~Jenar~Aku heran ketika Jeff mengajak aku untuk ikut ke rumah adiknya. Wanita itu punya hubungan yang buruk denganku, untuk apa dia mengundang aku ke rumahnya? Apa dia tidak takut aku akan membunuh keluarganya? Karena hanya itu yang ada di kepalanya mengenai aku. Siapa pun yang ada di dekatku, nyawanya pasti melayang.Semua keluarga Jeff tahu bahwa aku bisa memasak makanan yang enak. Karena itu, aku tidak heran, Lauren meminta aku membantu di dapur. Tetapi Jeff melarang, hal yang sangat aku syukuri. Aku bisa mengawasi anak-anak saat mereka mengikuti perayaan.“Mama, aa.” Jax datang mendekati aku dan membuka mulutnya lebar-lebar.“Kamu punya nasi kotak sendiri, mengapa minta bagianku?” tanyaku, pura-pura tidak mau berbagi.Dia segera membalikkan badan, mengambil nasi kotaknya, dan membawanya kepadaku. Aku tertawa melihatnya. Remy melakukan hal yang sama. “Aa, Ma,” kata Jax lagi.Aku menurut dan menyendokkan makanannya ke mulutnya. Aku juga melakukan hal yang sama kepada Remy. Mereka t
“Mama tidak apa-apa?” tanya Jax yang duduk di sisi kananku.Aku menoleh dan tersenyum kepadanya. “Aku tidak apa-apa, sayang. Hanya memikirkan menu apa yang cocok untuk makan siang kita,” kataku, berbohong.“Masak yang mudah saja, Ma. Apa pun yang Mama masak, pasti aku habiskan!” seru Remy senang.“Sebaiknya kalian tidak makan sembarangan, anak-anak. Apa kalian lupa apa yang terjadi di rumah Michael? Kalian tidak mau sakit lagi, ‘kan?” ucap Dina dari balik setir.Dia bersikeras mengantar anak-anak ke sekolah, padahal Jeff sudah jelas mengatakan bahwa aku yang bertanggung jawab atas itu sampai dia pulang. Tidak mau bertengkar di depan anak-anak, aku mengalah. Dia malah sengaja berlama-lama berdandan di kamar, membuat anak-anak tidak sabar.“Kami tidak pernah sakit makan masakan Mama. Jadi, kami hanya akan makan buatan Mama,” kata Jax yang memeluk tubuhku. “Ma, aku mau makan ayam goreng.”Aku membelai rambutnya. “Boleh. Tetapi tidak banyak bumbu, tidak apa-apa, ya? Kalian belum pulih ben
Jantungku berdebar begitu cepat dan tanganku mendadak bergetar. Jadi, aku pamit pada Jeff dan memasukkan ponselku ke dalam saku celana. Aku tidak menyahuti panggilannya dan membiarkan Bian yang melayaninya. Aku menuju konter lain dan memberikan apa yang wanita di depanku minta.“Jenar,” kata Bian yang berdiri di sisiku. Dia melingkarkan tangannya pundakku. “Pria itu mengenal kamu dan ingin bicara denganmu. Ah, tamu datang semakin banyak.”Dia pasti merasakan tubuhku yang gemetar sehingga bicara begitu. Dia mendekati pria itu lagi, dan aku kembali melayani pelanggan yang datang. Hanya setelah pria itu keluar dari toko, aku bisa menarik napas dengan lega. Aku memberikan kotak berisi kue permintaan konsumen, lalu mundur sejenak. Karyawan Bian mengambil alih dan melayani wanita berikutnya.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Bian yang membawa aku ke bagian belakang toko. Dia mempersilakan aku duduk, lalu meletakkan segelas air di depanku. “Siapa dia? Mengapa badanmu gemetar dan mukamu pucat sekal
Walaupun dugaan Talia benar. Aku tidak menyesal sudah mendatangi mantan rekan kerjaku yang sudah memberi kesaksian palsu. Mereka juga mengaku bahwa Dina yang sudah membayar mereka dengan mahal untuk bersaksi. Sama seperti saksi lainnya, mereka terlilit utang sehingga terpaksa menerima tawarannya.Hanya petugas keamanan dan satu rekanku yang menyesali perbuatan mereka. Yang lainnya tidak merasakan apa pun terhadapku. Mereka lebih sayang nyawa mereka dan takut kepada ancaman Dina. Hal yang pertama itu yang membuat aku dan Bian berhasil membuat mereka mengaku.“Jadi, apa yang harus kita lakukan? Apakah besok juga kita mendatangi rekanmu yang terakhir?” tanya Talia sebelum kami berpisah. Aku mengangguk pelan.Berada di rumah seorang diri terasa tidak nyaman, karena itu aku tidak mau membatalkan rencana kami. Lebih baik aku mendapatkan pernyataan dari semua saksi dan mendapatkan jawaban yang sama. Daripada aku menuduh orang tanpa alasan yang jelas.Setidaknya selain nama Dina, kami juga ta
Aku berdiri tidak jauh dari gedung sekolah anak-anak, berharap mereka akan diantar pagi ini. Namun sampai bel berbunyi, mobil Jeff yang dikendarai Dina tidak juga datang. Empat hari sudah anak-anak tidak masuk sekolah. Entah apa yang Dina katakan mengenai aku sehingga Ibu dan Lauren gelap mata. Mereka sama sekali tidak tersentuh dengan tangisan anak-anak yang tidak mau pergi bersama mereka. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka baik-baik saja selama berada jauh dariku. “Suamimu akan pulang malam ini, jadi kamu tidak perlu khawatir lagi. Kamu akan segera bertemu dengan anak-anakmu.” Bian meletakkan sepiring kue di atas meja. Hari sudah menjelang sore dan toko sudah sepi. Jadi, kami bisa duduk dan bersantai. Para karyawan yang akan melayani para pelanggan yang datang. Pria itu tidak datang siang ini, hal yang sangat bagus. Semoga saja dia tidak akan pernah menunjukkan mukanya lagi di tempat ini. “Aku tidak akan khawatir seandainya mereka tidak menangis ketika Ibu membawa mereka pergi.”
Pegangan anak-anak pada tanganku semakin erat. Mereka pasti tahu siapa yang datang. Aku melihat ke arah mereka dan tersenyum. Kami akan baik-baik saja. Jeff adalah sekutu terbaik yang kami miliki. Dia akan bersikap bijak dengan mengutamakan kebahagiaan anak-anak.Ada satu mobil lainnya yang tidak aku kenal, tetapi aku tidak gentar dan memasuki rumah dengan berani. Siapa pun yang mereka bawa, aku tidak perlu takut. Aku tidak melakukan kesalahan apa pun yang bisa mereka gunakan untuk menyerang aku.“Jax, Remy!” seru Ibu yang berjalan mendekati kami. Kedua anakku segera bersembunyi di balik tubuhku. “Ayo, sini, sama nenek. Jangan dekat-dekat dengan perempuan jahat ini.”“Enggak mau! Nenek jahat! Tante jahat! Mama Kedua jahat!” teriak Jax dengan marah. “Hanya Mama Pertama yang baik. Aku mau sama Mama!” Dia memeluk tubuhku begitu erat.“Aku juga mau sama Mama!” pekik Remy tidak mau kalah. Putraku bungsuku kemudian menangis. Aku melihat ke arah Jeff. Dia hanya diam, menonton apa yang terjad
~Jeffrey~Dina kembali duduk di kursi riasnya dan menundukkan kepalanya. Aku menunggu dengan sabar, karena Jenar dan anak-anak akan berada di taman cukup lama. Jadi, kami punya banyak waktu untuk membahas hal terburuk yang pernah dia lakukan kepada anak-anakku.“Kau tahu bahwa aku sayang kepada Jax dan Remy. Aku tidak akan sanggup menyakiti mereka, Jeff. Masalah keracunan di rumah Lauren belum diketahui siapa pelakunya, sedangkan Jenar adalah satu-satunya pelaku yang kita curigai,” katanya.“Aku tidak tenang ketika meninggalkan dia bersama anak-anak. Kau pasti pernah merasakan firasat tidak enak juga mengenai orang yang dekat denganmu. Jadi, aku membicarakan hal ini dengan Ibu. Jax dan Remy tidak menolak saat ikut bersama kami. Mereka malah terlihat sedikit ketakutan saat bersamanya. Percayalah, Jeff. Kami melindungi anak-anak kita dari perempuan jahat itu.”Setiap kata yang keluar dari mulutnya hanyalah kebohongan. Anak-anak bahagia walau hanya ada Jenar di dekat mereka. Karena kalau
~Jenar~ Kedua kakiku tidak kuat lagi menahan berat tubuhku ketika aku sendirian di kamar. Obat tidur. Tega sekali perempuan itu memberi mereka obat setiap malam sebelum tidur. Dia masih berani bertindak seolah-olah dia adalah ibu yang paling sempurna di dunia di depan keluarga Jeff. Penyerangan di toko Bian masih membuat aku takut berjalan seorang diri, kini ditambah lagi dengan desakan Ibu yang menginginkan aku bercerai dari Jeff. Apa sudah tidak ada lagi orang yang percaya kepadaku? Apa aku begitu jahat sehingga anak-anakku juga harus jadi korban? Oh, Tuhan. Semoga saja Jax dan Remy tidak mengalami masalah kesehatan akibat obat itu. “Ya, ampun!” Aku menutup mulut melihat seseorang ada di dalam kamar bersamaku. “Apa kamu akan selalu melakukan ini? Aku tidak ke mana-mana, jadi kamu tidak perlu memeriksa aku terus.” “Siapa Bian?” tanyanya, mengejutkan aku. Untuk memberi diriku waktu mencari jawaban yang tepat, aku meminum air yang ada di gelas. “Kamu mengigau, menyebut-nyebut namany
~Jeffrey~ Istriku bersaksi dengan berani dan menjawab setiap pertanyaan dengan gamblang. Apa pun kata yang digunakan kuasa hukum para terdakwa atau hakim saat bertanya, jawaban Jenar tidak berubah. Itu adalah bukti bahwa dia tidak berbohong atau mengarang jawabannya. Dia kembali duduk di sisiku setelah kesaksiannya dianggap selesai. Aku memegang tangannya dan meletakkan di atas pangkuanku. Aku bisa merasakan Dina tidak mengalihkan pandangannya dariku, tetapi aku mengabaikannya. Perbuatannya atas istriku tidak termaafkan. “Sayang sekali, sidangnya tertutup, jadi kami tidak bisa ikut menyaksikan yang terjadi selama sidang,” keluh Ibu. Ayah yang memanggil anak-anak, maka Ibu yang membukakan pintu rumah. “Pihak tergugat yang keberatan sidang itu dilaksanakan secara terbuka. Tidak apa-apa, Bu. Sidang masih berjalan dengan baik,” kataku, menjelaskan. “Papa! Mama!” seru anak-anak yang berlari mendekati kami. Aku meminta mereka untuk pamit kepada kakek dan nenek mereka, lalu kami keluar m
Jax dan Remy setengah menarik tanganku saat keluar dari taksi. Aku membawa banyak kantong plastik berisi keperluan sekolah mereka, jadi tidak bisa berjalan dengan cepat. Di mana Jeff? Apa dia tidak mendengar bunyi mesin mobil atau seruan anak-anak? Aku butuh bantuan dengan bawaanku. Lalu mengapa semua orang ini datang bersamaan ke rumah kami? Tidak ada acara khusus pada hari ini, juga tidak ada rencana akan membuat acara. Hanya ada suamiku di rumah, Lalu apa yang mereka lakukan di sini? Oh, tidak. Jangan-jangan terjadi sesuatu terhadap Jeff. “Cepat buka pintunya, Ma!” desak Jax. Tanganku gemetar saat mencari kunci di dalam tas, karena rasa khawatir. Putraku itu bergerak lebih cepat dengan menekan kenop pintu. Ternyata tidak dikunci. “Papa!” panggilnya serentak dengan adiknya. Aneh. Mengapa tirai jendela ditutup semua? Lampu juga tidak dinyalakan. Ke mana perginya mereka yang memarkirkan mobilnya di depan rumah? Anak-anak malah tertawa cekikikan di ruang depan sambil berjalan ke arah
Walaupun aku sudah bisa menebak siapa dan apa alasannya, aku mau mendengarnya langsung dari mulut kuasa hukumku. Polisi tadi sudah memberi petunjuk yang cukup jelas. Karena tidak mungkin hanya Wahyo yang melaporkan aku bila mereka sampai yakin bisa menjebloskan aku ke penjara lagi.Namun sebelum Franky menjawab, pintu ruangan dibuka dan seorang polisi masuk. Dia hanya mengangguk ke arah pengacaraku, lalu menutup pintu kembali. Apa maksud anggukan itu? Aku melihat ke arah Franky yang berdiri dari kursinya.“Kamu bebas. Ayo, kita pergi dan bicara di tempat lain saja.” Dia berjalan mendekati pintu.Sebuah ide bermain di kepalaku mendengar kalimat pertamanya itu. “Apa aku boleh melakukan satu hal sebelum kita pergi?”Entah apa yang Franky katakan, aku mendapat izin dari polisi. Pria itu menunggu di dekat pintu masuk, sedangkan seorang petugas menemani aku. Dia bersikap baik kepadaku dan tidak bersikap kasar seperti rekannya yang pernah membawa aku ke tahanan ini.“Akhirnya! Aku tahu kamu
Kakiku terasa lemas, tetapi aku berusaha untuk tetap berdiri dengan tegak. Kejadian beberapa minggu yang lalu kembali bermain di benakku. Mengapa mereka datang lagi? Anak-anak berada di rumah dan aku tidak mau memberi mereka trauma untuk kesekian kalinya. Aku melihat antara dua pria yang berdiri di depan pagar dan kunci pintu di hadapanku. Aku tahu bahwa aku tidak akan bisa menghalangi mereka melakukan tugas. Namun atas dasar apa mereka kini mendatangi rumah kami? Pasti ada hubungannya denganku. “Ada apa? Mengapa kamu tidak membuka pintu?” tanya Jeff yang ternyata berdiri di belakangku. Dia mengintip dari jendela, lalu mendesah pelan. “Biar aku yang bicara dengan mereka.” Aku mengangguk dan bergeser agar dia bisa membuka pintu dan keluar rumah. Aku mengintip apa yang dia lakukan di luar lewat jendela. Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak bisa mendengar. Namun aku bisa menebak bahwa kedua polisi itu membawa kabar buruk, karena suamiku terlihat kesal. Apakah tujuan mereka datang
Kelima pria dan wanita itu mundur selangkah dan memasang wajah kecut melihat ke arah pria yang datang tersebut. Tentu saja mereka mengenalinya. Nyaris tidak ada yang tidak pernah mendengar namanya. Dia sudah banyak sekali memenangkan kasus sulit, tetapi kliennya menang. Mereka kini tahu siapa yang sedang mereka hadapi. Bukti palsu. Polisi mana yang mau menerima laporan didasarkan atas bukti palsu? Aku tidak akan melakukan hal yang sama yang telah mereka perbuat kepadaku. Aku akan membuktikan bahwa dengan prosedur yang benar pun, aku bisa menjebloskan orang jahat ke penjara. “Aku baru tahu di sini adalah kantor polisi,” kata Franky yang berjalan mendekat, lalu berdiri di depanku. “Pulanglah sebelum aku mengajukan laporan baru. Kalian pasti berada di sini untuk mengancam saksi. Apa kalian tidak tahu bahwa mengancam saksi ada hukumannya?” Membuktikan bahwa mereka tidak tahu, mereka terlihat panik. “Ti-tidak. Kami tidak datang untuk mengancam siapa pun,” kata salah satu dari mereka, men
Berbekal rekaman dari wanita pada malam sebelumnya, aku dan Moira berencana untuk melihat kelanjutan nasib dari polisi jahat tersebut. Aku sudah mengirim kopinya ke surelnya. Dia membalas dan meminta untuk bertemu. Itu yang aku tunggu-tunggu. Tentu saja bukan aku atau Moira yang akan menemuinya, tetapi wanita yang tidur bersamanya. Aku sudah berjanji kepada Jeff dan Franky, maka aku tidak akan mengingkarinya. Aku tidak boleh terlibat dalam urusan yang melanggar hukum lagi. Bila terpaksa, maka aku tidak boleh sampai ketahuan. “Apa kamu akan terus melakukan ini kepada orang yang menyakiti kamu, keluarga, atau sahabatmu?” tanya Moira setengah menggoda. Aku tertawa kecil. “Tidak. Ini yang terakhir. Para polisi itu tidak mengerjakan tugasnya dengan baik, jadi aku harus memberi mereka pelajaran. Bila tidak, mereka akan terus bersikap sewenang-wenang.” “Iya, kamu benar. Tetapi terus terlibat dalam hal yang berbahaya, tidak baik untukmu.” Moira melihat aku dengan serius. “Jax dan Remy memb
~Jenar~ Berada di penjara karena membela diri dan fitnah, sudah cukup membuat kami menderita. Terpisah dari keluarga untuk sementara maupun selamanya bukanlah kehidupan yang mudah. Lalu kami juga harus diperlakukan tidak adil setelah bebas, itu tidak adil. Aku sudah merencanakan hal selain menemui para penjahat itu untuk membalas perbuatan jahat mereka. Cara itu hanya aku lakukan kepada para saksi palsu. Untuk polisi licik dan tidak tahu diri, aku sudah menyiapkan hal yang lebih baik. Hal yang akan membuat mereka berhati-hati bertindak. “Kamu yakin mau melakukan ini?” tanya Talia heran. “Harus. Aku tidak terima dia memperlakukan Bian layaknya penjahat.” Aku mengangkat penutup kepala jaketku untuk menudungi rambutku. Bian mengeluarkan sebuah kandang dari bagian belakang mobil, lalu kami menyeberangi jalan menuju rumah targetku. Setelah memanjat pagar dan mendarat sesenyap mungkin, kami menuju bagian belakang rumah. Bian melakukan keahliannya membuka kunci, dan aku tersenyum saat pi
~Jeffrey~Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Lauren, adikku sendiri, yang sudah meracuni anak-anakku. Hal yang ingin sekali aku lakukan adalah bicara dengannya dan memintanya untuk bicara jujur. Apa kesalahan Jax dan Remy sampai mereka harus menjadi korban keegoisannya?Mereka memang selamat dan ditangani dokter segera, tetapi mereka bisa saja kehilangan nyawa pada hari itu juga. Kami tidak pernah punya masalah sebelumnya, lalu apa yang mendorong dia melakukan hal sejahat itu?“Jadi, dana yang telah kita terima dari donatur, cukup untuk melaksanakan program liburan kita,” kata kepala keuangan organisasi.Orang yang aku pikir melakukannya adalah Dina. Wajar saja jika dia bisa semudah itu menyakiti anak-anak, karena mereka bukan miliknya. Tidak aku sangka, adikku sendiri pelakunya. Dia bahkan tidak ragu-ragu menjadikan kedua anaknya sebagai korbannya juga.“Bagaimana, Jeff? Apa pendapatmu? Dana yang lebih sebaiknya kita gunakan untuk apa?” tanya bosku. Dari ekspresi wajahnya,
Aku duduk di sisinya dan melihat layar tablet tersebut. Ternyata ada sebuah berita yang tidak aku duga. Bertahun-tahun berusaha untuk melupakan dan melanjutkan hidup, akhirnya aku bisa melihat orang yang menyakiti aku mendapat ganjarannya.Perjuanganku menunjukkan hasilnya juga. Bukan hanya aku yang menuntut perbuatannya di masa lalu, tetapi ada banyak wanita lain. Mereka melaporkan perbuatan pria itu di kantor polisi di mana dia bertugas. Syukurlah, aku tidak mundur ketika menemui banyak kesulitan.“Sayang, apa kamu tidak apa-apa?” Jeff menyeka pipiku. Tanpa aku sadari, aku menangis.Aku menggeleng pelan, lalu meletakkan kepalaku di bahunya. “Aku tidak apa-apa. Ini air mata haru. Aku senang dia akhirnya akan membayar semua perbuatan jahatnya. Semoga saja Franky sehebat yang Moira katakan.”“Dia lebih hebat dari yang sahabatmu katakan. Aku melihat sendiri bagaimana dia mengatasi polisi yang tidak mau membebaskan kamu dari tahanan. Jadi, jangan khawatir. Wahyo dan Dina akan mendekam di