karena tidak mungkin dia akan meninggalkan ayah yang sedang sakit hanya untuk mengurusi masalah yang sepele saja. Apalagi di sini ada Alan yang bisa dia andalkan.“Andara,” tegur Anton membubarkan lamunan
Read more

Chapter 46

Dari kaca spion mobil yang aku tumpangi, bisa aku lihat Mas Utomo terlihat sangat kesal. Bahkan dia terlihat seperti memarahi anak buahnya.“Di mana pemberhentian selanjutnya?” tanyaku masih sambil menatap kaca spion untuk memastikan Mas Utomo dan anak buahnya tidak mengikuti kami.“Sebentar lagi, Bu Andara. Saya sudah meminta anak buah saya untuk bersiap-siap,” jawab Johan yang sedang duduk di sebelahku mengemudikan mobil yang kami tumpangi.“Sepertinya kita tidak diikuti,” kalimat yang tanpa aku sadari lepas begitu saja dari mulutku.Namun, tak lama setelah aku mengatakan hal itu. Mobil yang kami tumpangi mendadak melaju dengan kecepatan yang lebih dari sebelumnya, dan itu membuatku menoleh ke arah pria yang sedang duduk di sampingku.“Ada apa, Johan? Apa kita diikuti?” tanyaku sambil sesekali menengok kearah spion dan belakang mobil.“Iya, Bu Andara. Kita diikuti,” jawab Johan ma
Read more

Chapter 47

“Apapun yang terjadi, dia tetap di sini!” perintahku masih sambil menatap lurus ke depan.“Tapi, Bu Andara—.” Protes Dokter Ricci.“Anda sudah mendengar apa yang Bu Andara katakan, Dokter. Jadi sekarang lebih baik anda kembali ke ruangan itu dan merawat Bu Maria,” potong Johan.Dokter Ricci keluar dari ruangan dengan membanting pintu. Tak lama kemudian terlihat dari kaca dia masuk ke dalam ruangan itu dengan tergesa-gesa dan segera melakukan pertolongan pada wanita yang sepertinya sedang kejang di atas tempat tidur.“Bu Andara …,” tegur Johan.Aku meminta Johan untuk tidak meneruskan apa yang akan dia katakan dan melihat apa yang terjadi. Apakah wanita itu akan selamat kali ini, ataukah?“Bu Andara,” ucap Johan sambil memberikan ponselnya kepadaku. Di layar ponsel yang menyala itu terpampang nama Dokter Ricci, dan Johan lalu memasang pengeras suara agar aku bisa mendeng
Read more

Chapter 48

“M‒Mas Tio? Bagaimana mas bisa ada di sini?”“Apa maksudmu, Dara? Apa mas tidak boleh berada di sini?”Aku yang masih terkejut dengan kehadiran Mas Tio hanya bisa membeku. Karena aku tidak menyangka pria itu ada di sini. Tapi bagaimana mungkin? Bukankah dia tadi bersama dengan Clara?Suara langkah Mas Tio yang berjalan menuju ke arahku akhirnya menyadarkanku. Dia berjalan ke arahku dengan tatapan tidak suka, atau lebih tepatnya seperti orang yang sedang menahan emosi. “Bukan begitu maksud Dara, Mas. Dara hanya kaget saja, kenapa mas ke sini tanpa memberitahu Dara?” Ralatku mengalihkan pembicaraan, “Mas ‘kan bisa menelepon Dara dulu. Jadi Dara bisa menyambut mas ketika mas datang,” lanjutku berpura-pura bersikap manis.“Mas tadi kebetulan lewat, Sayang. Jadi mas sekalian mampir untuk memberimu kejutan,” ucap Mas Tio sambil memegang tanganku, “Tapi malah mas yang terkejut.
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status