Home / Romansa / Perjuangan Sang Mantan Napi / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Perjuangan Sang Mantan Napi: Chapter 11 - Chapter 20

76 Chapters

11|Teman Baru

Aku memikirkan apa yang perlu aku lakukan sebelum masuk ke rumah. Apa yang terjadi pada hari Minggu tidak boleh terulang lagi. Aku serius dengan yang aku rasakan. Aku tidak mau diam-diam bermesraan dengannya, padahal akulah istrinya yang sah.Namun aku terkejut melihat anak-anak berwajah sedih di ruang depan. Jeff berdiri dan berjalan mendekati aku. “Apa kamu lupa bahwa mulai hari ini aku akan mengantar mereka pulang dari sekolah?” bisiknya, agar hanya aku yang mendengar. “Mengapa kamu tidak menjawab ponselmu?”“Oh, Tuhan.” Aku menarik napas terkejut. Apa yang aku pikirkan? Bagaimana aku bisa lupa dengan hal sepenting itu? “Apa mereka sedih karena itu?”Dia menggeleng pelan. “Dina mengambil kotak makan siang mereka. Jadi, mereka sedih tidak makan kue darimu saat di sekolah.” Dia menoleh ke arah mereka. “Aku harus kembali ke kantor.”Aku mengangguk. Setelah dia mengeluarkan mobil dari garasi, aku menutup dan menggembok pagar. Kedua anak itu masih cemberut di ruang depan. Padahal acara
Read more

12|Biang Kerok

“Oke, oke. Tolong, ja-jangan bunuh aku,” kata pria itu dengan suara bergetar. Aku bisa merasakan seluruh tubuhnya juga gemetar. Meletakkan pisau di lehernya memang pilihan yang tepat. “Aku akan mengatakannya. A-aku … aku tidak punya maksud jahat. Sungguh. Aku ….”“Berhenti mengulur-ulur waktu. Cepat katakan!” desakku dengan suara tertahan.“Adina Cahyati. Dia memberi aku uang untuk bersaksi palsu.” Dia menangis tersedu. “Dia pasti akan datang membunuh aku, jika dia tahu aku buka mulut.”Dina? Untuk apa dia membayar pria ini untuk berbohong di pengadilan? “Bapak tidak berbohong?” Pria ini tidak berpura-pura. Dia benar-benar ketakutan. Memangnya apa yang bisa Dina lakukan kepadanya? Wanita itu memang ringan tangan, tetapi tidak akan berani membunuh.“Tidak. Aku bersumpah, aku mengatakan yang sejujurnya. Dia memberi aku uang sebesar delapan ratus juta. Lima ratus untukku, dan tiga ratus lagi untuk supervisormu dahulu,” katanya ketakutan.“Kalau saya tahu Bapak berbohong, saya tidak akan
Read more

13|Rekan Unik

Dina pulang dan memonopoli anak-anak lagi. Aku justru bersyukur. Karena setelah makan malam, aku bisa langsung ke kamarku. Aku mengunci pintunya agar tidak ada yang tiba-tiba masuk dan melihat apa yang sedang aku kerjakan.Rumah dilengkapi dengan Wi-Fi, jadi aku bisa berseluncur dengan bebas. Dari semua nama yang aku periksa, ada satu hal yang sangat aneh. Mereka adalah teman, sahabat, mantan kekasih, mantan rekan kerja dan bos, tetapi tidak ada satu nama pun yang punya hubungan keluarga dengannya.“Apa kamu yakin? Itu daftar yang sangat banyak,” kata Bian saat aku menelepon, dan melaporkan kecurigaanku. “Aku akan meminta mereka mencari tahu lebih dalam lagi.”“Aku punya usul yang lebih baik.” Aku tersenyum, walaupun Bian tidak bisa melihatnya.“Apa?” tanyanya ingin tahu. Aku memberi tahu dia apa yang aku pikirkan, lalu mendengar masukan darinya. Kami menyempurnakan ide itu sebelum mengakhiri panggilan dan tidur.Orang berikutnya yang perlu kami temui sedang dinas keluar kota. Walaupu
Read more

14|Bersama Keluarga

~Jeffrey~Istriku menyimpan sebuah rahasia dariku. Kecurigaanku itu terbukti ketika dia lupa dengan rencana yang sudah aku sampaikan mengenai anak-anak. Hubungan kami masih rumit dengan kehadiran Dina, jadi aku tidak bisa bicara banyak dengannya. Dia juga tidak mau terbuka denganku.Pekerjaanku sangat menyita perhatian, dan Dina tidak membantu dengan rengekannya untuk tidur denganku. Aku tidak bisa lembur, karena aku harus menjemput dia dari tempat kerja tepat waktu. Dia bisa tantrum dan menanyakan banyak hal jika aku terlambat beberapa menit saja. Daripada ribut, aku memilih untuk membawa pekerjaan ke rumah.“Mama, aku boleh tambah?” tanya Remy yang mengulurkan piringnya ke arah Jenar.“Tentu saja boleh, sayang,” ucap Dina yang segera mengambil piring itu dari tangan putraku. “Segini cukup?” tanyanya saat menyendokkan nasi ke piring tersebut.Remy menoleh ke arah Jenar sebelum menjawab. Lalu dia melirik ke arahku. “Papa, aku mau tambah sate.” Aku memberikan beberapa tusuk sate untukn
Read more

15|Tuduhan Keji

Orang-orang yang ada di dekat kami menarik napas terkejut. Aku tidak menyangka adikku akan bicara sejahat itu mengenai kakak iparnya. Suasana yang sudah ramai di sekitar kami semakin riuh dengan suara para ibu yang memanggil anak-anak mereka.“Bagaimana kamu tahu mereka keracunan? Kalau benar istriku meracuni Jax dan Remy, seharusnya dia juga mengalami hal yang sama. Mereka makan makanan yang sama,” kataku, membela Jenar.“Apa Kakak tidak pernah tahu cara kerja racun? Dia bisa baik-baik saja pasti karena dia sudah minum antidot. Makanya hanya keponakanku yang kena.” Dia mendorong Jenar hingga terduduk ke lantai. “Dasar pembunuh! Kamu pasti sengaja membunuh mereka di depan kami semua.”“Aku sudah katakan kepadamu, Jeff. Kedua cucuku tidak aman berada di dekatnya. Kamu sekarang sudah lihat sendiri, ‘kan? Dia tega meracuni anaknya sendiri,” kata Ibu menimpali.“Ayo, mengaku. Kamu selama ini berpura-pura baik, ternyata kami salah. Anakmu sendiri pun kamu racuni!” desak Lauren. Dia mendoro
Read more

16|Jangan Pergi

Aku harus mengikuti setiap acara pada hari pertama konferensi. Bos berulang kali mengingatkan aku agar mengikuti seluruh acara dan tidak mendekam di dalam kamar. Kalau bukan karena mengingat pesannya itu, aku sudah menelepon Ibu untuk mencari tahu di mana anak-anak berada.Jenar jarang sekali marah atau merasa kecewa. Aku selalu berusaha sebaik mungkin untuk membuat dia bahagia. Karena itu adalah janjiku kepadanya ketika melamarnya. Apa mungkin dia sedih dengan sikap Ibu yang membawa anak-anak pergi darinya? Itukah sebabnya dia menemui pria lain?“‘Ada apa, Jeff?’” tanya seorang rekanku dengan bahasa Inggris. “‘Kamu dari tadi kelihatan tegang. Apakah kamu mengkhawatirkan keluargamu?’” Aku hanya tersenyum dan berharap agar pintu elevator segera terbuka.“‘Aku dengar dari teman kita di Jakarta, istrimu ada dalam penjara. Aku turut prihatin dengan itu.’” Dia mendekatkan tubuhnya kepadaku. “‘Kalau kamu butuh bantuan untuk mengurangi ketegangan yang sedang kamu rasakan ….’” Jarinya mengelu
Read more

17|Keluarga Jahat

~Jenar~Aku heran ketika Jeff mengajak aku untuk ikut ke rumah adiknya. Wanita itu punya hubungan yang buruk denganku, untuk apa dia mengundang aku ke rumahnya? Apa dia tidak takut aku akan membunuh keluarganya? Karena hanya itu yang ada di kepalanya mengenai aku. Siapa pun yang ada di dekatku, nyawanya pasti melayang.Semua keluarga Jeff tahu bahwa aku bisa memasak makanan yang enak. Karena itu, aku tidak heran, Lauren meminta aku membantu di dapur. Tetapi Jeff melarang, hal yang sangat aku syukuri. Aku bisa mengawasi anak-anak saat mereka mengikuti perayaan.“Mama, aa.” Jax datang mendekati aku dan membuka mulutnya lebar-lebar.“Kamu punya nasi kotak sendiri, mengapa minta bagianku?” tanyaku, pura-pura tidak mau berbagi.Dia segera membalikkan badan, mengambil nasi kotaknya, dan membawanya kepadaku. Aku tertawa melihatnya. Remy melakukan hal yang sama. “Aa, Ma,” kata Jax lagi.Aku menurut dan menyendokkan makanannya ke mulutnya. Aku juga melakukan hal yang sama kepada Remy. Mereka t
Read more

18|Mereka Anak-anakku

“Mama tidak apa-apa?” tanya Jax yang duduk di sisi kananku.Aku menoleh dan tersenyum kepadanya. “Aku tidak apa-apa, sayang. Hanya memikirkan menu apa yang cocok untuk makan siang kita,” kataku, berbohong.“Masak yang mudah saja, Ma. Apa pun yang Mama masak, pasti aku habiskan!” seru Remy senang.“Sebaiknya kalian tidak makan sembarangan, anak-anak. Apa kalian lupa apa yang terjadi di rumah Michael? Kalian tidak mau sakit lagi, ‘kan?” ucap Dina dari balik setir.Dia bersikeras mengantar anak-anak ke sekolah, padahal Jeff sudah jelas mengatakan bahwa aku yang bertanggung jawab atas itu sampai dia pulang. Tidak mau bertengkar di depan anak-anak, aku mengalah. Dia malah sengaja berlama-lama berdandan di kamar, membuat anak-anak tidak sabar.“Kami tidak pernah sakit makan masakan Mama. Jadi, kami hanya akan makan buatan Mama,” kata Jax yang memeluk tubuhku. “Ma, aku mau makan ayam goreng.”Aku membelai rambutnya. “Boleh. Tetapi tidak banyak bumbu, tidak apa-apa, ya? Kalian belum pulih ben
Read more

19|Masa Lalu

Jantungku berdebar begitu cepat dan tanganku mendadak bergetar. Jadi, aku pamit pada Jeff dan memasukkan ponselku ke dalam saku celana. Aku tidak menyahuti panggilannya dan membiarkan Bian yang melayaninya. Aku menuju konter lain dan memberikan apa yang wanita di depanku minta.“Jenar,” kata Bian yang berdiri di sisiku. Dia melingkarkan tangannya pundakku. “Pria itu mengenal kamu dan ingin bicara denganmu. Ah, tamu datang semakin banyak.”Dia pasti merasakan tubuhku yang gemetar sehingga bicara begitu. Dia mendekati pria itu lagi, dan aku kembali melayani pelanggan yang datang. Hanya setelah pria itu keluar dari toko, aku bisa menarik napas dengan lega. Aku memberikan kotak berisi kue permintaan konsumen, lalu mundur sejenak. Karyawan Bian mengambil alih dan melayani wanita berikutnya.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Bian yang membawa aku ke bagian belakang toko. Dia mempersilakan aku duduk, lalu meletakkan segelas air di depanku. “Siapa dia? Mengapa badanmu gemetar dan mukamu pucat sekal
Read more

20|Tidak Menyesal

Walaupun dugaan Talia benar. Aku tidak menyesal sudah mendatangi mantan rekan kerjaku yang sudah memberi kesaksian palsu. Mereka juga mengaku bahwa Dina yang sudah membayar mereka dengan mahal untuk bersaksi. Sama seperti saksi lainnya, mereka terlilit utang sehingga terpaksa menerima tawarannya.Hanya petugas keamanan dan satu rekanku yang menyesali perbuatan mereka. Yang lainnya tidak merasakan apa pun terhadapku. Mereka lebih sayang nyawa mereka dan takut kepada ancaman Dina. Hal yang pertama itu yang membuat aku dan Bian berhasil membuat mereka mengaku.“Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apakah besok juga kita mendatangi rekanmu yang terakhir?” tanya Talia sebelum kami berpisah. Aku mengangguk pelan.Berada di rumah seorang diri terasa tidak nyaman, karena itu aku tidak mau membatalkan rencana kami. Lebih baik aku mendapatkan pernyataan dari semua saksi dan mendapatkan jawaban yang sama. Daripada aku menuduh orang tanpa alasan yang jelas.Setidaknya selain nama Dina, kami juga ta
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status